Perjalanan
panjang tentang kontrak dan migas
Bertolak dari perjalanan kelam dan gelap gulita terkait
intervensi asing di Indonesia ditandai dengan dikeluarkannya kebijakan
pemerintah melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang PMA. Undang-Undang
Prp 37 tahun 1960 juga merupakan aturan yang masih kontroversial waktu itu
dalam menanggulangi investor asing yang akan ke Indonesia. PT Freeport lah yang
langsung mengambil kemanfaatan dan celah hukum atss ketledoran pemerintah
Indonesia. Kebijakan
ini telah melahirkan juga legal policy
dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang
Pertambangan Umum. Setahun kemudian keluarlah Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang PMD.
Embrio legal opinion dari pemerintah tersebut juga diilhami dengan kebijakan
colonial lewat Indiees Mining Law tahun
1899 sistem konsensi pun mulai dikenalkan ke investor asing. Undang-Undang No.44
Prp/1960 lahir lah istilah “perjanjian
karya”, Undang-Undang No.8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi
Negara tepatnya di Pasal 12 dikenalkan “kontrak
bagi hasil/contract producing sharing”, Istilah dan pemaknaan baru juga
muncul dengan “kontrak kerja sama”
melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tepatnya di
Pasal 1 ayat (19). Dalam kurun 30 tahun lebih istilah dan konsepsi “kontrak bagi hasil/contract producing
sharing” , terjadi beberapa perubahan dan pemberian insentif agar investor
merasa nyaman dan tertarik untuk menanam modalnya di Indonesia. Undang-Undang
No.44 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara juga merupakan impliklasi terhadap
kebijakan pemerintah yang selalu berubah-rubah.