Breaking News

16 April 2012

POLITIK HARMONISASI HUKUM?


Problematika bangsa sejak berdirinya Republik Indonesia oleh the founding father kita tidak lepas dari fenomena hukum yang menyertainya. Pasca reformasi bergulir telah disuarakan oleh para reformis agar ditegakannya supremasi hukum di Indonesia, tapi bagaimana realita yang ada sekarang….???. Kalau Charles Hermawan menyatakan “Hukum sebagai Panglima”, apakah itu berlaku di Indonesia…???.Hukum yang seharusnya jadi panglima telah dicabik-cabik dan diporak-porandakan oleh para penegak hukum itu sendiri. Jika dengan analogi “het recht is her” yang artinya “apakah hukum itu benar ada?”.Inilah adalah pertanyaan dan tantangan kita bersama buat semua mahasiswa hukum. Jika Gustav Radbruch mengatakan “Hukum adalah benar”, maka mari kita buktikan bersama. Jika John Rawls mengatakan “justice as regularity” yang artinya “keadilan sebagai keteraturan” apakah itu telah teraktualisasi di negeri tercinta ini..???
Pasca reformasi banyak terjadi konflik of interest antara hukum dan penegak hukum itu sendiri. Jika saya ibaratkan dari doktrin dari Hanant Arrent fenomena tersebut bagaikan “Anibal Laborans” yang artinya “orientasi dan obsesi politik adalah sebagai mata pencaharian”. Hal ini telah terbukti dengan banyaknya kasus-kasus korupsi yang telah menggunakan hukum sebagai jalan untuk melanggengkan obsesi para koruptor. Kejadian demi kejadian telah mewarnai hukum di Indonesia. Berawal dari adanya upaya mengkriminalisasikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berujung adanya konstelasi politik dan hukum antara KPK dan POLRI dengan analogi Cicak Vs Buaya yang telah mendewakan Aggodo W. sebagai aktor intelektualnya. Peristiwa tersebut menyebabkan keluarnya Perpu No.4 Tahun 2009 tentang Plt Pimpinan KPK. Berawal dari Perpu No.4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keungan (JPSK) yang melahirkan kasus Bank Century yang telah menyeret Wakil Presiden Boediono dan Menkeu Sri Mulayani Indrawati. Telah ada Keppres No.37 Tahun 2009 tentang Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, tapi carut marutnya mafia peradilan di institusi penegak hukum yaitu di Polri dan Kejaksaan pasca pembongkaran yang dilakukan oleh Susno Duadji salah satu petinggi dari Polri juga. Tidak cukup sampai di situ saja kita telah digegerkan dengan temuan kasus korupsi di Dirjen pajak oleh Gayus Tambunan sebesar 28 Miliar yang juga telah menyeret para petinggi-petinggi Polri. Politik uang telah menggerogoti mental para penegak hukum dengan munculnya para makelar kasus (markus) bermental tikus yang telah memporak-porandakan sistem hukum di Indonesia. Tidak lama kemudian disuguhkan dengan hebohnya video porno dari artis Indonesia yang telah mengkooptasi hukum agar dapat dilegalkan. Existensi dari Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pornoaksi, Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga menjadi taruhannya. Selain itu juga hukum kita telah goncang dengan dijadikannya tersangka Yusril Ihza Hahendra mantan Mentri Hukum dan HAM. Tarik ulur legalisasi tentang Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) juga mewarnai hukum di Indonesia. Tidak kalah menariknya statement yang menyatakan Jaksa Agung Hendarman Supanji jabatannya adalah inkonstitusional dan telah illegal. Hal ini merujuk dari Keppres No.31 Tahun 2007 bahwa masa jabatannya hanya 5 (lima) tahun dan tidak diperpanjang lagi dengan korelasi Keppres No.84 Tahun 2009 tentang salinan pembentukan kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak ada nama Jaksa Agung. Hal ini mengindikasikan bobroknya internal Kejaksaan dengan upaya penegakan hukum di Indonesia atau hanya rekayasa hukum belaka.
Mulai diawal tahun 2011 adanya wacana pelemahan KPK melalui revisi UU KPK dan UU Korupsi, Kontroversi UU no.2 Tahun 2011 tentang parpol yang justru akan melanggengkan kekuasaan, adanya tarik ulur RUU intelijen negara dan bahkan ada wacana akan jadi lembaga negara, pemilihan komisioner KPK pengganti Busro Muqodas dkk lewat kontroversi Pansel Komisi Informasi dari UU No.14 tahun 2008, ketidak netralan kejaksaan dengan membiarkan Awang Farouk ke luar negeri, kontroversi politik dan hukum di PSSI, komisioner KY yang tidak independent dalam mengawasi perilaku hakim, polemik Nunun Nurbaeti tentang ekstradisi dari Depkumham, dan pemilihan komisioner KPK pengganti Busro Muqodas dkk lewat kontroversi Pansel Komisi Informasi dari UU No.14 tahun 2008 lihat saja hasilnya..???
Tertangkapnya Nazzaruddin dari partai penguasa di negeri ini telah menggemparkan panggung politik dan yang lain bersorak sorai. Bermula dari proyek wisma atlet dan bahkan Angelina Sondakh sebagai anggota legislatif diduga terlibat dalam melicinkan proyek tersebut bekerjasama dengan Badan Anggaran dan BURT DPR agar uang dapat keluar. Semua politisi partai penguasa tsb gempar apalagi MK adalah lembaga yang mempublikasikan kasus itu ke publik. Konspirasi dan konstelasi politik tidak berhenti begitu saja suap juga terjadi 120.000 US Dollar kepada Sekjend MK antara elit dan lembaga negara saling menjatuhkan. Hegemoni mafia hukum sedikit ada restrukturisasi dengan ditahannya Hafid Muharam, M.R Manulang dan M.El Idris oleh KPK. Perjalanan panjangnya berawal dari Singapura berakhir di Bogota, Kolombia dengan ditangkapnya oleh Interpol. Proses hukum tidak berhenti begitu saja proses pemulangannya apakah harus dengan ekstradisi atau tidak menjadi problematik mengingat Kolombia tidak ada perjanjian dengan pihak Indonesia. Fakta telah membuktikan kuasa hukumnya tidak mengajukan gugatan, jika sampai mengajukan gugatan dan diterima hilang sudah citra hukum di Indonesia. Nyanyian Nazzarudin telah melibatkan banyak pihak jajaran Sesmenpora, presidium KPK dan bahkan ketua umumnya Anas Urbaningrum juga terkena testimoni yang masih menimbulkan kontroversial. Dalam waktu yang hampir bersamaan hakim Syarifuddin yang telah membuat ulah di pengadilan. Prestasi luar biasa yang pernah dilakukan ialah membebaskan 39 terdakwa korupsi dan paling akhir telah dibebaskannya vonis bebas Gubernur Bengkulu, Agusrin M. Najamudin. Ia juga ditangkap saat diduga menerima suap sebesar Rp250 juta dari Puguh Wirawan, kurator PT Skycamping Indonesia.
Kontroversial hukum tidak berhenti begitu saja lembaga super body MK juga terkena badai politisasi terlepas kasus yang dijalani tersebut benar atau tidak. Pemalsuan surat di MK yang melibatkan Andi Nurpati yang sekarang menjadi salah satu petinggi di partai penguasa tidak sedikit dapat tersentuh oleh hukum walaupun fakta dan bukti ia terlibat dan pernah memimpin rapat pleno terkait pembuatan surat. Dalam sistem ketatanegaraan tidak terlepas terdapat permasalahan hukum mulai dari wacana revisi UU MK dan perseteruan antara MA dan KY terkait KY yang dianggap melampaui batas dalam memberikan pengawasan terhadap kinerja hakim. Selain itu polemik di internal DPR juga terjadi dan kini sedang menghantam alat-alat kelengkapan yang dinilai selama ini tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Ada wacana harus dihapus dan cuma tiga fungsi saja yang harus dimiliki oleh DPR, tetapi ada juga yang justru malah harus ditambahkan. Semua itu menunjukan demokrasi transaksional dan politisasi lembaga tetap akan dilanggengkan demi golongan-golongan tertentu.
Korupsi yang merupakan gurita dan monster bangsa telah menggerogoti di instansi-instansi pemerintah. Di penghujung tahun 2011 ini tidak kalah hebohnya pembunuhan karakter dari fungsionaris partai dihantam oleh kasus korupsi di Kemenakertrans. Walaupun KPK internalnya dikriminalisasi dan dipolitisasi oleh berbagai pihak setidaknya masih mempunyai taring untuk menjerat para koruptor. Polemik yang tengah menghinggapi KPK berawal dari perseteruan baik dari internal KPK, pemerintah dan DPR. Perlu kita ingat bahwa masalah tersebut berawal dari ditetapkannya Antasari Azhar sebagai tersangka pembunuhan kemudian pemerintah mengeluarkan Plt terhadap Tumbak P. sebagai pimpinan KPK sementara. Selang beberapa bulan terpilihlah Busro M. sebagai pimpinan KPK setelah melewati fit and proper test di DPR. Masalah lagi timbul ketika terdapat pro dan kontra terhadap masa jabatannya hanya Cuma satu tahun. Aturan dalam Pasal 30-33 UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK banyak ditafsirkan dan disalahartikan. Melalui putusan MK tetap Busro M.dan jajaran presediumnya berhak menduduki jabatan tidak hanya satu tahun. Dilain pihak pansel pemilihan pimpinan KPK tetap dibentuk dan terpilih 8 calon pimpinan KPK yaitu Bambang W. sebagai pengacara, Yunus Husein sebagai ketua PPATK, Abdullah Hehamahua sebagai penasehat KPK, Handoyo Sudrajat sebagai deputi KPK, Abraham Samad sebagai pengacara, Zulkarnaen sebagai jaksa, Adnan Pandupraja sebagai kompolnas, Aryanto Sutadi sebagai purnawirawan polisi. Hal ironi ditunjukan oleh para anggota dewan dari Komisi III DPR usulan dari pemerintah tersebut ditolak dan memnita 10 orang bukan 8 dengan berdalih menafsirkan dari UU KPK. Untuk hasil selanjutnya kita tunggu saja siapa yang layak menjadi pimpinan KPK..???. Tarik ulur tersebut telah mengindikasikan anggota DPR ingin mengerdilkan dan menjadi penentu aktor utama dalam proses pimpinan KPK. Kompromi politik juga ditunjukan oleh para anggota DPR agar para calon pimpinan KPK yang mempunyai kredibilitas dan professionaliatas dihantam ditengah jalan agar tidak lolos menjadi pimpinan KPK. Testimoni dari Nazzarudin tentang calon pimpinan KPK apakah benar telah ada rekayasa dan deal-dealan politik kita tunggu saja kebenarannya. Partai-partai penguasa telah dijerat oleh aksi-aksi KPK akankah perlawanan dari semua fraksi di DPR akan terus menjegal upaya KPK dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Mampukah SBY menjadi garda paling depan dalam pemberantasan korupsi?
Di akhir tahun 2011 polemik terkait pimpinan KPK telah berakhir dan telah terpilih melalui voting para jajaran presidium baru dengan pimpinan Abraham Samad. Tantangan muncul bagi KPK ketika audit investigasi dari BPK telah diserahkan kepada KPK dan mampukah untuk membongkar kasus century yang jelas telah melibatkan para penguasa negeri ini..???.Di penghujung tahun 2012 tidak kalah hebohnya Nunun N. yang selama ini menjadi buronan berhasil ditangkap dan telah mengungkap fakta hukum baru yang melibatkan para anggota dewan terkait grafitikasi cek pelawat. Kasus Nazzarudin pun terus berlanjut dan melahirkan babak baru terhadap polemik hukum yang terjadi di negeri ini. Kasus perdagangan hukum tidak berhenti begitu saja hal yang paling menghebohkan ketika BURT dan Banggar yang merupakan alat kelengkapan negara terafliasi terhadap kontroversi politik dan hukum. Pemborosan APBN pun terjadi guna kemewahan dan gaya hidup foya-foya dari para anggota dewan. Jika semua permasalahan hukum hanya terus dipolitisisasi dan terkoptasi oleh kepentingan maka harkat dan martabat bangsa akan tergadaikan dan tunggulah tumbangnya negara tercinta ini.
Pada awal tahun 2012 telah terjadi tarik ulur hukum terkait dengan kenaikan BBM UU No. 12 Tahun 2011 tentang APBN Pasal 7 ayat 6 tiba-tiba sela waktu satu jam 31-03-2012 dalam rapat paripurna ada tambahan menjadi pasal 6a. Dengan adanya ini banyak fenomena yang menyusul terkait paradigm tata negara. Ada fakta akan diajukan judicial review terhadap pasal 28 A ayat 1 dan 28 ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. UU partai politik juga telah disahkan banyak pergulatan hukum dan politik di dalamnya. Hal yang tidak kalah menarik adalah adanya Keputusan Mentri BUMN no.236/MBU/2011 telah terdapat terobosan baru dalam memangkas proses birokrasi yang berbelit-belit, tapi juga telah memberikan efek buruk dalam birokrasi perusahaan ketika penunjukan direksi tanpa melalui RUPS. Semua itu akan tergantung dari sikap professional dari kebijaksanaan sang mentri.
Lalu cinta anak negeri ini ada dimana yaaa..??? kalau seperti syair lagu dari Armada “Mau dibawa kemana” negeri ini…??? Kita semua yang akan menjawabnya. Kalau dalam syair lagunya Band Ungu “Cinta adalah misteri dalam hidupku”..ini merupakan sindiran jika kita masih mengaku sebagai putra bangsa pencarian cinta dan semangat nasionalisme terhadap bangsa dan negara merupakan tugas dan tanggung jawab dari semua anak muda terlebih lagi bagi semua mahasiswa. Seorang filosof dari Yunani yang bernama Celcus pernah mengatakan “hukum adalah keindahan cinta dan seni yang dapat mewujudkan rasa kebaikan dan kepatutan”. Nah jika melihat perilaku mahasiswa sekarang yang hanya D3 (datang, duduk, dan diam) atau Cuma menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). Yaaa..tunggu sajalah hancurnya negeri ini. Cinta merupakan semangat nasionalisme, politik adalah cara dan mekanismenya serta hukum adalah senjata guna tetap menjunjung harkat dan martabat bangsa ini.
Kawan-kawanku semua itu adalah sedikit pergulatan hukum yang terjadi di negeri tercinta ini, masih banyak polemik hukum yang menjadi PR kita bersama. Melihat semua itu dimanakah hati nurani kita sebagai mahasiswa…???apalagi sebagai mahasiswa hukum??? Apakah kita hanya cukup diam…??? Jangan pernah kita apatis dan skeptis terhadap itu semua. Ingat nasib bangsa ada di pundak kalian mahasiswa khususnya bagi mahasiswa hukum.
Read more ...
Designed By Mas Say