Breaking News

27 April 2014

PARTAI POLITIK MENUJU PILPRES 9 JULI 2014 : KOALISI CERDAS ATAU PEDAS ? SIAPA R1-7?

Mindsite demokrasi
Pasca pemilu legislatif pada 9 April 2014 terlihat dalam beberapa survey (Cyrus-CSIS) terkait hasil perolehan partai politik. Pada peringkat 3 besar akan sangat menentukan karena telah memilih presiden yang akan diusung (PDIP, Golkar, dan Gerindra). Sedangkan pada posisi 4 dan 5 (Demokrat dan PKB) akan berfungsi stimulus bagi partai lain dalam menentukan koalisi. Partai diatas 5 besar akan cenderung mengikuti magnet pada partai 3 besar yang telah memiliki calon presiden. Posisi 4 dan 5 ini selain sebagai stimulus juga sebagai mediator dalam menentukan koalisi. Bahkan dalam beberapa tulisan saya akan merapat kemanakah posisi 4 dan 5 ini akan jadi kunci siapa yang akan jadi R1-7. Terkait dengan hasil perolehan hasil suara partai politik juga sudah di bahas dalam buku terbaru menyambut Pemilu 2014 edisi (2 April 2014) yang berjudul “Gejolak Politik Hukum VS Dilematika Tata Negara Indonesia (Menuju Pemilu 2014)” dalam Sayfudin (2014: 179) telah didahului dengan analisis partai politik terkait peta kelemahan, kekuatan, strategi pemenangan dan bahkan peluang masing-masing partai politik. Hasilnya pun sesuai dengan hasil quick count yang sekarang ada pada peringkat partai, tidak ada suara yang lebih dari 20% (presidential threshold) dan yang tidak lolos dibawah angka 3,5% (parliemantary threshold). Semua partai politik berdasarkan survey tersebut akan menentukan koalisi dengan partai mana setelah pengumuman resmi dari KPU pada tanggal 7-9 Mei 2014 baik pengumuman penetapan suara secara nasional dan juga partai politik yang lolos dan tidak dari parliemantary threshold. Proses konsolidasi, koalisi dan suksesi adalah wisdom af way bagai partai politik dalam mengemban amanah rakyat dan bangsa.
Berkaitan dengan koalisi partai politik dengan sistem presidential saya mencoba menganalisis dari buku yang berjudul “Sistem Presidential dan Sosok Presiden Ideal” dalam Maswadi Rauf dkk (2009:79) ada istilah yang menurut saya menarik buat dikaji terkait “segmentasi ideologis”. Pemaknaan ini akan berkaitan dengan gaya dan pola setiap partai politik dalam memilih kawan koalisi. Harga diri dan gengsi partai akan diletakan pada posisi ini. Partai yang berbasis nasionalis, religious, dan nasionalis-religious akan mengambil langkah dengan hati-hati karena selain harga diri partai dengan perjuangan ideologi yang dibawanya juga merupakan pertaruhan akan masa depan dalam pemilu tahun 2019.
Dalam buku yang berujudul “Politik Muka Dua” dalam David Runciman (2012:180) Bentham memberikan deskripsi tentang fiksi demokrasi. Hal ini ia kupas tuntas dalam karyanya yang berjudul “Political Tactics”. Substansi pertama adalah fiksi demokrasi dikaitkan dengan nilai opini publik yang terdapat arti benar dan salah, karena dianggapnya seluruh opini publik yang tidak pernah bisa dipahami dalam suatu penilaian tunggal. Kedua adalah nilai individu dari persepktif seseorang bahwa tekadang harus menilai orang tersebut dalam keadaan benar, walaupun pada dasarnya terdapat nilai kesalahan. Hal ini dimaksudakan agar terjadi kepentingan terbaik buat mereka. Dalam 2 hal inilah saya akan mencoba menganalisis dengan fakta yang ada tekait dengan gaya koalisi dan sinerginya dengan fiksi demokrasi terhadap partai politik sekarang.

Peta koalisi partai politik
Koalisi cerdas akan menghasilkan pemikiran dan tindakan yang bijak artinya kepentingan partai politik akan tereduksi dengan dengan common sense pada demokratisasi membangun negeri. Platform pergerakan akan tetap ada dan harus ada sebagai pijakan pergerakan partai politik, akan tetapi ketika sudah dibenturkan dengan upaya perbaikan bangsa maka platform tersebut harus tercurahkan demi kepentingan bangsa dan negara. Sebaliknya koalisi pedas adalah partai politik lebih mementingkan ideologi yang dipaksakan dalam berkoalisi. Tujuan yang pragmatis,sikapnya yang skeptis terhadap kepentingan rakyat, dan cenderung oportunis terhadap setiap kesempatan tanpa berpikir akan dampaknya terhadap kepentingan bangsa dan negara. Akan pada kecenderungan koalisi cerdas atau pedaskan peta koalisi yang akan diformasi dalam persiapan pilpres pada 9 Juli 2014 mendatang?
  1. PDIP, Nasdem (sudah resmi koalisi) bergabung dalam koalisi kerakyatan) dan sudah dapat mengusung calon presiden dan wakilnya karena telah mencapai angka diatas 20%;
  2. Golkar sampai sekarang belum ada kawan koalisi;
  3. Gerindra, PPP (sudah resmi walau ada hambatan dari internal PPPP) begabung dalam koalisi pelangi atau gemuk jilid II atau koalisi tenda besar. Belum memenuhi angka 20% dan masih harus mencari 1 partai politik lagi; dan
  4. Koalisi poros tengah atau koalisi Indonesia raya (idealnya diisi oleh partai politik islam seperti PKB,PKS,PAN,PBB, PPP (jika berhasil ditarik dari Gerindra)) akankah dipimpin oleh PD?mengingat telah terjadi koalisi dalam pemerintahan periode 2009-2014 dalam Setgab. Jika digabung sudah memenuhi angka 20%.
Hanura idealnya masuk gerbong Golkar, walaupun juga dapat bersifat dinamis. Disisi lain PKPI paling ideal akan masuk pada koalisi kerakyatan pimpinan PDIP, akan tetapi masih dinamis akan ikut mana saja.
Dari peta koalisi tersebut seperti apakah analisisnya?. Jelas dari peta koalisi tersebut yang sudah dapat dipastikan mendapat 1 tiket dalam pilpres adalah Jokowi dari PDIP. Nasdem sudah resmi bergabung karena selain kedekatan dengan antara Megawati dengan Surya Paloh juga disebabkan karena sejak awal berdiri Nasdem sudah terlihat dari gerakan restorasinya selalu berada diluar pemerintah. Iklan PDIP sewaktu pileg di Metro TV yang sedemikian gencar sebenarnya merupakan sinyal di belakang mereka suh berkoalisi dan sebagai formalitas saja setelah beberapa hari setelah hasil quick count Jokowi safari politik ke Nasdem dan terbukti tidak lama pertimbangan dan tanpa syarat Nasdem bergabung dengan PDIP. Partai yang masih memungkinkan gabung walaupun kemungkinannya kecil adalah PKB karena pada koalisi kebangsaan pada pilpres tahun 2004 Megawati pernah berpasangan dengan Hazim Muzadi dari PKB. Selain itu PKB dengan pimpinan Muhaimin Iskandar juga sudah sering berkomunikasi dengan PDIP. PPP dari kubu Romi yang sempat ada perpecahan internal juga akan merapat ke PDIP, hal ini juga dapat logis mengingat Hamzah Haz dari PPP pernah mendampingi Megawati sewaktu menjadi presiden. Akan tetapi dalam fakta kubu Surya Darma Ali sebagai ketua umum PPP sudah merapat dan secara personal menyatakan berkoalisi dengan Gerindra, walaupun legalitasnya akan ditentukan dalam Mukernas PPP. PKPI dengan pimpinan mantan jendral dan ideologi partainya lebih dekat dengan PDIP dan jauh jika akan masuk gerbong yang lain.
Golkar hanya dengan menggandeng 1 partai sudah dapat mengusung calon presidennya, Idealnya adalah Hanura. Hal ini disebabkan selain gengsi Hanura dengan pimpinan mantan jendral ketika akan masuk dalam gerbong lain akan sulit. Selain itu juga secara historis Wiranto adalah eks dari Golkar. Tahun 2004 menang dalam konvensi Golkar sebagai calon presiden yang resmi diusung sebelum tahun 2006 membentuk partai sendiri, walaupun Jusuf Kalla dengan kebijakan personal yang juga dari Golkar memilih berpasangan dengan SBY. Kedekatan itulah Hanura sebaiknya merapat dengan Golkar.
Gerindra dengan kubu yang ada di poros tengah semua ada kedekatan baik antara petinggi partai, ideologi dan lobi politik yang dilakukan. Kuncinya ada 2 hal, yaitu pertama dekati PD melalui SBY (apakah gengsi para petinggi TNI masih ada?akankah Prabowo mau menemui SBY mengingat jabatan sewaktu di militer lebih tinggi Prabowo?walaupun sekarang SBY sebagai presiden?disisi lain SBY sebagai presiden dan partai penguasa juga tetap akan menjaga citra tidak akan mendahului dalam melakukan lobi politik terlebih dahulu?pada gerbong ini lah SBY sebenarnya paling dekat, karena dengan PDIP tidak mungkin (karena ada konflik pribadi bertahun-tahun yang belum cair antara Megawati dan SBY. Selain itu juga kedua partai berbeda posisi dalam pemerintah oposisi dan bukan). Jika akan bergabung dengan Golkar calon Abu Rizal Bakri dinilai SBY berpeluang kecil jika akan menang dalam presiden). Jika PD melalui SBY dapat dirangkul oleh Gerindra maka partai dalam poros tengah akan cenderung mengikutinya. Kedua, adalah dengan mendekati partai satu-satu. Kedekatan dengan PKB?PKB pun masih akan menjajaki peluang menang dan kalah nya jika dibanding akan berkoalisi dengan PDIP. Komunikasi politik dan ideologi partai yang ada kesamaan dan Marwan Jafar petinggi PKB yang pernah mengatakan akan berkoalisi dengan paham kebangsaan dan nasionalis. Hal yang mengerucut adalah ada wacana dari para petinggi NU (sebagai ormas islam terbesar di Indonesia) akan lebih senang memasangkan Mahfud MD dengan Prabowo. Ulama adalah panutan terbesar dari PKB dan jika para ulama sudah menginstruksikan makan semua akan loyal mengikutinya. Dengan demikian peluang PKB akan merapat ke Gerindra berpeluang besar. PKS banyak berseberangan dengan ideologi yang PDIP yang nasioanalis dengan ekstrimis islam dari PKS. Ideologi mereka tidak akan bertemu. Para petinggi PKS pun juga intensif melakukan komunikasi politik dengan Gerindra daripada dengan gerbong yang lain. Bahkan PKS akan mengincar cawapres dari Prabowo. PAN secara ideologi dan kedekatan emosional para petingginya juga lebih dekat dengan Gerindra. Bahkan ada wacana ketua umum PAN Hatta Rajasa akan dipasangkan dengan Prabowo. PPP sudah dipastikan akan merapat ke Gerindra selain dukungan dari personal ketua umum PPP Surya Darma Ali, Prabowo sendiri juga sudah mendapat restu dari ketua Majelis Syariah PPP (orang yang berpengaruh dalam PPP, karena hanya dengan ultimatum pencabutan SK, PPP yang semula pecah langsung bersatu kembali dalam Mukernas). PBB walaupun sudah dapat dipastikan tidak dapat melewati 3,5% sebagai ambang batas presidential threshold, akan tetapi angka suara dan basis massanya masih akan sangat berpengaruh terhadap mitra koalisinya. Gerindra merupakan partai yang paling dekat dan ada peluang untuk menjalin mitra koalisi.
Koalisi poros tengah tersebut juga akan bertarung sendiri dalam mengusung calon presiden. PD,PKB dan PAN yang akan berpeluang menawarkan calon presiden yang akan diusungnya. Mereka akan menentukan siapa yang akan dijadikan calon presiden dan wakil presiden. PD melalui konvensi dalam penjaringan calon presiden masih akan menentukan arah koalisi poros tengah ini. Figur SBY dan komunikasi politik yang digunakan tidak akan mustahil dengan kekuatan poros tengah ini akan menjadi kekuatan baru dan menjadi pesaing bagi kandidat presiden lain.
Dari analisis tersebut idealnya dalam pilpres nanti adalah sebagai berikut:
Prediksi pertama
  1. PDIP, Nasdem dan PKPI;
  2. Golkar dan Hanura; dan
  3. Gerindra dengan poros tengah (PD,PKB,PPP,PAN,PKS, dan PBB)
Prediksi kedua
  1. PDIP, Nasdem, PKPI, dan Hanura; dan
  2. Gerindra, Golkar, dan poros tengah (PD,PKB,PPP,PAN,PKS, dan PBB)

Landasan konstitutional
Dalam Pasal 6A ayat (3) UUD Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden dinyatakan menang dalam 1 putaran jika sudah mencapai 50% lebih dari suara nasional atau minimal 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi yang ada di Indonesia. Sementara itu selanjutnya di ayat (4) disebutkan jika belum ada pasangan yang dapat memenuhi ketentuan tersebut diatas (pada ayat (3)) maka akan diadakan pemilihan putarann kedua. Landasan konstitutional ini akan dijadikan sebagai acuan dari strategi politik dari masing- masing partai politik untuk mengatur konsep koalisi yang akan diformulasikan.
Pada pilpres tanggal 9 Juli 2014 mendatang hanya akan ada persaingan antara Jokowi dan Prabowo, akan tetapi mereka semua dapat gagal jika tidak memilih calon wakil presiden yang tepat. Jadi dan tidaknya mereka akan ditentukan oleh calon wakil presidennya. Menurut saya penentuan mereka bukan sosok pribadinya karena mereka masih memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Beda persoalan jika popularitas mereka seperti SBY menjelang pilpres 9 Juli 2009, bahwa SBY jika dipasangkan dengan siapa pun akan menang. Bahkan ada analogi ekstrim jika dipasangkan dengan sandal pun juga akan menang. Jauh populartias tersebut juga telah ada sejak menjelang pilpres pada 9 Juli 2004 dan terbukti SBY berhasil jadi presiden. Apakah mereka sudah pada tahap popularitas dan kewibawaan SBY? Jawabnya adalah belum dan tidak mungkin bisa. Banyak bukti dan fakta. Kandidat terkuat adalah Jokowi dari PDIP yang telah diprediksi banyak survey akan memenangkan pilpres dan terpilih sebagau presiden. Lawan terberat Prabowo dari Gerindra, akan tetapi belum dapat mengajukan sebagai presiden karena masih harus menggandengan partai lain. Jika tidak cepat dan menentukan koalisi maka hal terburuk adalah tidak dapat memajukan Prabowo sebagai presiden, karena banyak pihak khususnya marketing luar negeri yang ingin menggagalkannya. Jika partai lain tanggap dan dapat menangkap momentum tersebut dan bergabung maka yang paling ditentang justru akan menang sebagai presiden. Dalam telaah lebih lanjut gerbong dari Abu Rizal Bakri dari Golkar jika akan tetap maju hanya dapat memecah suara yang menggiring agar pilpres dalam 2 putaran. Hal akan berbeda lagi jika poros yang akan dipimpin SBY (calon dari pemenang konvensi PD) dapat terealisasi karena akan menggiring agar tidak ada pemenang dengan suara mayoritas mutlak, sehingga pilpres dalam 2 putaran. Dalam keadaan demikian pola koalisi yang terbentuk dari mereka adalah dari lawan akan menjadi kawan koalisi atau sebaliknya.
Dalam telaah lebih lanjut 2 kompetisi besar ada pada Jokowi (PDIP) dengan mitra koalisi Nasdem, PKPI dan Hanura. Mereka akan berkoalisi dalam koalisi kerakyatan. Saya sendiri lebih senang dengan sebutan nama “koalisi nasionalis”. Prabowo (Gerindra) dengan mitra koalisi Golkar, dan poros tengah (PD,PKB,PPP,PAN,PKS, dan PBB). Mereka akan berkoalisi dalam koalisi pelangi atau koalisi gemuk atau koalisi tenda besar atau koalisi dalam setgab jilid II. Saya sendiri lebih senang dengan sebutan nama “koalisi patriotis”. Siapakah yang akan jadi R1-7?Jokowi dan Prabowo idealnya berpasangan dengan siapa?. (lihat buku yang berjudul “Gejolak Politik Hukum Vs Dilematika Tata Negara Indonesia (Menuju Pemilu 2014), dalam Sayfudin (2014:211). Telah dikupas tuntas kalkulasi dan nama-nama pasangan yang ideal dalam duet pilpres pada tanggal 9 Juli 2014.

Perenungan nasib bangsa???
Akhirnya saya kutip dalam Sayfudin (2014:214) dikatakan bahwa Samuel P.Huntington berkata tentang hasil pemilihan umum dikatakan bahwa siapa dan kelompok mana yang memiliki legitimasi untuk memerintah?Arah kebijakan dan tujuan-tujuan apa yang hendak diambil oleh yang memerintah itu?. Dari substansi ini mari kita renungkan bersama akan prosesi selama pemilihan umum tahun 2014 berlangsung dan efeknya bagi kebaikan bangsa Indonesia. Partai manakah yang akan menjadi pemenang dan apakah pemimpin terpilih juga akan dari partai pemenang tersebut?Ataukah akan berkoalisi dengan partai lain agar dapat menang dan memenangkan calon presiden dan/atau wakil presiden yang diusung?.Bagaimanakah pola koalisi yang akan dibangun oleh partai politik?baik yang akan mendukung pemerintahan maupun yang berada di luar pemerintahan?Mampukah mereka akan saling bersinergi demi perbaikan tata pemerintahan?Ataukah akan saling menjatuhkan dengan hanya mementingkan golongan dan partainya sendiri?Pergantian estafet kepemimpinan sebagai RI-7 akan menjadi pertaruhan dan adu gengsi dari masing-masing partai politik dari calon presiden yang diisung dan berhasil menjadi pemimpin di negeri ini. Pada pemilihan umum tahun 2014 ini adalah kesempatan terakhir bagi generasi pertama pasca reformasi untuk menjadi pemimpin di negeri ini. Pada pemilihan umum tahun 2019 mendatang adalah generasi kedua yang akan memberikan warna dan gebrakan baru di negeri ini. Siapa pun presiden R1-7 kita semua berharap akan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa ini, karena selfrecpect is one of to build character nation. Indonesia adalah the great nation, maka momentum pemilihan umum tahun 2014 ini adalah pertaruhan dan pembuktian terhadap dunia internasional. Jaya Indonesia. Amiiin.


Read more ...
Designed By Mas Say