Mindsite
demokrasi
Pasca pemilu
legislatif pada 9 April 2014 terlihat dalam beberapa survey
(Cyrus-CSIS) terkait hasil perolehan partai politik. Pada peringkat 3
besar akan sangat menentukan karena telah memilih presiden yang akan
diusung (PDIP, Golkar, dan Gerindra). Sedangkan pada posisi 4 dan 5
(Demokrat dan PKB) akan berfungsi stimulus bagi partai lain dalam
menentukan koalisi. Partai diatas 5 besar akan cenderung mengikuti
magnet pada partai 3 besar yang telah memiliki calon presiden. Posisi
4 dan 5 ini selain sebagai stimulus juga sebagai mediator dalam
menentukan koalisi. Bahkan dalam beberapa tulisan saya akan merapat
kemanakah posisi 4 dan 5 ini akan jadi kunci siapa yang akan jadi
R1-7. Terkait dengan hasil perolehan hasil suara partai politik juga
sudah di bahas dalam buku terbaru menyambut Pemilu 2014 edisi (2
April 2014) yang berjudul “Gejolak Politik Hukum VS Dilematika Tata
Negara Indonesia (Menuju Pemilu 2014)” dalam Sayfudin (2014: 179)
telah didahului dengan analisis partai politik terkait peta
kelemahan, kekuatan, strategi pemenangan dan bahkan peluang
masing-masing partai politik. Hasilnya pun sesuai dengan hasil quick
count yang sekarang ada pada peringkat partai, tidak ada suara yang
lebih dari 20% (presidential
threshold)
dan yang tidak lolos dibawah angka 3,5% (parliemantary
threshold).
Semua partai politik berdasarkan survey tersebut akan menentukan
koalisi dengan partai mana setelah pengumuman resmi dari KPU pada
tanggal 7-9 Mei 2014 baik pengumuman penetapan suara secara nasional
dan juga partai politik yang lolos dan tidak dari parliemantary
threshold. Proses konsolidasi, koalisi dan suksesi adalah wisdom
af way
bagai partai politik dalam mengemban amanah rakyat dan bangsa.
Berkaitan dengan
koalisi partai politik dengan sistem presidential saya mencoba
menganalisis dari buku yang berjudul “Sistem Presidential dan Sosok
Presiden Ideal” dalam Maswadi Rauf dkk (2009:79) ada istilah yang
menurut saya menarik buat dikaji terkait “segmentasi ideologis”.
Pemaknaan ini akan berkaitan dengan gaya dan pola setiap partai
politik dalam memilih kawan koalisi. Harga diri dan gengsi partai
akan diletakan pada posisi ini. Partai yang berbasis nasionalis,
religious, dan nasionalis-religious akan mengambil langkah dengan
hati-hati karena selain harga diri partai dengan perjuangan ideologi
yang dibawanya juga merupakan pertaruhan akan masa depan dalam pemilu
tahun 2019.
Dalam buku yang
berujudul “Politik Muka Dua” dalam David Runciman (2012:180)
Bentham memberikan deskripsi tentang fiksi demokrasi. Hal ini ia
kupas tuntas dalam karyanya yang berjudul “Political Tactics”.
Substansi pertama
adalah
fiksi demokrasi dikaitkan dengan nilai opini publik yang terdapat
arti benar dan salah, karena dianggapnya seluruh opini publik yang
tidak pernah bisa dipahami dalam suatu penilaian tunggal. Kedua
adalah nilai individu dari persepktif seseorang bahwa tekadang harus
menilai orang tersebut dalam keadaan benar, walaupun pada dasarnya
terdapat nilai kesalahan. Hal ini dimaksudakan agar terjadi
kepentingan terbaik buat mereka. Dalam 2 hal inilah saya akan mencoba
menganalisis dengan fakta yang ada tekait dengan gaya koalisi dan
sinerginya dengan fiksi demokrasi terhadap partai politik sekarang.
Peta koalisi
partai politik
Koalisi cerdas akan
menghasilkan pemikiran dan tindakan yang bijak artinya kepentingan
partai politik akan tereduksi dengan dengan common
sense
pada demokratisasi membangun negeri. Platform pergerakan akan tetap
ada dan harus ada sebagai pijakan pergerakan partai politik, akan
tetapi ketika sudah dibenturkan dengan upaya perbaikan bangsa maka
platform tersebut harus tercurahkan demi kepentingan bangsa dan
negara. Sebaliknya koalisi pedas adalah partai politik lebih
mementingkan ideologi yang dipaksakan dalam berkoalisi. Tujuan yang
pragmatis,sikapnya yang skeptis terhadap kepentingan rakyat, dan
cenderung oportunis terhadap setiap kesempatan tanpa berpikir akan
dampaknya terhadap kepentingan bangsa dan negara. Akan pada
kecenderungan koalisi cerdas atau pedaskan peta koalisi yang akan
diformasi dalam persiapan pilpres pada 9 Juli 2014 mendatang?
- PDIP, Nasdem (sudah resmi koalisi) bergabung dalam koalisi kerakyatan) dan sudah dapat mengusung calon presiden dan wakilnya karena telah mencapai angka diatas 20%;
- Golkar sampai sekarang belum ada kawan koalisi;
- Gerindra, PPP (sudah resmi walau ada hambatan dari internal PPPP) begabung dalam koalisi pelangi atau gemuk jilid II atau koalisi tenda besar. Belum memenuhi angka 20% dan masih harus mencari 1 partai politik lagi; dan
- Koalisi poros tengah atau koalisi Indonesia raya (idealnya diisi oleh partai politik islam seperti PKB,PKS,PAN,PBB, PPP (jika berhasil ditarik dari Gerindra)) akankah dipimpin oleh PD?mengingat telah terjadi koalisi dalam pemerintahan periode 2009-2014 dalam Setgab. Jika digabung sudah memenuhi angka 20%.
Hanura idealnya
masuk gerbong Golkar, walaupun juga dapat bersifat dinamis. Disisi
lain PKPI paling ideal akan masuk pada koalisi kerakyatan pimpinan
PDIP, akan tetapi masih dinamis akan ikut mana saja.
Dari peta koalisi
tersebut seperti apakah analisisnya?. Jelas dari peta koalisi
tersebut yang sudah dapat dipastikan mendapat 1 tiket dalam pilpres
adalah Jokowi dari PDIP. Nasdem sudah resmi bergabung karena selain
kedekatan dengan antara Megawati dengan Surya Paloh juga disebabkan
karena sejak awal berdiri Nasdem sudah terlihat dari gerakan
restorasinya selalu berada diluar pemerintah. Iklan PDIP sewaktu
pileg di Metro TV yang sedemikian gencar sebenarnya merupakan sinyal
di belakang mereka suh berkoalisi dan sebagai formalitas saja setelah
beberapa hari setelah hasil quick count Jokowi safari politik ke
Nasdem dan terbukti tidak lama pertimbangan dan tanpa syarat Nasdem
bergabung dengan PDIP. Partai yang masih memungkinkan gabung walaupun
kemungkinannya kecil adalah PKB karena pada koalisi kebangsaan pada
pilpres tahun 2004 Megawati pernah berpasangan dengan Hazim Muzadi
dari PKB. Selain itu PKB dengan pimpinan Muhaimin Iskandar juga sudah
sering berkomunikasi dengan PDIP. PPP dari kubu Romi yang sempat ada
perpecahan internal juga akan merapat ke PDIP, hal ini juga dapat
logis mengingat Hamzah Haz dari PPP pernah mendampingi Megawati
sewaktu menjadi presiden. Akan tetapi dalam fakta kubu Surya Darma
Ali sebagai ketua umum PPP sudah merapat dan secara personal
menyatakan berkoalisi dengan Gerindra, walaupun legalitasnya akan
ditentukan dalam Mukernas PPP. PKPI dengan pimpinan mantan jendral
dan ideologi partainya lebih dekat dengan PDIP dan jauh jika akan
masuk gerbong yang lain.
Golkar hanya dengan
menggandeng 1 partai sudah dapat mengusung calon presidennya,
Idealnya adalah Hanura. Hal ini disebabkan selain gengsi Hanura
dengan pimpinan mantan jendral ketika akan masuk dalam gerbong lain
akan sulit. Selain itu juga secara historis Wiranto adalah eks dari
Golkar. Tahun 2004 menang dalam konvensi Golkar sebagai calon
presiden yang resmi diusung sebelum tahun 2006 membentuk partai
sendiri, walaupun Jusuf Kalla dengan kebijakan personal yang juga
dari Golkar memilih berpasangan dengan SBY. Kedekatan itulah Hanura
sebaiknya merapat dengan Golkar.
Gerindra dengan kubu
yang ada di poros tengah semua ada kedekatan baik antara petinggi
partai, ideologi dan lobi politik yang dilakukan. Kuncinya ada 2 hal,
yaitu pertama
dekati PD melalui SBY (apakah gengsi para petinggi TNI masih
ada?akankah Prabowo mau menemui SBY mengingat jabatan sewaktu di
militer lebih tinggi Prabowo?walaupun sekarang SBY sebagai
presiden?disisi lain SBY sebagai presiden dan partai penguasa juga
tetap akan menjaga citra tidak akan mendahului dalam melakukan lobi
politik terlebih dahulu?pada gerbong ini lah SBY sebenarnya paling
dekat, karena dengan PDIP tidak mungkin (karena ada konflik pribadi
bertahun-tahun yang belum cair antara Megawati dan SBY. Selain itu
juga kedua partai berbeda posisi dalam pemerintah oposisi dan bukan).
Jika akan bergabung dengan Golkar calon Abu Rizal Bakri dinilai SBY
berpeluang kecil jika akan menang dalam presiden). Jika PD melalui
SBY dapat dirangkul oleh Gerindra maka partai dalam poros tengah akan
cenderung mengikutinya. Kedua,
adalah dengan mendekati partai satu-satu. Kedekatan dengan PKB?PKB
pun masih akan menjajaki peluang menang dan kalah nya jika dibanding
akan berkoalisi dengan PDIP. Komunikasi politik dan ideologi partai
yang ada kesamaan dan Marwan Jafar petinggi PKB yang pernah
mengatakan akan berkoalisi dengan paham kebangsaan dan nasionalis.
Hal yang mengerucut adalah ada wacana dari para petinggi NU (sebagai
ormas islam terbesar di Indonesia) akan lebih senang memasangkan
Mahfud MD dengan Prabowo. Ulama adalah panutan terbesar dari PKB dan
jika para ulama sudah menginstruksikan makan semua akan loyal
mengikutinya. Dengan demikian peluang PKB akan merapat ke Gerindra
berpeluang besar. PKS banyak berseberangan dengan ideologi yang PDIP
yang nasioanalis dengan ekstrimis islam dari PKS. Ideologi mereka
tidak akan bertemu. Para petinggi PKS pun juga intensif melakukan
komunikasi politik dengan Gerindra daripada dengan gerbong yang lain.
Bahkan PKS akan mengincar cawapres dari Prabowo. PAN secara ideologi
dan kedekatan emosional para petingginya juga lebih dekat dengan
Gerindra. Bahkan ada wacana ketua umum PAN Hatta Rajasa akan
dipasangkan dengan Prabowo. PPP sudah dipastikan akan merapat ke
Gerindra selain dukungan dari personal ketua umum PPP Surya Darma
Ali, Prabowo sendiri juga sudah mendapat restu dari ketua Majelis
Syariah PPP (orang yang berpengaruh dalam PPP, karena hanya dengan
ultimatum pencabutan SK, PPP yang semula pecah langsung bersatu
kembali dalam Mukernas). PBB walaupun sudah dapat dipastikan tidak
dapat melewati 3,5% sebagai ambang batas presidential threshold, akan
tetapi angka suara dan basis massanya masih akan sangat berpengaruh
terhadap mitra koalisinya. Gerindra merupakan partai yang paling
dekat dan ada peluang untuk menjalin mitra koalisi.
Koalisi poros tengah
tersebut juga akan bertarung sendiri dalam mengusung calon presiden.
PD,PKB dan PAN yang akan berpeluang menawarkan calon presiden yang
akan diusungnya. Mereka akan menentukan siapa yang akan dijadikan
calon presiden dan wakil presiden. PD melalui konvensi dalam
penjaringan calon presiden masih akan menentukan arah koalisi poros
tengah ini. Figur SBY dan komunikasi politik yang digunakan tidak
akan mustahil dengan kekuatan poros tengah ini akan menjadi kekuatan
baru dan menjadi pesaing bagi kandidat presiden lain.
Dari analisis
tersebut idealnya dalam pilpres nanti adalah sebagai berikut:
Prediksi
pertama
- PDIP, Nasdem dan PKPI;
- Golkar dan Hanura; dan
- Gerindra dengan poros tengah (PD,PKB,PPP,PAN,PKS, dan PBB)
Prediksi kedua
- PDIP, Nasdem, PKPI, dan Hanura; dan
- Gerindra, Golkar, dan poros tengah (PD,PKB,PPP,PAN,PKS, dan PBB)
Landasan
konstitutional
Dalam Pasal 6A ayat
(3) UUD Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa
pasangan calon presiden dan wakil presiden dinyatakan menang dalam 1
putaran jika sudah mencapai 50% lebih dari suara nasional atau
minimal 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari
setengah jumlah provinsi yang ada di Indonesia. Sementara itu
selanjutnya di ayat (4) disebutkan jika belum ada pasangan yang dapat
memenuhi ketentuan tersebut diatas (pada ayat (3)) maka akan diadakan
pemilihan putarann kedua. Landasan konstitutional ini akan dijadikan
sebagai acuan dari strategi politik dari masing- masing partai
politik untuk mengatur konsep koalisi yang akan diformulasikan.
Pada pilpres tanggal
9 Juli 2014 mendatang hanya akan ada persaingan antara Jokowi dan
Prabowo, akan tetapi mereka semua dapat gagal jika tidak memilih
calon wakil presiden yang tepat. Jadi dan tidaknya mereka akan
ditentukan oleh calon wakil presidennya. Menurut saya penentuan
mereka bukan sosok pribadinya karena mereka masih memiliki kekurangan
dan kelebihan masing-masing. Beda persoalan jika popularitas mereka
seperti SBY menjelang pilpres 9 Juli 2009, bahwa SBY jika dipasangkan
dengan siapa pun akan menang. Bahkan ada analogi ekstrim jika
dipasangkan dengan sandal pun juga akan menang. Jauh populartias
tersebut juga telah ada sejak menjelang pilpres pada 9 Juli 2004 dan
terbukti SBY berhasil jadi presiden. Apakah mereka sudah pada tahap
popularitas dan kewibawaan SBY? Jawabnya adalah belum dan tidak
mungkin bisa. Banyak bukti dan fakta. Kandidat terkuat adalah Jokowi
dari PDIP yang telah diprediksi banyak survey akan memenangkan
pilpres dan terpilih sebagau presiden. Lawan terberat Prabowo dari
Gerindra, akan tetapi belum dapat mengajukan sebagai presiden karena
masih harus menggandengan partai lain. Jika tidak cepat dan
menentukan koalisi maka hal terburuk adalah tidak dapat memajukan
Prabowo sebagai presiden, karena banyak pihak khususnya marketing
luar negeri yang ingin menggagalkannya. Jika partai lain tanggap dan
dapat menangkap momentum tersebut dan bergabung maka yang paling
ditentang justru akan menang sebagai presiden. Dalam telaah lebih
lanjut gerbong dari Abu Rizal Bakri dari Golkar jika akan tetap maju
hanya dapat memecah suara yang menggiring agar pilpres dalam 2
putaran. Hal akan berbeda lagi jika poros yang akan dipimpin SBY
(calon dari pemenang konvensi PD) dapat terealisasi karena akan
menggiring agar tidak ada pemenang dengan suara mayoritas mutlak,
sehingga pilpres dalam 2 putaran. Dalam keadaan demikian pola koalisi
yang terbentuk dari mereka adalah dari lawan akan menjadi kawan
koalisi atau sebaliknya.
Dalam telaah lebih
lanjut 2 kompetisi besar ada pada Jokowi (PDIP) dengan mitra koalisi
Nasdem, PKPI dan Hanura. Mereka akan berkoalisi dalam koalisi
kerakyatan. Saya sendiri lebih senang dengan sebutan nama “koalisi
nasionalis”.
Prabowo (Gerindra) dengan mitra koalisi Golkar, dan poros tengah
(PD,PKB,PPP,PAN,PKS, dan PBB). Mereka akan berkoalisi dalam koalisi
pelangi atau koalisi gemuk atau koalisi tenda besar atau koalisi
dalam setgab jilid II. Saya sendiri lebih senang dengan sebutan nama
“koalisi
patriotis”.
Siapakah yang akan jadi R1-7?Jokowi dan Prabowo idealnya berpasangan
dengan siapa?. (lihat buku yang berjudul “Gejolak Politik Hukum Vs
Dilematika Tata Negara Indonesia (Menuju Pemilu 2014), dalam Sayfudin
(2014:211). Telah dikupas tuntas kalkulasi dan nama-nama pasangan
yang ideal dalam duet pilpres pada tanggal 9 Juli 2014.
Perenungan nasib
bangsa???
Akhirnya saya kutip
dalam Sayfudin (2014:214) dikatakan bahwa Samuel P.Huntington berkata
tentang hasil pemilihan umum dikatakan bahwa siapa dan kelompok mana
yang memiliki legitimasi untuk memerintah?Arah kebijakan dan
tujuan-tujuan apa yang hendak diambil oleh yang memerintah itu?. Dari
substansi ini mari kita renungkan bersama akan prosesi selama
pemilihan umum tahun 2014 berlangsung dan efeknya bagi kebaikan
bangsa Indonesia. Partai manakah yang akan menjadi pemenang dan
apakah pemimpin terpilih juga akan dari partai pemenang
tersebut?Ataukah akan berkoalisi dengan partai lain agar dapat menang
dan memenangkan calon presiden dan/atau wakil presiden yang
diusung?.Bagaimanakah pola koalisi yang akan dibangun oleh partai
politik?baik yang akan mendukung pemerintahan maupun yang berada di
luar pemerintahan?Mampukah mereka akan saling bersinergi demi
perbaikan tata pemerintahan?Ataukah akan saling menjatuhkan dengan
hanya mementingkan golongan dan partainya sendiri?Pergantian estafet
kepemimpinan sebagai RI-7 akan menjadi pertaruhan dan adu gengsi dari
masing-masing partai politik dari calon presiden yang diisung dan
berhasil menjadi pemimpin di negeri ini. Pada pemilihan umum tahun
2014 ini adalah kesempatan terakhir bagi generasi pertama pasca
reformasi untuk menjadi pemimpin di negeri ini. Pada pemilihan umum
tahun 2019 mendatang adalah generasi kedua yang akan memberikan warna
dan gebrakan baru di negeri ini. Siapa pun presiden R1-7 kita semua
berharap akan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa ini, karena
selfrecpect
is one of to build character nation.
Indonesia adalah the
great nation,
maka momentum pemilihan umum tahun 2014 ini adalah pertaruhan dan
pembuktian terhadap dunia internasional. Jaya Indonesia. Amiiin.