Breaking News

21 September 2011

Artikel Tentang Money Laundry Oleh Vincentius Amin Sutanto Dalam Komplikasi Penggelapan Pajak dan Tinjauan Hukumnya Sebagai Penghancur Perekonomian Rakyat

Tindak pidana korupsi oleh ASIAN AGRI GROUP sebagai perintis adanya money laundry oleh Vincentius Amin Sutanto

      Berdasarkan hasil tim intelijen dan penyidikan Direktur Jendral Pajak Mochammad Tjiptoraharjo menyatakan bahwa telah ada tindak pidana korupsi berupa penggelapan pajak yang dilakukan oleh P.T Asian Agri Group sebesar 1,3 triliun rupiah. Setelah itu maka pihak Direktorat Jendral Pajak melakukan upaya penyitaan pada dokumen-dokumen, tapi dari pihak P.T Asian Agri Group yang diwakili oleh P.T Inti Indosawit Subur melakukan gugatan pra peradilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Upaya yang dilakukan oleh pihak Asian Agri Group ternyata dikabulkan oleh dan telah divonis pada tanggal 1 Juli 2008. Hal ini telah menimbulkan rasa tidak puas dari pihak Direktorat Jendral Pajak  maka dari pihak mereka ganti melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung agar penggelapan pajak itu mendapat sangsi yang tegas, karena kasus itu merupakan kejahatan terbesar terhadap  terhadap pajak di Indonesia. Upaya kasasi itu ternyata membawa batu sandungan di Kejaksaaan Agung, karena berkas-berkas yang diajukan kurang lengkap. Hal inilah yang menjadi kendala bagi pihak Direktorat Jendral Pajak untuk proses hkum selanjutnya (Koran Kompas, Selasa 15 Juli 2008, hal.3)

Substansi Penggelapan Pajak Oleh ASIAN AGRI GROUP Berupa Money Laundry Dari Vincentius Amin Sutanto
          Vincentius Amin Sutanto bekas manajer pengontrol keuangan Asian Agri, ternyata selama menjabat di Asian Agri Group diam-diam melakukan tindakan money laundry dari aset yang telah digelapakan PT itu. Ia telah mentransfer uang perusahaan sebesar 3,1 US Dollar atau sebesar 28 miliar ke perusahaan fiktif miliknya. Itu pun yang berhasil dicairkan hanya 200 juta saja. Dia sempat kabur ke Singapura, tapi tidak lama kemudian menyerahkan diri. Akhirnya kasus itu ditangani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan vonis 11 tahun penjara. Selama menjalani penahanannya ia memberikan kesaksian atas penggelapan pajak yang dilakukan oleh Asian Agri Group. Akibat berbagai manipulasi pajak yang diduga dilakukan perusahaan agrobisnis milik Sukanto Tanoto ini negara dirugikan lebih dari 1 triliun. Malang bagi Vincent sewaktu kabur ke Singapura ternyata dia diketahui telah melakukan pemalsuan paspor, akibat tragedi ini maka dia akan mendapat jeratan hukum lagi pihak kejaksaan dan polisi telah mengusutnya, pihak kepolisian dari Kalimantan Barat berusaha memindahakan Vincent dari Jakarta, namun usaha itu sempat dicegah oleh Mentri Keuangan Sri Mulyani agar tetap di Jakarta untuk membongkar penggelapan pajak Asian Agri Group, karena ia adalah saksi utamanya (Harian Kompas, 12 September 2008, Hal.1-2). Kontroversi pemindahan itu mendapat banyak tanggapan dari berbagai kalangan. Menteri Hukum dan Ham, Andi Matalata berpendapat Vincent baru akan dipindahkan ke Kalimantan Barat jika sudah ada jadwal persidangan (Harian Kompas, 16 September 2008, Hal.3).


Skema Alur Kasus Money Laundry Versus Penggelapan Pajak Oleh Asian Agri Group


Penggelapan Pajak Oleh Asian Agri Group Sebesar 1,3 Triliun







Terbesar Dalam Sejarah Di Indonesia






Adanya Perlawanan aktif dan pembangkangan terhadap hukum dan aturan perpajakan






Timbul Konflik antara Pengadilan Negeri Selatan dan Direktorat Jendral Pajak






Timbulnya Money Laundry sebesar 28 milliar dengan cara THE PLACEMENT 1






Divonis 11 Tahun Penjara





           
Aktor pokoknya belum tertangkap dan adanya kamuflase hukum yang berbelit-belit

















Menimbulkan Implikasi adanya  The State Captured Coruption 
Perekonomian negara dan rakyat jadi hancur


ANALISIS KASUS

1.Dari sudut pandang uu no.16 tahun 2000 tentang  perpajakan yang secara
   tidak langsung telah membuat perekonomian rakyat hancur
 
   Dalam hukum pajak ada 2 substansi tentang perlawanan pajak yaitu:
1.      Perlawanan Pasif yaitu suatu perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat karena keadaaan sosial ekonominya yang masih belum mencukupi untuk membayar pajak dan perlawanannya itu dilakukan secara sistematis
2.      Perlawanan Aktif yaitu Perlawanan yang sengaja dilakukan oleh wajib pajak dan tersistematis dengan tujuan tidak membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayar, perlawana ini masih dibagi 2 yaitu:
a)      Penghindaran Pajak (tax avoidance) adalah usaha pengurangan secara ilegalyang dilakukan dengan memanfaatkan ketentuan di bidang perpajakn secara optimal seperti; potongan-potongan yang sah dan memanfaatkan kelemahan yang ada dalam perpajakan.
b)      Penggelapan Pajak (tax evasion) adalah bentuk pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar peraturan perpajakan seperti; memalsukan data atau menyembunyikannya
·         Komplikasi kasus money laundry dalam perpajakan itu adalah termasuk dalam katagori PENGGELAPAN PAJAK, karena yang dilakukan oleh Asian Agri adalah mamalsukan data dan merubahnya ia melakukan secara tersistematis seoalah-olah perbuatannya itu dapat cover legal dan sah secara hukum. Jika ditinjau dari teori dalam money laundry itu termasuk  PROSES THE INTEGRATION 3, yaitu mengklamufasekan suatu perbuatan menggelapkan uang agar terlhat secara hukum itu sah dan legal padahal sebenarnya itu melanggar hukum.


2.ADANYA PELANGGARAN DAN PENYIMPANGAN DARI UU NO.16
   TENTANG PERPAJAKAN
    Perbuatan yang telah dilakukan pihak Asian Agri melanggar uu no.16 tahun 2000 tentang perpajakan pada pasal 28 ayat 3 dalam pasal itu disebutkan”Pembukuan atau pencatatn tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha tang sebenarnya”
    Proses penggelapan pajak yang terkontaminasi dengan money laundry secara tidak langsung telah membuat perekonomian negara menjadi hancur tidak karuan.otomatis akan membawa dampak tersendatnya ekonomi masyarakat. Kronologis hal ini terjadi sebab pajak merupakan salah satu unsur pemasukan devisa negara yang besar, tapi dengan adanya kasus ini mengakibatkan pemasukan kas negara menjadi berkurang. Dampaknya memang tidak langsung nyata tapi proses pembagunan sarana dan prasarana umum akan menjadi terhambat sebagai contoh pembagunan pasar akan terhenti pembangunan jalan yang notabenya pusat kalancaran perekonomian rakyat akan terhambat pula.. Dengan demikian proses kegiatan rakyat pun akan tidak dapat berjalan stabil pula.                      
    Dalam pasal 29 ayat 1 disebutkan bahwa”Direktorat Jendral Pajak berwenga melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakandan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan” selanjutnya di ayat 3 point a disebutkan” Wajib pajak yang diperiksa wajib memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,pekerjaan bebas wajib pajak atau objek yang terutang pajak
    Dalam pasal 44 ayat 2 point  d, e, dan f disebutkan bahwa”Pejabat Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jendral Pajak diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidik tindak pidana di bidang perpajakan, sebagaiman dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku, memeriksa buku-buku, catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan,melakukan penggledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan,penacatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut,meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan”
    Telah jelas bahwa pihak Asian Agri dengan sengaja memberikan laporan palsu dan tidak ada itikad baik dalam memberikan laporan ke Direktorat Jendral Pajak, hal ini terbukti secara hukum telah melanggar aturan pasal 28 ayat 3 tersebut di atas.Selain itu ada aturan (pasal 29 ayat 1 dan pasal 44 di atas) mengindikasikan adanya kewenangan penuh Direktorat Jendral Pajak untuk terus mengusut penggelapan pajak yang di lakukan oleh Asian Agri Group, tapi yang menjadi kendala adalah dalam pengumpulan bukti-buktinya masih kurang, sehingga sampai sekarang sulit untuk menjerat secara hukum untuk di ajukan ke pengadilan. Pihak Direktorat Jendral Pajak harus bekerja ekstra keras dalam penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti baru apalagi telah ada payung hukum yang telah mengatur kewenangan tersebut. Jika dari proses penyidikan itu ada temuan baru maka garus segera diadakan penyitaan sebagai bukti baru untuk dibawa ke pengadilan

3.ADANYA KETIMPANGAN PROSEDUR HUKUM

   Sengketa antara penegak hukum mendapat berbagai tanggapan salah satunya dari pengamat hukum Bambang Widjoyanto yang mendukung langkah yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak menunggu kasasi MA, karena ia merasa ada yang mengganjal dari kasus itu yaitu adakah kewenangan dari lembaga peradilan yang memenangkan gugatan praperadilan atas penyitaan dokumen-dokumen  Asian Agri, padahal jika ditinjau dari KUHAP tidak ada kewenangan untuk memenangkan kasus gugatan itu. Jika berpedoman dari hal itu maka vonis yang telah dilakukan lembaga peradilan itu tidak syah artinya telah jelas bahwa Asian Agri lewat proses penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Direktorat Jendral Pajak telah melanggar hukum dan membuat dampak pada kerugian negara. Masalahnya sekarang adalah berkas-berkas sebagai bukti itu dirasa tidak cukup untuk memvonis kasus Asian Agri itu. Agar kasus itu cepat selesai maka pihak Direktorat Jendral Pajak harus segera mengumpulkan saksi dan bukti baru demi tegaknya supremasi hukum di instansi perpajakan.


4.ANALISIS ATAS SANGSI PENGGELAPAN PAJAK BERDASARKAN UU
   NO.16 TAHUN 2000
      Dalam pasal 38 point b disebutkan bahwa”Setiap orang yang karena kealpaanya menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling tinggi 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
    Dalam pasal 39 ayat 1 point e dan g disebutkan bahwa”Setiap orang yang dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu  yang palsu atau seolah-olah benar dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan penjara selama-lamanya 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar”
    Dalam pasal 41 A disebutkan bahwa”Setiap orang yang menurut pasal 35 undang-unndang ini wajib memberi keterangan  atau bukti yang diminta tetapi denagn sengaja tidak memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana penjara  paling lama 1 tahun dan denda paling tinggi sepuluh juta rupiah”
     Berpedoman dari aturan di atas maka kasus yang dilakukan oleh Asian Agri Group bukan merupakan kealpaan lagi, tapi merupakan kesengajaan (pasal 39 ayat 1 point e dan g) dengan melakukan pemalsuan data, dokumen dan bahkan memanfaatkan adanya kelemahan hukum. Perbuatan itu mempunyai sangsi bagi pihak Asian Agri yaitu pidana penjara selama 6 tahun dan denda 4 kalinya artinya harus mengembalikan pada negara sebasar 12,4 U$ Dollar. Hal ini sudah setimpal dengan perbutannya yang telah merugikan perekonomian negara.Mengenai perbuatan Vincent dapat dianalisis dari pasal 41 A yaitu karena ia adalah bagian dari karyawan pihak Asian Agri secara realistis ia pasti tahu tentang keuangannya, sebagai bukti ia berani melakukan transfer uang ke rekening pribadinya ini adalah”TINDAKAN KRIMINALITAS DALAM KEJAHATAN PIDANA YANG TERKAMUFLASE OLEH HUKUM SEMU” ia adalah saksi pokok agar penggelapan pajak itu segera dapat diselesaikan secara hukum. Ia juga akan mendapatkan sangsi jika pihak Direktorat Jendral Pajak meminta untuk bersaksi tapi ia tidak mau memberikan keterangan yang jujur. Pidana yang dapat dijatuhakan penjara tahun dan denda sepuluh juta rupiah.

5.TINJAUAN DARI UU NO.15 TAHUN 2002 TENTANG MONEY LAUNDRY
   DAN ANALISIS HUKUMNYA
   Dalam pasal 17 uu no.15 tahun 2002 tujuan utamanya adalah untuk memudahkan bagi penegak hukum melakukan pelacakan terhadap nasabah terhadap dugaan pencucian uang. Selanjutnya menurut Financial Action Task Force (FATF) dalam the 40 recommendations yang dibuatnya antara lain:
    1.Lembaga Keuangan wajib melaporkan jika nasabahnya ada hal-hal yang
       mencurigakan dalam transaksi keuangan
    2.Memutuskan hubungan bisnis kepada nasabahnya yang dicurigai dan menutup
       rekening nasabha tersebut.
    3. Supaya disilidiki dan dilaporkan kepada lembaga pengawasan dan hukum mengenai
        transaksi keuangan yang tidak memiliki tujuan ekonomis(Pujiono dkk, 2007:129)  
     Dalam pasal 8 UU no.15 tahun 2002 disebutkan bahwa
Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan
kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dipidana
dengan pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”
    Jika berpedoman dari hal di atas maka seharusnya bank tempat penyimpana uang dari Vincent harus melaporkan semua dana yang masuk dan keluar yang dilakukannya, bank tersebut dapat bekerjasama dengan PPATK agar lebih valid dalam mendeteksi sekecil apapun uang yang digelapkan oleh Vincent, sehingga bukti atau pun data baru dapat diperoleh guna proses hukum selanjutnya, tapi jika pihak bank yang terlibat justru kerjasama dengan Vincent maka pihak penyedia jasa akan mendapatkan sangsi sesuai yang tertera di pasal 18 tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Koran Kompas, Selasa 15 Juli 2008, hal.3

Harian Kompas, 12 September 2008, Hal.1-2

Harian Kompas, 16 September 2008, Hal.3

Suandy,Early.2000.Hukum Pajak.Yogyakarta:Salemba Empat

Gerven, W. Van. Alih bahasa Hartini Tranggono. 1990. Kebijaksanaan hakim. Jakarta : Erlangga.       
Pujiono dkk.2007. ”Upaya-Upaya Bank Indonesia Dalam Menanggulangi Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Bank IndonesiaYustisia Jurnal Hukum.Surakarta: Fakultas Hukum

UU no.16 tahun 2000 tentang perpajakan
UU no.15 tahun 2002 tentang money laundry

Keterangan Lain

1 The Placement adalah konversi dari uang tunai yang diperoleh dari kejahatan atau
  perbuatan melawan hukum ke dalam berbagai asset, seperti deposito bank, real estate
  atau dalam bentuk saham-saham
2 The State Captured Corruption adalah teori yang dikemukakan oleh ilmuan Norwegia
   Stein Christiansen yang menyatakan bentuk korupsi secara bersama-sama dan
   berjamaah
3 The Integration adalah suatu daya tipu muslihat guna dapat memberikan legitimasi
  terhadap uang hasil kejahatan dan telah mengklamufasekan hukum

Read more ...

ARTIKEL NORMA DALAM ILMU PERUNDANG-UNDANGAN


A.     Norma ditinjau dari sudut pandang hal yang diatur/perbutannya/tingkah lakunya
Contoh norrma hukum abstrak yaitu:
…..Memancing ikan…..
…..Memetik buah…..
Contoh norrma hukum konkrit yaitu:
…..Memancing ikan dengan kail di Sungai Bengawan Solo
…..Memetik buah apel bersama ibunya di kebun

B. Norma ditinjau dari panduan kombinasi sifat-sifat norma hukum umum dan norma hukum individual
Contoh norma hukum umum-abstrak yaitu:
1.      Setiap manusia tidak diperbolehkan merusak tanaman tetangganya
2.      Setiap warga negara dilarang merampas hak-hak asasi milik orang lain
Contoh norma hukum umum-konkrit yaitu:
1.      Setiap orang dilarang merusak gedung DPR/MPR RI yang ada di Jakarta Pusat
2.      Setiap warga negara dilarang masuk tanpa izin ke kedutaan besar Negara Australia yang berada di Jln.Mawar No.45 Gang A2 Jakarta Selatan
Contoh norma hukum individual-abstrak yaitu:
1.      Saudara Kaka yang beralamat di Jln.Melati No.99 Ds.Sidomukti, Kec.Plosan, Kab.Magetan Jawa Timur dilarang merusak tanaman
2.      Bapak Ronaldo yang beralamat di Pucangan Sawit RT 01 RW 01 Gang  Sidodadi Kec.Jebres, Surakarta tidak dibolehkan membakar rumah

Contoh norma hukum individual-konkrit yaitu:
1.      Thomas seorang laki-laki berumur 20 tahun dengan tinggi 170 cm dan berat 50 kg yang beralamat di Jln.Flamboyan No.100 Gang.B9 RT 24 RW 04 Ds.Banaran, Kec.Plaosan, Kab.Magetan, Jawa Timur dilarang masuk ke toilet umum wanita yang berada di depan rumah Bapak Parmin yang bertempat tinggal di Ds. Sumber Agung RT 10 RW 20 No.89, Kec.Sukamaju, Kab.Panekan, Jawa Timur.
2.      Herlino yang berambut lurus dengan umur 25 tahun yang bertempat tinggal di Jln.Merapi Gang Suka makmur Blok D10 No.45 Ds.Woromarto, Kec.Purwoasri, Kab.Kediri, Jawa Timur tidak dibolehkan membuang kaleng bekas di rumahnya Nabila Syakieb yang beralamat di Jln.Anggur Blok A5 No.99 RT 12 RW 10, Ds.Pare, Kec.Kediri, Jawa Timur

C.     Norma Ditinjau dari sudut pandang daya lakunya

Contoh norma hukum yang terus-menerus

1.      Adanya ketentuan yang mengatur agar pengendara sepeda motor harus dilengkapai kaca spion kanan dan kiri serta menggunakan helm standart dengan menyalakan lampu utama agar dapat menghindari kecelakaan lalu lintas. Hal ini diatur dengan UU No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas.
2.      Adanya ketentuan yang mengharuskan para Pejabat Negara tidak melakukan pidana korupsi dengan cara memperkaya diri sendiri.

Contoh norma hukum yang berlaku sekali selesai

1.      Adanya surat keputusan dari dinas perhubungan tentang pemberian izin trayek Solo-Jakarta pada perusahaan Maju Makmur
2.      Adanya surat keputusan dari BAPPEDAL tentang pemberian surat tanda perusahaan bagi
perusahaan yang baru didaftarkan dengan demikian berdirinya perusahaan tersebut telah mendapat legalitas hukumnya.

D.    Norma ditinjau dari sudut pandang wujudnya

Contoh norma hukum tunggal

1.      Diharapkan manusia selalu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Presiden dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh mentri-mentri Negara (pasal 17 UUD 1945)
Contoh norma hukum berpasangan
Norma hukum primer
1.      Sebaiknya istri itu selalu mematuhi suaminya
2.      Hendaknya setiap warga   negara mematuhi aturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah pusat
           Norma hukum sekunder
1.      Barang siapa yang menganiaya orang lain akan mendapat hukuman pidana selama 10 tahun.

Norma primer            = Sebaiknya seseorang tidak menganiaya orang
Norma sekunder        = Sebaiknya jika ada seseorang yang menganiaya orang lain
                                      dihukum pidana 10 tahun
2.      Barang siapa yang melakukan penipuan akan mendapat hukuman penajara paling lama 4 tahun.

Norma primer            = Hendaknya seseoran tidak melakukan penipuan
Norma sekunder        = Hendaknya seseorang yang melakukan penipuan mendapatkan hukuman penjara paling lama 4 tahun.
Read more ...

ARTIKEL TENTANG PROBLEMATIK KONTRAK DIPLOMATIK DAN POLITIK ANTARA NEGARA INDONESIA DENGAN REPUBLIK CEKO TENTANG PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA



SUBSTANSI  SECARA GLOBAL TENTANG PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

        Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda P3B adalah perjanjian pajak antara dua negara yang mengenai hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan (both contracting states). (John Hotagoal.2000:hal.3). Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kontrak antara kedua negara tersebut adalah untuk mencegah timbulnya pengelakan pajak, memberikan kepastian hukum, pertukaran informasi, penyelesaian sengketa dalam penerapan perjanjian tersebut, non diskriminasi, bantuan dalam penagihan pajak dan penghematan dalam cash flow. Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
 “Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak”. Dalam memori penjelasannya antara lain dijelaskan bahwa dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara lain diperlukan suatu perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis) yang mengatur hak-hak pemajakan dari dari masing-masing negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan pajak.
       Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dalam pasal 1 Huruf b “Pengesahan adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval)”. Proses berlakunya akan keefektifan tentang kontrak tersebut melalui beberapa tahapan yaitu perundingan, penandatanganan, ratifikasi, pertukaran ratifikasi, dan berlaku efektif. Sesuai dengan permintaan tersebut direktorat jendral pajak untuk menetapkan tanggal dan tempat perundingan kemidian disampaikan kepada pemerintah dari negeri sahabat melalui departemen luar negeri. Kemudian pihak direktorat jendral pajak melakukan penelitian dan analisa tentang draft tentang yang diusulkan oleh pemerintah dari negara sahabat (John Hotagoal.2000:hal.3-4). Jika kedua negara telah sepakat tentang isi draft tersebut maka sejak terakhir pemberitahuan  diratifikasinya kontrak tersebut akan dilakukan pertukaran nota ratifikasi sebagaimana dalam ketentuan P3B itu, tapi untuk keperluan pemajakan P3B baru berlaku efektif sejak awal bulan tahun berikutnya.
         Kedudukan P3B atas undang-undang juga akan membatasi hak pemajakan negara sumber penghasilan yang timbul dari wilayah jurisdiksinya. Hak pemajakan yang harus dibayar sesuai yang ada dalam ketentuan P3B tersebut. Adanya pajak yang di atur oleh hukum nasional tentang aturan besarnya pajak penghasilan lebih bersifat dominan artinya kedudukan P3B bersifat lex specialis terhadap aturan hukum nasional. Jika dalam P3B yang diatur negara sumber tidak memiliki hak pemajakan atas suatu jenis penghasilan yang timbul dari wilayah jurisdiksinya maka ketentuan domestik yang mengatur pajak penghasilan tidak dapat diterapkan.
        Jika ada penghasilan yang timbul dari transaksi yang dilakukan antara penduduk dari Indonesia dengan penduduk dari negara lain, maka perlakuan akan PPh dari transaksi tersebut harus tunduk pada pada ketentuan yang diatur dalam P3B. Kemudian jika dalam P3B tersebut dinyatakan hak pemajakan yang penuh dan pemajakan yang terbatas kepada Indonesia sebagai negara sumber maka bagaimana perlakuan PPh atas transaksi itu diatur dalam undang-undang PPh. Sebaliknya jika dalam P3B Indonesia harus melepaskan seluruh pemajakannya atas penghasilan yang timbul dari wilayahnya maka penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak di Indonesia. Hal itu mengindikasikan jika dalam P3B  dinyatakan bahwa salah satu negara diberikan untuk membayar pajak pajak yang timbul maka negara it dapat menggunakan hak pemajakannya sesuai dengan undang-undang domestiknya dan sebaliknya jika dalam P3B dinyatakan dalam negara itu tidak berhak membayar pajak penghasilan yang dimaksud maka hak pemajakan yang dimilikinya sebagaimana diatur dalam undang-undang domestiknya tidak berlaku.
       Salah satu bentuk usaha tetap yang terdapat dalam P3B juga termasuk dalam bentuk perbankan. Banyak kontroversi tentang penerapannya antara Indonesia dengan pihak luar negeri jika akan saling bekerjasana tentang bentuk usaha tetap perbankan. Salah satu contoh dari kesulitan untuk menerapkan aturan P3B ini adalah praktik transaksi murabahah adalah transaksi jual beli antara penjual barang kepada bank syariah yang dilanjutkan dengan transaksi jual beli antara bank syariah dengan  nasabah, sehingga  merujuk pada UU no. 8 / 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang dan jasa serta Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), perpindahan kepemilikan barang dalam transaksi murabahah pun dikenai PPN dua kali. Pertama saat dianggap telah terjadi penyerahan barang dari penjual kepada bank, kedua saat terjadi peyerahan barang dari bank kepada nasabah.
         Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahunn 2000 antara lain diatur bahwa atas penghasilan dan subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan :
a.       sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas royalti;
b.      sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan.
         Dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia no.79 tahun 1995 tentang Perjanian Penghindaran Pajak Berganda dengan Republik Ceko terdapat beberapa masalah kontrak dalam perpajakan yaitu sebagai berikut:
Pasal 2 ayat 2 “ Sebagai pajak-pajak atas pengasilan dianggap semua pajak yang dikenakan atas seluruh penghasilan atau unsur-unsur penghasilan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pemindah tanganan harta bergerak atau harta tidak bergerak dan pajak-pajak atas jumlah upah atau gaji yang dibayarkan oleh perusahaan perusahaan, demikian pula pajak-pajak atas pertambahan nilai kekayaan”
Pasal 5 ayat 7 “suatu perusahaan asuransi dari negara pihak dalam persetujuan, kecuali dalam hal reasuransi akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di negara pihak pada persetujuan lainnya jika perusahaan tersebut memungut premi di wilayah negara lainnya itu atau menanggung resiko yang terjadi disana melalui seorang pegawai atau melalui wakilnya yang bukan merupakan agen yang berdiri sendiri”

Pasal 7 “ Laba perusahaan dari suatu negara pihak pada persetujuan hanya akan dikenakan pajak di negara itu kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan usaha di negara pihak pada persetujuan lainnya melalui bentuk usaha tetap ”

Pasal 12 “ Royalti dapat dikenakan pajak di negara pihak pada persetujuan dimana royalti itu timbul, dan sesuai dengan perundang-undanagn, tetapi apabila penerimaan royalti memperoleh hasil tersebut dari hak yang dimilikinya, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi dari jumlah kotor royalty tersebut.”

Pasal 13 ayat 3“Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan kapal laut atau pesawat udara yang beroperasi dalam jalur lalu lintas internasional atau dari harta tak gerak yang berkenaan dengan pengoperasian kapal laut atau peaswat udara tersebut hanya akan dikenakan pajak di negara pihak pada persetujuan dimana perusahaan yang mengoperasikan kapal laut dan peswat  udara tersebut menjadi penduduk ”

KLAUSULA YANG PROBLEMATIK DARI P3B TERKAIT DENGAN EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM DI INDONESIA

1.      Tentang kedudukan ikatan hukum dari P3B dan hukum nasional belum ada aturan yang jelas titik tekan dalam penyelesaian ketika ada persoalan. Dalam hukum internasional berlaku azas “The Exhausted Of Local Remidies” yaitu dalam tiap penyelesaian masalah dalan hubungan antara negara harus diselesaikan dengan instrument hukum nasionalnya terlebih dahulu sebelum dengan aturan yang bersifat internasional. Agar tidak membahayakan hukum di Indonesia seharusnya dalam undang-undang perpajakan harus juga diatur tentang mekanisme penyelesaian tentang pajak berganda, sehingga akan lebih jelas kedudukan P3B dengan hukum perpajakan di Indonesia. Permasalahan yang urgen adalah ketika hukum nasional harus tunduk dengan aturan dalam P3B ternyata justru akan merugikan pihak Indonesia dan akan mengurangi pemasukan kas negara. Dengan demikian adanya P3B tersebut akan menghambat efektivitas dari hukum nasional Indonesia.
2.      Dalam aturannya setelah diumumkan hasil ratifikasi masa berlakunya P3B agar ditaati oleh kedua negara, tapi masih terdapat masalah yaitu baru akan dapat dijalankan awal bulan ditahun berikutnya. Hal ini mengindikasikan jika  perusahaan Republik Ceko yang ada di Indonesia tiba-tiba jatuh bangkrut sebelum awal bulan, padahal perusahaan tersebut pasca diumumkannya P3B sudah ada kewajiban untuk melunasi pajak penghasilan yang dibebankan. Fenomena ini akan menjadi celah hukum dari perusahaaan untuk membayar pajak dengan alasan jatuh bangkrut dan ketika adanya pailit dari suatu perusahaan juga belum di atur dengan jelas bagaimana mekanisme penyelesainnya agar walau pun telah jatuh bangkrut tetap akan membayar kewajibannya, sehingga tidak akan merugikan pihak lain.
3.      Dalam pasal 7 dari Kepres No.79 tahun 1995 telah menimbulkan permasalahan yaitu bagaimana jika bentuknya bukan merupakan bentuk usaha tidak tetap?.. Tidak menutup kemungkinan jika perusahaan yang didirikan dari salah satu negara dalam persetujuan mendirikan bentuk usaha yang tidak tetap dan telah mempunyai laba yang besar tapi ternyata justru tidaka dikenakan hak pemajakan.
4.      Dalam pasal 2 ayat 2 dan pasal 13 ayat 3 dari Kepres No.79 tahun 1995 terjadi permasalahan tentang katagori yang menjadi objek dikenakannya pajak penghasilan dengan proses pemindahtanganan, masalahnya adalah jika adanya pemindahtanganan dari bentuk perusahaan yang tidak tetap pada anak cabangnya apakah dapat dikatagorikan dapat dikenakan pajak? Padahal bentuk usaha yang tidak tetap itu masih menjadi problema apakah dapat dikatagorikan karena adanya unsur makelar yang terlibat didalamya (di pasal 6).
5.      Berkenaan dengan objek penghasilan juga terkait dengan pasal 5 ayat 7 tentang perusahaan asuransi, masalahnya yaitu jika perusahaan tersebut tidak mau menaggung resiko jika di dalam negara pihak dalam persetujuan jika terjadi peristiwa yang mengharuskan perusahaan tersebut membayar, maka baik di Indonesia dan dalam aturan P3B belum diatur bagaimana akibat hukum dan sangsi yang harus dilakukan terhadap perusahaan yang telah melanggar aturan P3B tersebut. 
6.      Masalah  pajak berganda  (double taxation) dalam transaksi murabahah  belum dapat dituntaskan, padahal pajak berganda ini merupakan  salah satu satu masalah yang mendasar terkait dengan operasional perbankan di Indonesia.. Murabahah adalah salah satu produk pembiayaan di perbankan syariah yang menggunakan prinsip jual beli. Upaya menjernihkan masalah  pernah dilakukan Bank Indonesia (BI)  dengan melayangkan surat kepada Ditjen Pajak yang intinya berharap agar transaksi murabahah dapat dikecualikan dari pengenaan PPN. Usaha tersebut tidak menemukan titik temu, karena Ditjen Pajak berpendapat kegiatan transaksi murabahah tidak bisa digolongkan sebagai jasa perbankan. Konsekuensinya, ketentuan Pasal 5 huruf d Peraturan Pemerintah (PP) no 144/2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak Dikenai PPN, yang menyatakan bahwa jasa di bidang perbankan termasuk jenis jasa yang tidak dikenai PPN, tidak berlaku untuk transaksi murabahah.
7.      Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 beserta penjelasan, diatur bahwa yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk royalti. Penghitungan royalti inilah yang juga menjadi masalah tentang jika tata cara penghitungannya antara kedua negara memiliki aturan yang berbeda, walau pun aturan di Indonesia di pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 jumlahnya tidak melebihi 15%, tapi bagaimana jika aturan di Rebublik Ceko melebihi dari 15%. Jika hal itu terjadi maka pihak Indonesia akan banyak dirugukan dan aturan itu juga belum ada sinkronisasi dalam isi P3B.  

INTERVENSI DARI PEMERINTAH UNTUK MEMPERBAIKI SISTEM KEBIJAKAN PERPAJAKAN DEMI PEMBAHARUAN SISTEM EKONOMI DI INDONESIA

        Dalam mengatasi masalah pajak berganda dapat ditempuh dengan dua pendekatann yaitu unilateral approach dan bilateral approach. Maksud dari unilateral approach adalah pencegahan secara sepihak dari  negara yang bersangkutan untuk menghapuskan adanya pajak berganda dengan merevisi atau pun mengubah total dari hukum nasionalnya. Adapun yang dimaksud dengan bilateral approach adalah dengan menggunakan pendekatan antara dua negara atau lebih tentang kewenangan adanya pajak yang harus dikenakan terhadap negara mana saja. (www.pajak.go.id)
       Indonesia merupakan negara yang berkembang dalam menata kehidupan perekonomian negaranya. Ada tiga hal yang harus dilakukan oleh pemerintah terkait hal tersebut yaitu: turut campur dalam penataan kebijakan fiskal dan moneter, menjamin hak kepemilikan, dan menyiapkan infrastruktur pendidikan dasar (Erani Yustika, Ahmad. 2006:hal.23). Hal ini jelas berimplikasi dalam tataran regulasi pemerintah harus dapat membuat kebijakan baru atau pun merevisi dari aturan yang telah ada agar P3B dengan Republik Ceko tidak membawa kerugian pada perekonomian Indonesia dan harus mampu meningkatkan pemasukan kas negara.
      Berkenaan dengan pajak berganda dari bentuk usaha tetap perbankan pemerintah Indonesia harus segera melakukan penghapusan tentang pajak berganda masalah murahabah seperti yang telah dilakukan oleh Negara Inggris lewat Finansial Service Authority (FSA), sehingga investor asing khususnya Republik Ceko tidak akan ragu untuk bekerjasama dengan pemerintah Indonesia. Selain itu tingkat pencapaian asset dari bank tersebut dapat meningkat tiap tahunnya jika tidak segera dihapus maka peningkatan asset yang akan dilakukan bank tersebut akan terhambat. Makin banyaknya investor yang masuk maka akan menambah jumlah pemasukan kas negara. Mengingat aturan hukum nasional akan tunduk pada P3B maka harus diselaraskan dengan aturan yang ada di P3B, dengan demikian penerapan hukum nasional dan P3B tidak akan saling bertubrukan.
      Demi makin banyaknya investor asing yang akan masuk ke Indonesia maka pemerintah harus meratifikasi aturan penghindaran pajak berganda untuk kredit asing, setiap kredit hanya dikenakan satu kali pajak penghasilan (PPh).
Hal ini terkait jika ada pendirian perusahaan bersama antara pemerintah dan negara lain yang pembagian persentase pihak negara lain itu lebih besar, maka jelas jika terkena pajak berganda investor akan enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Selain itu pemerintah agar membebaskan pajak baik pajak perseroan, pajak pendapatan dan pajak kekayaan perusahaan investasi. Investor asing masih ragu-ragu masuk ke Indonesia, karena mereka menginginkan kepastiaan terhadap kepastian hukum.
                    

Daftar Pustaka

Hotagoal, John.2000.Pemahaman Praktis Perjanjian Pajak Berganda Indonesia

Dengan Negara-Negara di Kawasan Eropa. Jakarta:Salemba Empat

Starke, J.G. 1995. Penghantar Hukum Internasional.Jakarta: Sinar Grafika

Suandy,Early.2000.Hukum Pajak.Yogyakarta:Salemba Empat

Arief, Barda Nawawi.2001.Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan
          Penaggulangan Kejahatan.Bandung:PT Citra Aditya Bakti

Zakaria, Jaja. 2005. Perjanjian Penhindaran Pajak Berganda. Jakarta: Raja 
         Grafindo Persada
Bohari.1999. Penghantar Hukum Pajak.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Erani Yustika, Ahmad. 2006. Ekonomi Kelembagaan Defenisi, Teori dan Strategi. Malang: Anggota IKAPI      

UU No.16 tahun 2000 tentang Perpajakan

Peraturan Pemerintah No. 144 tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa

tentang Pajak Penghasilan

Keputusan Presiden Republik Indonesia no.79 tahun 1995 tentang Perjanian Penghindaran Pajak Berganda dengan Republik Ceko

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
http//www.pajak.go.id

Read more ...
Designed By Mas Say