Galau
konstitusi terjadi sejak tumbangnya rezim orde baru diikuti dengan format akan
kemanakah negara dibawa?format sistem pemerintahan yang seperti apakah yang
paling tepat?termasuk akan diposisikan dimanakah urusan daerah dalam konteks
pemerintahan pusat?apakah terpisah dengan urusan masing-masing atau kah ada
hubungan dengan sistem tertentu?.Pada space
ini konstitusi sudah berusaha memberikan solusi dan argumentasi pada BAB VI
tentang Pemerintahan Daerah setelah amandemen kedua. Derivatifnya dari
amandemen konstitusi tersebut pemerintah telah menjawab dengan lahirnya UU
No.32 Tahun 2004 jo UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.
Breaking News
14 September 2014
26 June 2014
KOALISI PATRIOTIS (PRABOWO-HATTA = 53%) VS KOALISI NASIONALIS (JOKOWI-KALLA = 47%): LEBIH BAIK R1-7 = PRABOWO SUBIANTO
Akan
lebih baik jika dalam memahami tulisan ini diawali dari referensi bacaan dari
buku ke-2 karangan saya dengan judul “Gejolak
Politik Hukum Vs Dilematika Tata Negara Indonesia (Menuju 2014)”. Tebal
214. Terbitan dari Liberty Yogyakarta dan launching pada tanggal 2 April 2014. Bagi
yang sudah dapat silahkan dibaca baik-baik. Selain itu dapat dilihat 2 jenis
artikel sebagai tafsir tambahan dari buku tersebut karena mengikuti dinamika
yang ada. Dua (2) jenis artikel tulisan saya dapat dilihat dalam http://sayfudin27071992.blogspot.com
atau ketik di google “koalisi patriotis”.
Dengan melihat semua keseluruhan substansi dan dogmanya maka pemahamannya tidak
akan terputus-putus koherensi dan satu kesatuan. Ini merupakan tulisan ke-3 dan
ke-4 saya dan merupakan kelanjutan dari sebelumnya.
21 May 2014
KOALISI PATRIOTIS (PRABOWO-HATTA) VS KOALISI NASIONALIS (JOKOWI-KALLA) MENUJU R1-7?
Sering
dalam acara diskusi-diskusi publik,seminar dan bedah buku ada pertanyaan
tentang R1-7 siapa?Sesering pertanyaan itu muncul juga sering saya katakan
adalah parameter R1-7 adalah cawapres (presiden akan ditentukan dengan kualitas
dari cawapresnya karena kompetisi pilpres beda dengan kondisi pada tahun 2004
dan 2009. Capres yang ada sekarang masih banyak minusnya daripada plusnya.
Minusnya tersebut harus dapat tertutupi oleh cawapresnya) dan pemenang nomor
urut 4 dan 5 (saya menggunakan metode deduktif-politis dengan berkaca dari
pemilu tahun 2004 dan 2009). Cawapres sudah jelas dari masing-masing pasangan
capres (sudah dideklarasikan pada tanggal 19 Mei 2014. Prabowo-Hatta Rajasa dan
Jokowi-Jusuf Kalla. Walaupun dalam penentuan cawapres saya sendiri berbeda
pandangan dengan yang ada dan dapat dilihat dalam buku kedua karangan saya
kriteria dan idealnya seperti apa (halaman 194-198). Akan tetapi buat saya
perbedaan adalah wajar. Mudah-mudahan tidak salah dan tepat sesuai pertimbangan
yang sudah diambil. Hal paling penting adalah sudah dengan pertimbangan yang
terbaik buat bangsa ini).
Nomor
urut 5 sudah jelas merapat ke kubu PDIP. Nomor urut 4 akan kemana?Jika saya
cermati dari 4 petisi opsi koalisi dan hasilnya ada 9 point dari rapimnas pada
tanggal 18 Mei 2014, maka masih sangat multitafsir jika akan bersikap
netral?.Itu adalah gaya politiknya. Apalagi
ketika rapimnas Golkar juga pada tanggal 18 Mei 2014. Kedua partai jika saya
cermati saling sandra dan menunggu. Akhirnya dapat dikatakan 90% Golkar merapat
ke Gerindra karena mandat rapimnas ada pada ketua umum. Ketua umum lebih dekat
dengan Gerindra daripada ke PDIP, karena sama-sama telah berproses di Golkar.
Analisis
siapakah R1-7?Jauh hari sebelum pemilu
berlangsung sudah saya kalkulasikan dalam buku kedua karangan saya (terbit 2
April 2014 bagi yang sudah mendapatkan dapat dicermati dan dibaca analisis
khususnya). Tafsir ke-1 sudah saya jabarkan terkait peta koalisi yang terjadi
(27 April 2014) yang lalu bisa dicocokan dengan hasil koalisi yang sekarang (dapat
dilihat pada tulisan saya di note fb saya atau ketik di google “koalisi
patriotis”). Walau ada yang sedikit meleset partai mitra koalisi itu wajar
karena peta politik tiap waktu akan berubah. PKB akhirnya merapat ke PDIP
padahal sudah saya prediksi ke Gerindra. Sekarang prediksi saya Partai Demokrat
akan merapat ke Gerindra sudah terjawab pada point kedua (2) petisi opsi
koalisi dari hasil rapimnas, walaupun hasilnya seperti ini adalah masalah gaya
permainan politik saja dan menjaga gengsi partai. Tinggal tunggu sikap PKPI
akan kemana?. Walaupun hal ini tidak akan banyak berdampak yang significant,
tetapi dalam politik hal yang samar-samar dan abu-abu adalah justru akan
menentukan.
Kalkulasi
peta mitra koalisi
Sekarang
hitungan-hitungan jumlah kursi yang ada di DPR. Hasil perolehan kursi yang
lolos parliementary threshold 3,5% adalah
10 partai yaitu sebagai berikut: PDIP ada 109 kursi, Golkar ada 91 kursi,
Gerindra ada 73 kursi, Demokrat ada 61 kursi, PAN ada 49 kursi, PKB ada 47
kursi, PKS ada 40 kursi, PPP ada 39 kursi, Nasdem ada 35 kursi, dan Hanura ada 16
kursi. Jumlah total yang sudah dapat dipastikan perang koalisi adalah sebagai
berikut:
1. Jokowi
dengan gerbong dari PDIP,Nasdem,PKB,dan Hanura = 109+35+47+16 = 207
2. Prabowo
dengan gerbong dari Gerindra, PPP,PAN,PKS,Golkar dan PBB (tidak lolos PT 3,5%,
sehingga tidak dapat kursi di DPR) = 73+39+49+40+91= 292
Misalkan
saja Demokrat ke Gerindra jadinya = 292+61 = 353. Hasilnya 207+ 353 adalah 560
sesuai dengan jumlah kursi yang ditentukan di DPR dan diperebutkan di 77 dapil
se-Indonesia.
Berkaca
dari pilpres putaran pertama tahun 2004 ada 5 pasangan yaitu SBY-Jusuf Kalla
(Demokrat (56 kursi), PBB (tidak lolos PT 3%), dan PKPI (tidak lolos PT 3%)),
Megawati-Hasyim Muzadi (PDIP (109 kursi) dan PDS (tidak lolos PT 3%)),
Wiranto-Sallahudin Wahid (Golkar (127 kursi), PKB (52 kursi), PKPB (tidak lolos
PT 3%), dan Patriot Pancasila (tidak lolos PT 3%)), Amin Rais-Siswono Yudho
Husodo (PAN (53 kursi), PKS (45 kursi),PBR,PSI, PNI Marhaenisme,PPDI,PNBK, dan
PBSD (ke-6 partai pendukungnya tidak lolos PT 3%)), Hamzah Has-Agum Gumelar
(PPP (58 kursi) tanpa koalisi).
Pada
putaran ke-2 diikuti oleh pasangan SBY-JK yang tergabung dalam koalisi
kerakyatan (Demokrat, PKS,PBB,PKPI,PPDK,PP,PPDI,PKB dan PAN) dan
Megawati-Hasyim Muzadi yang tergabung dalam koalisi kebangsaan
(Golkar,PDIP,PPP,PBR,PDS,PKPB, dan PNI Marhaenisme). Akhirnya dimenangkan oleh
pasangan SBY-JK. Fakta pada pilpres tahun 2004 ini ada kecenderungan koalisi
kecil dapat mengalahkan koalisi besar. Banyak hal yang mempengaruhinya baik
dari kerja mesin politik, basis massa yang militan dan terlebih lagi karena
figur dan penokohan dari SBY.
Berkaca
dari pilpres putaran pertama tahun 2009 ada 3 pasangan yaitu SBY-Boediono
(Demokrat (150 kursi),PKS (57 kursi),PKB (27 kursi),PPP (37 kursi), dan PAN (43
kursi)), Megawati-Prabowo (PDIP (95 kursi) dan Gerindra (26 kursi)), dan Jusuf
Kalla-Wiranto (Golkar (107 kursi) dan Hanura (18 kursi)).
Pada
putaran ke-2 diikuti oleh SBY-Boediono (Demokrat,PKS,PKB,PPP,PAN, dan Golkar)
dan Megawati-Prabowo (PDIP,Gerindra, dan Hanura). Akhirnya dimenangkan oleh
SBY-Boediono. Fakta pada piplres tahun 2009 ini koalisi besar dapat mengalahkan
koalisi kecil, selain didukung oleh figur dan penokohan hal ini juga disebabkan
mesin politik makin besar dan dapat bekerja secara maksimal. Pemenangnya adalah
koalisi yang lebih besar karena mesin politiknya berjalan maksimal. Pada tahap
ini menurut saya adalah ormas islam terbesar NU dan Muhamadiyah bersatu karena
konsep menurut apa yang dikatakan ulama adalah sah dan wajib dituruti ikut
memberikan sumbangan suara yang besar apalagi mayoritas Indonesia adalah islam.
Akankah
koalisi patriotis dapat mengalahkan koalisi nasionalis?ataukah koalisi kecil
dapat menang melawan koalisi yang lebih besar. Hal ini dapat dipengaruhi
beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1. Penokohan
dan figur dari masing-masing pasangan;
2. Visi
dan misi yang dipropagandakan;
3. Loyalitas
dan militansi mitra koalisi dalam memenangkan pasangan yang didukung;
4. Mesin
kerja dari masing-masing partai politik dengan basis massanya masing-masing;
dan
5. Swing voter
dari rakyat.
Kelemahan
capres dan kelebihan cawapres
Titik
kelemahan Jokowi adalah belum adanya konsep yang jelas dengan visi dan misi
yang akan dibawa untuk menuju Indonesia hebat. Konsepnya masih multi tafsir dan
hanya sekedar berwacana. Ia menganggapnya Indonesia hanya akan selesai dengan
gaya blusukan seperti ketika memimpin Solo dan Jakarta. Hal ini juga menjadi
kegelisahan kalangan akademisi bagaimana akan memimpin negara ini tanpa membawa
konsep yang jelas dan akan dipertanggungjawabkan pada rakyat?. Stigma yang
tidak konsisten dalam menjalankan amanah jabatan juga menjadi boomerang dan
blunder. Hal ini juga telah mengubah paradigma masyarakat yang sekarang sudah
menjadi pemilih cerdas.
Lalu
bagaimana Jusuf Kalla sebagai cawapresnya akan menutupi kekurangan tersebut?.
Ia adalah tipe orang yang eksekutor dan tegas dalam mengambil kebijakan. Usia
dan pengalamannya dalam perpolitikan dan pemerintahan akan memberikan hal baru
dan saling menyeimbangkan dengan gaya kepemimpinan Jokowi. Kebijakan-kebijakan
dari Jusuf Kalla dirasakan lebih menyentuh rakyat ketika duet dan menjadi wakil
presiden dengan SBY (periode 2004-2009) akan menjadi nilai plus bagi rakyat
dalam memilih pasangan ini. Konflik mereka yang akan mungkin terjadi adalah
berhubung gaya kepimpinan sama-sama eksekutor dan kurang mementingkan konsep, lalu
bagaimana jika keduanya sama-sama akan mengambil kebijakan dan tidak ada mau
yang mengalah?.Belum lagi jika harus berhadapan dengan realitas ketika koalisi
lain akan saling berargumen terkait hak interpelasi, hak angket dan hak
menyatkan pendapat (Pasal 20A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, fase ini akan saya
kupas lebih dalam pada tafsir-tafsirnya berikutnya). Hak-hak tersebut terbukti
dapat menjatuhkan Gus Dur ketika menjadi presiden walaupun didukung dengan
kekuatan PDIP (Megawati sebagai wapresnya) yang pada tahun 1999 juga menjadi
pemenang dengan suara kursi mayoritas. Apalagi pada koalisi ini jumlahnya
kursinya masih kalah dengan lawannya?. Belum lagi faksi militer masih dominan
pada pihak lawan?.Walaupun dalam tata negara dan perpolitikan kekuatan militer
tidak berfungsi karena masih netral, akan tetapi mereka tetap memiliki hak politik
dan cenderung akan mengikuti atasannya.
Titik
kelemahan Prabowo adalah terkait isu HAM yang terjadi pada era reformasi dengan
adanya penculikan para aktivis dan bahkan adanya pembunuhan. Walaupun dalam
tahapan ini belum terbukti benar dan tidaknya khususnya jika disidangkan pada
pengadilan HAM. Para aktivis sudah terlanjur sakit hati dengan tindakannya.
Prabowo terindikasi dengan gaya kepemimpinan yang otoriter dan jilmaan dari
rezim orde baru. Rakyat khawatir akan menimbulkan kekejaman orde baru dengan
praktek KKN nya, walaupun terkadang masih ada sebagian yang merindukan masa
orde baru. Banyaknya bermunculan slogan dengan foto Soeharto “piye penak zamanku
to?”. Visi nasionalisasi asset dan kembali pada UUD 1945 adalah tindakan
blunder karena dianggap berbahaya. Hal ini juga yang membuat SBY khsususnya dan
gerbong Partai Demokrat menjauh. Padahal jauh hari sudah ada sinyal kuat akan
merapat ke Gerindra.
Lalu
bagaimana dengan Hatta Rajasa sebagai cawapresnya?Pengalaman dalam pemerintahan
dan akan memberikan stimulus terhadap Prabowo dalam pengambilan kebijakannya.
Hal penting adalah mereka dapat mensinergikan terhadap ekonomi kerakyatan dan
akan lebih memperjuangkan ekonomi rakyat kecil. Walaupun belum banyak prestasi
dari Hatta Rajasa dalam pemerintahan, akan tetapi dapat menjadi penyeimbang
bagi gaya kepempinan Prabowo. Dalam hal gaya kepemimpinan akan cenderung
berbanding lurus dan lebih sedikit akan terjadi konflik. Apalagi didukung
dengan suara mayoritas di DPR. Jika pun ada akan dapat di dan voting akan tetap
menang. Kemungkinan akan ada konflik adalah ketika sektoral egosentris dari
Prabowo masih dominan?lalu Hatta Rajasa akan diberikan kewenangan seperti apa?
Hanya akan diposisikan sebagai pembantu presiden? (Pasal 4 ayat (2) UUD NRI
Tahun 1945, fase ini akan saya kupas pada tafsir-tafsir berikutnya).
Kelebihan
masing-masing capres dan cawapres dan gerbong basis massa dari keduanya
(walaupun dalam buku karangan kedua saya dapat dilihat pada halaman 155-179
setiap partai politik sudah saya kalkulasikan peta kekuatan massa dan
kelemahannya sehingga dapat lulus parliementary
threshold 3,5% kan terbukti dengan hasilnya sekarang?dapat dicek pada
halaman tersebut, akan tetapi dengan pilpres menurut saya akan berbeda dan
berubah konstelasi dan kontestasi politiknya) serta hal-hal yang akan mewarnai
tata negara dan perpolitikan menjelang pilpres akan saya tulis pada tafsir ke-3
dan ke-4 (kenapa harus 4?ada maknanya sendiri. Hal ini hanya akan dapat
dijelaskan oleh kelompok pengajian Al-Hikmah terkait tafsir 4 dan kajiannya
lewat tafsir Al-Quran dan Al-Hadist. Hal ini biarkan menjadi telaah di internal
Al-Hikmah dan kapasitas saya dalam tulisan ini sekarang adalah diluarnya hanya
dengan pendekataan tata negara dan politik). Setelah pada tafsir ke-4 tersebut
akan saya berikan kesimpulan akhirnya prediksi siapa yang akan lebih berpeluang
dan lebih baik menjadi R1-7? …just so wait…!!! Mudah-mudahan sedikit tulisan
saya ini dapat menjawab berbagai pertanyaan rekan-rekan semua. Terima kasih.
27 April 2014
PARTAI POLITIK MENUJU PILPRES 9 JULI 2014 : KOALISI CERDAS ATAU PEDAS ? SIAPA R1-7?
Mindsite
demokrasi
Pasca pemilu
legislatif pada 9 April 2014 terlihat dalam beberapa survey
(Cyrus-CSIS) terkait hasil perolehan partai politik. Pada peringkat 3
besar akan sangat menentukan karena telah memilih presiden yang akan
diusung (PDIP, Golkar, dan Gerindra). Sedangkan pada posisi 4 dan 5
(Demokrat dan PKB) akan berfungsi stimulus bagi partai lain dalam
menentukan koalisi. Partai diatas 5 besar akan cenderung mengikuti
magnet pada partai 3 besar yang telah memiliki calon presiden. Posisi
4 dan 5 ini selain sebagai stimulus juga sebagai mediator dalam
menentukan koalisi. Bahkan dalam beberapa tulisan saya akan merapat
kemanakah posisi 4 dan 5 ini akan jadi kunci siapa yang akan jadi
R1-7. Terkait dengan hasil perolehan hasil suara partai politik juga
sudah di bahas dalam buku terbaru menyambut Pemilu 2014 edisi (2
April 2014) yang berjudul “Gejolak Politik Hukum VS Dilematika Tata
Negara Indonesia (Menuju Pemilu 2014)” dalam Sayfudin (2014: 179)
telah didahului dengan analisis partai politik terkait peta
kelemahan, kekuatan, strategi pemenangan dan bahkan peluang
masing-masing partai politik. Hasilnya pun sesuai dengan hasil quick
count yang sekarang ada pada peringkat partai, tidak ada suara yang
lebih dari 20% (presidential
threshold)
dan yang tidak lolos dibawah angka 3,5% (parliemantary
threshold).
Semua partai politik berdasarkan survey tersebut akan menentukan
koalisi dengan partai mana setelah pengumuman resmi dari KPU pada
tanggal 7-9 Mei 2014 baik pengumuman penetapan suara secara nasional
dan juga partai politik yang lolos dan tidak dari parliemantary
threshold. Proses konsolidasi, koalisi dan suksesi adalah wisdom
af way
bagai partai politik dalam mengemban amanah rakyat dan bangsa.
Berkaitan dengan
koalisi partai politik dengan sistem presidential saya mencoba
menganalisis dari buku yang berjudul “Sistem Presidential dan Sosok
Presiden Ideal” dalam Maswadi Rauf dkk (2009:79) ada istilah yang
menurut saya menarik buat dikaji terkait “segmentasi ideologis”.
Pemaknaan ini akan berkaitan dengan gaya dan pola setiap partai
politik dalam memilih kawan koalisi. Harga diri dan gengsi partai
akan diletakan pada posisi ini. Partai yang berbasis nasionalis,
religious, dan nasionalis-religious akan mengambil langkah dengan
hati-hati karena selain harga diri partai dengan perjuangan ideologi
yang dibawanya juga merupakan pertaruhan akan masa depan dalam pemilu
tahun 2019.
Dalam buku yang
berujudul “Politik Muka Dua” dalam David Runciman (2012:180)
Bentham memberikan deskripsi tentang fiksi demokrasi. Hal ini ia
kupas tuntas dalam karyanya yang berjudul “Political Tactics”.
Substansi pertama
adalah
fiksi demokrasi dikaitkan dengan nilai opini publik yang terdapat
arti benar dan salah, karena dianggapnya seluruh opini publik yang
tidak pernah bisa dipahami dalam suatu penilaian tunggal. Kedua
adalah nilai individu dari persepktif seseorang bahwa tekadang harus
menilai orang tersebut dalam keadaan benar, walaupun pada dasarnya
terdapat nilai kesalahan. Hal ini dimaksudakan agar terjadi
kepentingan terbaik buat mereka. Dalam 2 hal inilah saya akan mencoba
menganalisis dengan fakta yang ada tekait dengan gaya koalisi dan
sinerginya dengan fiksi demokrasi terhadap partai politik sekarang.
Peta koalisi
partai politik
Koalisi cerdas akan
menghasilkan pemikiran dan tindakan yang bijak artinya kepentingan
partai politik akan tereduksi dengan dengan common
sense
pada demokratisasi membangun negeri. Platform pergerakan akan tetap
ada dan harus ada sebagai pijakan pergerakan partai politik, akan
tetapi ketika sudah dibenturkan dengan upaya perbaikan bangsa maka
platform tersebut harus tercurahkan demi kepentingan bangsa dan
negara. Sebaliknya koalisi pedas adalah partai politik lebih
mementingkan ideologi yang dipaksakan dalam berkoalisi. Tujuan yang
pragmatis,sikapnya yang skeptis terhadap kepentingan rakyat, dan
cenderung oportunis terhadap setiap kesempatan tanpa berpikir akan
dampaknya terhadap kepentingan bangsa dan negara. Akan pada
kecenderungan koalisi cerdas atau pedaskan peta koalisi yang akan
diformasi dalam persiapan pilpres pada 9 Juli 2014 mendatang?
- PDIP, Nasdem (sudah resmi koalisi) bergabung dalam koalisi kerakyatan) dan sudah dapat mengusung calon presiden dan wakilnya karena telah mencapai angka diatas 20%;
- Golkar sampai sekarang belum ada kawan koalisi;
- Gerindra, PPP (sudah resmi walau ada hambatan dari internal PPPP) begabung dalam koalisi pelangi atau gemuk jilid II atau koalisi tenda besar. Belum memenuhi angka 20% dan masih harus mencari 1 partai politik lagi; dan
- Koalisi poros tengah atau koalisi Indonesia raya (idealnya diisi oleh partai politik islam seperti PKB,PKS,PAN,PBB, PPP (jika berhasil ditarik dari Gerindra)) akankah dipimpin oleh PD?mengingat telah terjadi koalisi dalam pemerintahan periode 2009-2014 dalam Setgab. Jika digabung sudah memenuhi angka 20%.
Hanura idealnya
masuk gerbong Golkar, walaupun juga dapat bersifat dinamis. Disisi
lain PKPI paling ideal akan masuk pada koalisi kerakyatan pimpinan
PDIP, akan tetapi masih dinamis akan ikut mana saja.
Dari peta koalisi
tersebut seperti apakah analisisnya?. Jelas dari peta koalisi
tersebut yang sudah dapat dipastikan mendapat 1 tiket dalam pilpres
adalah Jokowi dari PDIP. Nasdem sudah resmi bergabung karena selain
kedekatan dengan antara Megawati dengan Surya Paloh juga disebabkan
karena sejak awal berdiri Nasdem sudah terlihat dari gerakan
restorasinya selalu berada diluar pemerintah. Iklan PDIP sewaktu
pileg di Metro TV yang sedemikian gencar sebenarnya merupakan sinyal
di belakang mereka suh berkoalisi dan sebagai formalitas saja setelah
beberapa hari setelah hasil quick count Jokowi safari politik ke
Nasdem dan terbukti tidak lama pertimbangan dan tanpa syarat Nasdem
bergabung dengan PDIP. Partai yang masih memungkinkan gabung walaupun
kemungkinannya kecil adalah PKB karena pada koalisi kebangsaan pada
pilpres tahun 2004 Megawati pernah berpasangan dengan Hazim Muzadi
dari PKB. Selain itu PKB dengan pimpinan Muhaimin Iskandar juga sudah
sering berkomunikasi dengan PDIP. PPP dari kubu Romi yang sempat ada
perpecahan internal juga akan merapat ke PDIP, hal ini juga dapat
logis mengingat Hamzah Haz dari PPP pernah mendampingi Megawati
sewaktu menjadi presiden. Akan tetapi dalam fakta kubu Surya Darma
Ali sebagai ketua umum PPP sudah merapat dan secara personal
menyatakan berkoalisi dengan Gerindra, walaupun legalitasnya akan
ditentukan dalam Mukernas PPP. PKPI dengan pimpinan mantan jendral
dan ideologi partainya lebih dekat dengan PDIP dan jauh jika akan
masuk gerbong yang lain.
Golkar hanya dengan
menggandeng 1 partai sudah dapat mengusung calon presidennya,
Idealnya adalah Hanura. Hal ini disebabkan selain gengsi Hanura
dengan pimpinan mantan jendral ketika akan masuk dalam gerbong lain
akan sulit. Selain itu juga secara historis Wiranto adalah eks dari
Golkar. Tahun 2004 menang dalam konvensi Golkar sebagai calon
presiden yang resmi diusung sebelum tahun 2006 membentuk partai
sendiri, walaupun Jusuf Kalla dengan kebijakan personal yang juga
dari Golkar memilih berpasangan dengan SBY. Kedekatan itulah Hanura
sebaiknya merapat dengan Golkar.
Gerindra dengan kubu
yang ada di poros tengah semua ada kedekatan baik antara petinggi
partai, ideologi dan lobi politik yang dilakukan. Kuncinya ada 2 hal,
yaitu pertama
dekati PD melalui SBY (apakah gengsi para petinggi TNI masih
ada?akankah Prabowo mau menemui SBY mengingat jabatan sewaktu di
militer lebih tinggi Prabowo?walaupun sekarang SBY sebagai
presiden?disisi lain SBY sebagai presiden dan partai penguasa juga
tetap akan menjaga citra tidak akan mendahului dalam melakukan lobi
politik terlebih dahulu?pada gerbong ini lah SBY sebenarnya paling
dekat, karena dengan PDIP tidak mungkin (karena ada konflik pribadi
bertahun-tahun yang belum cair antara Megawati dan SBY. Selain itu
juga kedua partai berbeda posisi dalam pemerintah oposisi dan bukan).
Jika akan bergabung dengan Golkar calon Abu Rizal Bakri dinilai SBY
berpeluang kecil jika akan menang dalam presiden). Jika PD melalui
SBY dapat dirangkul oleh Gerindra maka partai dalam poros tengah akan
cenderung mengikutinya. Kedua,
adalah dengan mendekati partai satu-satu. Kedekatan dengan PKB?PKB
pun masih akan menjajaki peluang menang dan kalah nya jika dibanding
akan berkoalisi dengan PDIP. Komunikasi politik dan ideologi partai
yang ada kesamaan dan Marwan Jafar petinggi PKB yang pernah
mengatakan akan berkoalisi dengan paham kebangsaan dan nasionalis.
Hal yang mengerucut adalah ada wacana dari para petinggi NU (sebagai
ormas islam terbesar di Indonesia) akan lebih senang memasangkan
Mahfud MD dengan Prabowo. Ulama adalah panutan terbesar dari PKB dan
jika para ulama sudah menginstruksikan makan semua akan loyal
mengikutinya. Dengan demikian peluang PKB akan merapat ke Gerindra
berpeluang besar. PKS banyak berseberangan dengan ideologi yang PDIP
yang nasioanalis dengan ekstrimis islam dari PKS. Ideologi mereka
tidak akan bertemu. Para petinggi PKS pun juga intensif melakukan
komunikasi politik dengan Gerindra daripada dengan gerbong yang lain.
Bahkan PKS akan mengincar cawapres dari Prabowo. PAN secara ideologi
dan kedekatan emosional para petingginya juga lebih dekat dengan
Gerindra. Bahkan ada wacana ketua umum PAN Hatta Rajasa akan
dipasangkan dengan Prabowo. PPP sudah dipastikan akan merapat ke
Gerindra selain dukungan dari personal ketua umum PPP Surya Darma
Ali, Prabowo sendiri juga sudah mendapat restu dari ketua Majelis
Syariah PPP (orang yang berpengaruh dalam PPP, karena hanya dengan
ultimatum pencabutan SK, PPP yang semula pecah langsung bersatu
kembali dalam Mukernas). PBB walaupun sudah dapat dipastikan tidak
dapat melewati 3,5% sebagai ambang batas presidential threshold, akan
tetapi angka suara dan basis massanya masih akan sangat berpengaruh
terhadap mitra koalisinya. Gerindra merupakan partai yang paling
dekat dan ada peluang untuk menjalin mitra koalisi.
Koalisi poros tengah
tersebut juga akan bertarung sendiri dalam mengusung calon presiden.
PD,PKB dan PAN yang akan berpeluang menawarkan calon presiden yang
akan diusungnya. Mereka akan menentukan siapa yang akan dijadikan
calon presiden dan wakil presiden. PD melalui konvensi dalam
penjaringan calon presiden masih akan menentukan arah koalisi poros
tengah ini. Figur SBY dan komunikasi politik yang digunakan tidak
akan mustahil dengan kekuatan poros tengah ini akan menjadi kekuatan
baru dan menjadi pesaing bagi kandidat presiden lain.
Dari analisis
tersebut idealnya dalam pilpres nanti adalah sebagai berikut:
Prediksi
pertama
- PDIP, Nasdem dan PKPI;
- Golkar dan Hanura; dan
- Gerindra dengan poros tengah (PD,PKB,PPP,PAN,PKS, dan PBB)
Prediksi kedua
- PDIP, Nasdem, PKPI, dan Hanura; dan
- Gerindra, Golkar, dan poros tengah (PD,PKB,PPP,PAN,PKS, dan PBB)
Landasan
konstitutional
Dalam Pasal 6A ayat
(3) UUD Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa
pasangan calon presiden dan wakil presiden dinyatakan menang dalam 1
putaran jika sudah mencapai 50% lebih dari suara nasional atau
minimal 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari
setengah jumlah provinsi yang ada di Indonesia. Sementara itu
selanjutnya di ayat (4) disebutkan jika belum ada pasangan yang dapat
memenuhi ketentuan tersebut diatas (pada ayat (3)) maka akan diadakan
pemilihan putarann kedua. Landasan konstitutional ini akan dijadikan
sebagai acuan dari strategi politik dari masing- masing partai
politik untuk mengatur konsep koalisi yang akan diformulasikan.
Pada pilpres tanggal
9 Juli 2014 mendatang hanya akan ada persaingan antara Jokowi dan
Prabowo, akan tetapi mereka semua dapat gagal jika tidak memilih
calon wakil presiden yang tepat. Jadi dan tidaknya mereka akan
ditentukan oleh calon wakil presidennya. Menurut saya penentuan
mereka bukan sosok pribadinya karena mereka masih memiliki kekurangan
dan kelebihan masing-masing. Beda persoalan jika popularitas mereka
seperti SBY menjelang pilpres 9 Juli 2009, bahwa SBY jika dipasangkan
dengan siapa pun akan menang. Bahkan ada analogi ekstrim jika
dipasangkan dengan sandal pun juga akan menang. Jauh populartias
tersebut juga telah ada sejak menjelang pilpres pada 9 Juli 2004 dan
terbukti SBY berhasil jadi presiden. Apakah mereka sudah pada tahap
popularitas dan kewibawaan SBY? Jawabnya adalah belum dan tidak
mungkin bisa. Banyak bukti dan fakta. Kandidat terkuat adalah Jokowi
dari PDIP yang telah diprediksi banyak survey akan memenangkan
pilpres dan terpilih sebagau presiden. Lawan terberat Prabowo dari
Gerindra, akan tetapi belum dapat mengajukan sebagai presiden karena
masih harus menggandengan partai lain. Jika tidak cepat dan
menentukan koalisi maka hal terburuk adalah tidak dapat memajukan
Prabowo sebagai presiden, karena banyak pihak khususnya marketing
luar negeri yang ingin menggagalkannya. Jika partai lain tanggap dan
dapat menangkap momentum tersebut dan bergabung maka yang paling
ditentang justru akan menang sebagai presiden. Dalam telaah lebih
lanjut gerbong dari Abu Rizal Bakri dari Golkar jika akan tetap maju
hanya dapat memecah suara yang menggiring agar pilpres dalam 2
putaran. Hal akan berbeda lagi jika poros yang akan dipimpin SBY
(calon dari pemenang konvensi PD) dapat terealisasi karena akan
menggiring agar tidak ada pemenang dengan suara mayoritas mutlak,
sehingga pilpres dalam 2 putaran. Dalam keadaan demikian pola koalisi
yang terbentuk dari mereka adalah dari lawan akan menjadi kawan
koalisi atau sebaliknya.
Dalam telaah lebih
lanjut 2 kompetisi besar ada pada Jokowi (PDIP) dengan mitra koalisi
Nasdem, PKPI dan Hanura. Mereka akan berkoalisi dalam koalisi
kerakyatan. Saya sendiri lebih senang dengan sebutan nama “koalisi
nasionalis”.
Prabowo (Gerindra) dengan mitra koalisi Golkar, dan poros tengah
(PD,PKB,PPP,PAN,PKS, dan PBB). Mereka akan berkoalisi dalam koalisi
pelangi atau koalisi gemuk atau koalisi tenda besar atau koalisi
dalam setgab jilid II. Saya sendiri lebih senang dengan sebutan nama
“koalisi
patriotis”.
Siapakah yang akan jadi R1-7?Jokowi dan Prabowo idealnya berpasangan
dengan siapa?. (lihat buku yang berjudul “Gejolak Politik Hukum Vs
Dilematika Tata Negara Indonesia (Menuju Pemilu 2014), dalam Sayfudin
(2014:211). Telah dikupas tuntas kalkulasi dan nama-nama pasangan
yang ideal dalam duet pilpres pada tanggal 9 Juli 2014.
Perenungan nasib
bangsa???
Akhirnya saya kutip
dalam Sayfudin (2014:214) dikatakan bahwa Samuel P.Huntington berkata
tentang hasil pemilihan umum dikatakan bahwa siapa dan kelompok mana
yang memiliki legitimasi untuk memerintah?Arah kebijakan dan
tujuan-tujuan apa yang hendak diambil oleh yang memerintah itu?. Dari
substansi ini mari kita renungkan bersama akan prosesi selama
pemilihan umum tahun 2014 berlangsung dan efeknya bagi kebaikan
bangsa Indonesia. Partai manakah yang akan menjadi pemenang dan
apakah pemimpin terpilih juga akan dari partai pemenang
tersebut?Ataukah akan berkoalisi dengan partai lain agar dapat menang
dan memenangkan calon presiden dan/atau wakil presiden yang
diusung?.Bagaimanakah pola koalisi yang akan dibangun oleh partai
politik?baik yang akan mendukung pemerintahan maupun yang berada di
luar pemerintahan?Mampukah mereka akan saling bersinergi demi
perbaikan tata pemerintahan?Ataukah akan saling menjatuhkan dengan
hanya mementingkan golongan dan partainya sendiri?Pergantian estafet
kepemimpinan sebagai RI-7 akan menjadi pertaruhan dan adu gengsi dari
masing-masing partai politik dari calon presiden yang diisung dan
berhasil menjadi pemimpin di negeri ini. Pada pemilihan umum tahun
2014 ini adalah kesempatan terakhir bagi generasi pertama pasca
reformasi untuk menjadi pemimpin di negeri ini. Pada pemilihan umum
tahun 2019 mendatang adalah generasi kedua yang akan memberikan warna
dan gebrakan baru di negeri ini. Siapa pun presiden R1-7 kita semua
berharap akan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa ini, karena
selfrecpect
is one of to build character nation.
Indonesia adalah the
great nation,
maka momentum pemilihan umum tahun 2014 ini adalah pertaruhan dan
pembuktian terhadap dunia internasional. Jaya Indonesia. Amiiin.
19 January 2014
PRAHARA AWAS ANAS SERANG CIKEAS? (TELAAH THE OCTOPUS BEHAVIOUR THEORY)
KPK dalam menetapkan sebagai tersangka menggunakan
Pasal 12 a UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. KPK beranggapan sudah ada 2 alat bukti yang sah karena
menerima hadiah atau janji ketika masih menjabat sebagai anggota DPR RI. Akan
tetapi apakah sudah berdasarkan Pasal 183 KUHAP?jika yang disangkakan hanya
pada gratifikasi mobil
Toyota Harrier dari PT Adhi Karya?. Ini akan menjadi perdebatan dalam
persidangan. Sprindik yang bocor apakah ada unsur kesengajaan atau
kesalahn administrasi saja?.Hal ini bisa menjadi ranah pidana ketika ada unsur
kesengajaan dengan maksud tertentu. Pelakunya juga dapat dipidanakan.
Polemik surat pemanggilan KPK pada Anas Urbaningrum
terdapat dua kutub yang saling berbeda dalam menafsirkan KUHAP. Dalam
perspektif PPI dkk menggunakan Pasal 112 ayat (1) yang berbunyi “Penyidik yang
melakukan pemeriksaan dengan menyebutkan alasan panggilan secara jelas,
berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa
dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar
antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan
tersebut”. Pihak mereka mempermasalahkan tentang “panggilan secara jelas”, karena masih
disebut dalam surat panggilan kasus Hambalang dan proyek lain. Proyek lain
tidak identik dengan klasula “penggilan secara jelas”. Disisi lain pihak KPK
menggunakan Pasal 51a KUHAP yang
berbunyi “Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang
dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya waktu pemeriksaan
dimulai”. Klausula pada “dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti” ini
menurut saya akan menjadi gugur ketika pihak tersangka mengelak tidak mengerti.
Akan tetapi ironi jika dari awal ditetapkan sebagai tersangka tidak mengerti
pasal-pasal yang disangkakan. Buat apa menunjuk kuasa hukum jika tidak
mengerti?.Ini adalah permainan bahasa hukum. Logika hukum, penafsiran, dan
debat teori bisa terjadi pada tahapan ini. Kuatnya argumentasi yuridis dengan
bungkusan logika filsafat yang akan menang. Hal ini juga akan menjadi debat
argumentasi hukum awal pada proses hukum selanjutnya.
Pada 10 Januari 2014 Anas Urbaningrum resmi ditahan
KPK. Apakah polemiknya kenapa datang sendiri tanpa didampingi kuasa hukumnya?.
Kenapa alasan penahanan karena menerima uang 2 M pada waktu Kongres Partai
Demokrat?Kenapa tidak disebutkan sejak awal bersamaan gratifikasi penetapan
sebagai tersangka?. Dalam karyanya Sayfudin dalam buku perdana terbit Juli 2013
pada bagian yang mengupas tentang pola,modus dan gaya korupsi pejabat ada hal
yang menarik untuk perlu dikaji bersama. Dapat dikaji pada (2013:244). Ia
melahirkan konstruksi hukum dan penalaran teori baru dalam pidana. Ia beri nama
“The Octopus Behaviour Theory” atau “Teori Gurita Bertindak”. Sebagai
penjelasan secara umum adalah hewan gurita merupakan konteks paradigma
filosofis metafisis kinerja dalam sebuah birokrasi yang korup. Adapun makna
umum dalam teori ini adalah sebagai berikut: Otak gurita, merupakan para penguasa dalam sebuah birokrasi atau
pihak atasan; Mata gurita, merupakan
aturan formal (kamuflase tingkat 1) dalam melegalkan sebuah kebijakan publik
atau pihak menengah; Kaki panjang gurita,
merupakan aturan materiil (kamuflase tingkat 2) dalam melegalkan sebuah
kebijakan publik atau pihak menengah; dan Kaki
gurita, merupakan anak buah sebagai peserta dalam pengambilan kebijakan
atau pihak bawahan.
Keempat komponen tersebuat akan saling bekerja sama
dan akan saling mempengaruhi. Mereka tidak dapat dipisahkan antara yang satu
dengan yang lain. Jika salah satu mesin tersebut tidak ada yang bekerja salah
satu saja maka tidak dapat dikatakan teori ini akan berlaku dalam menganalisis
sebuah kasus. Goal setting dari
seluruh pergerakan komponen tersebut adalah “kinerja
tim’ dan “tindakan dalam kamuflase
hukum” yang dilakukan secara bersama-sama. Setiap tindakan-tindakan yang dilakukan hanyalah upaya menutupi
kesalahan dengan pengeluaran kebijakan publik sebagai alasan pembenaran.
Pembenaran akan menjadi hukum setelah mendapat tutup berupa payung hukum
melewati kebijakan publik dari pihak eksekutif maupun legislatif.
Terlihat aneh dan janggal, akan tetapi uji teori
tersebut sudah banyak terjadi dan validisasinya terbukti pada kasus-kasus besar
yang melibatkan pejabat yang korup khususnya di daerah. Bagaimana teori ini
bekerja pada kasus Anas Urbaningrum?. Siapakah penguasa dalam lingkaran kasus
yang menjeratnya? (Hambalang yang sudah dibuktikan oleh KPK dan proyek lain).
Apa saja aturan formal dan materiilnya?.Menurut saya juga tidak kalah penting
adalah siapa saja yang terlibat ikut secara berjamaah pada kasus tersebut?.
Pada fase
pertama, dapat dikatagorikan para pengambil kebijakan
teratas ini yaitu para pejabat di birokrat pemerintah sebagai legalisator
tertinggi di masing-masing instansi. Presiden pada lembaga kepresidenan.
Pimpinan Banggar DPR RI sebagai alat kelengkapan negara pada proses pencaiaran
dana. Menteri keuangan pada dapartemen keuangan sebagai celah dilegalkannya
uang negara dari APBN. Menteri pemuda dan olah raga karena aktivitas pada
jeratan kasus korupsi ini melibatkan lembaga ini dan menjadi kewenangan di
bawah instansi ini juga. Pada fase ini terkait siapa yang termasuk orangnya
seperti dalam Pasal 55 KUHP yaitu “orang
yang melakukan, yang menyuruh lakukan, turut serta melakukan, dan penganjur”.
Dalam hal ini orang yang terlibat adalah SBY,Andi Malarangeng, Agus
Martowardoyo, Wayan Koster, Kahar Muzakkir, dan Olly Dondokambey.
Pada fase kedua,
dapat dikatagorikan sebagai aturan yang bersifat formil dan payung hukumnya
yaitu berupa peraturan yang diambil dalam aturan konstitusi dan peraturan
perundang-undangan. KUHP dan KUHAP masuk dalam katagori ini. UU No. 30 tahun
2002 tentang KPK. UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada fase ketiga,
dapat dikatagorikan sebagai aturan yang bersifat materiil dan payung hukumnya
yaitu aturan yang lebih teknis dan peraturan pelaksana lainnya. Dapat juga
berupa Peraturan Pemerintah, peraturan atau keputusan dari instansi pemerintah
atau swasta. Dalam katagori ini dapat juga yang bersifat personal dari sebuah
peraturan maupun dalam bentuk keputusan. Pada fase ini menurut saya dapat masuk
dalam siklusnya peraturannya berupa Perpres No.54 Tahun 2010 tentang pengadaan
barang/atau jasa pemerintah. Pada Pasal 7 sampai Pasal 11 disebutkan tentang
kinerja dan siklus dari Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sumber dana utama adalah dari APBN.
Pada fase
keempat,dapat dikatagorikan peserta tambahan dan ikut
melaksanakan kesuksesan tindak pidana korupsi yaitu setiap orang yang terlibat
pada fase kedua dan ketiga baik yang mengeluarkan maupun yang mendapatkan
mandat dari atasannya. Katagori orang dalam fase ini dapat dilihat dalam Pasal
56 KUHP sebagai pembantu dalam melakukan kejahatan yaitu “orang yang sengaja melakukan kejahatan” dan “orang yang memberikan
kesempatan,sarana, dan keterangan untuk melakukan kejahatan”.
Pada fase ini orang-orang yang dapat dikatakan
terlibat adalah Anas Urbaningrum, Nazzarudin, Angielina Sondahk, Edie Baskoro, Syariah
Sofiah (kepala badan perizinan Terpadu Kabupaten Bogor), Burhanudin (kepala
Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor), Achmad A. Ardiwinata (Pejabat
Pembuat Komitmen kegiatan studi amdal tahun 2007), Yani Hassan (Kepala Dinas
Tata Bangunan dan Permukiman Kabupaten Bogor), Joyo Winoto (Kepala Badan
Pertanahan Nasional/BPN), Managam Manurung (Sestama dan Plt Deputi II BPN), Binsar
Simbolon (Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah BPN), Erna
Widayati (Staf Pengolah Data Deputi II BPN), Luki Ambar Winarti (Kepala Bagian
Persuratan BPN), Wafid Muharam (Sekretaris Kemenpora), Dedy Kusdinar (Kabiro
Perecanaan Kemenpora dan Pejabat Pembuat Komitmen), Anny Ratnawati (Dirjen
Anggaran Kemenkeu), Mulia P Nasution (Sekjen Kemenkeu), Dewi Pudjiastuti
Handayani (Direktur Anggaran II Kemenkeu), Sudarto (Kasubdit II E Ditjen
Anggaran Kemenkeu), Rudi Hermawan (Kasie II E-4 Ditjen Anggaran Kemenkeu), Ahmad
Maliq (Staf Seksi II E-4 Ditjen Anggaran Kemenkeu), Guratno Hartono (Direktur Penataan
Bangunan dan Lingkungan Kementerian PU), Dedi Permadi (Pengelola Teknis
Kementerian PU), Wafid Muharam (Sekretaris Kemenpora), Wisler Manalu (Ketua
Panitia Pengadaan Kemenpora), Jaelani (anggota Panitia Pengadaan Kemenpora), Bambang
Siswanto (Sekretaris Panitia Pengadaan Kemenpora), Rio Wilarso (Staf Biro
Perencanaan Kemenpora), M. Arifin (Komisaris PT Metaphora Solusi Global/MSG), Asep
Wibowo (Manajer Marketing PT MSG), Husni Al Huda (staf PT Yodya Karya), Aman
Santoso (Direktur PT Ciriajasa Cipta Mandiri/CCM), Mulyatno (Manajer Pemasaran
PT CCM), Aditya Gautama (staf PT CCM), Rudi Hamarul (staf PT CCM), RM Suhartono
(staf PT CCM), Yusuf Sholikin (staf PT CCM), Malemteta Ginting (Staf PT CCM
sekaligus Team Leader Manajemen Konstruksi), Teguh Suhanta (staf PT Adhi
Karya), R Isnanta (Kabag Keuangan Kemenpora), Teuku Bagus Muh Nur (Kepala DK-1,
PT Adhi Karya sekaligus Kuasa KSO Adhi-Wika), Machfud Suroso (Dirut PT Dutasari
Citralaras), R. Isnanta (Panitia Pemeriksa/Penerima Pengadaan Barang/Jasa Pada
Pembangunan Lanjutan P3SON Hambalang), Teuku Bagus Nur (Kepala DK-I PT Adhi
Karya sekaligus Kuasa KSO Adhi-Wika), Bu pur sebagai pihak yang ingin proyek
hambalang 2,5 T dimenangkan.
Setiap orang yang terlibat wajib diperiksa dan
dipanggil oleh KPK tanpa terkecuali SBY. Terlepas nanti terbukti atau tidak itu
persoalan lain. Dalam teori ini kinerja tim dalam lingkaran birokrasi adalah
pekerjaan berjamaah ketika melakukan kejahatan. Tidak mungkin sendiri-sendiri
pasti melibatkan semua yang masuk dalam lingkaran birokrasi tersebut. Jika Anas
Urbaningrum terlibat dan sah terbukti bersalah jelas tidak mungkin tidak ada
orang yang bersertanya, artinya dari fase 1 dan 2 wajib diperiksa. Jika semua
terbukti wajib masuk penjara semua. Berhubung proyek lain ini masih dalam
pemeriksaan maka saya tidak memasukannya dalam telaah teori ini. Apa
kemungkinan secara pidana yang dilakukan oleh Anas Urbaningrum? Ia harus membuktikan
bahwa tidak menerima gratifikasi dengan pembuktian terbalik dan bukti-bukti
secara tertulis atau dari saksi-saksi yang dihadirkan. Ia juga harus membantah
dan membela diri dari setiap testimoni yang telah menyebutnya dalam
keterlibatan kasus tersebut. Terakhir adalah apa berani memberikan kesaksian
atas keterlibatan pata petinggi Partai Demokrat termasuk SBY dan putra
mahkotanya Edie Baskoro karena sebelumnya telah disebut oleh Yulianis sebagai Justice Collaborator?. Ini adalah hal
yang paling ditunggu publik.
Dalam kasus Hambalang banyak yang terlibat dari yang
baru ditahan sampai penjatuhan vonis. Kaitannya ini saya hanya mengambil
beberapa contoh saja. Pada 20 April 2012
Nazarudin telah divonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda 200 juta. Ia dikenakan
Pasal 12 b UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi .Angelina Sondahk pada 20 November 2012 di tingkat kasasi
MA dari vonis 4 tahun 6 bulan menjadi 12 tahun penjara dan denda pengganti
sebesar 74,4 M. Ia dikenakan Pasal 12a UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada 17 Oktober 2013 Andi
Malaranging ditahan. Ia dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No.31 Tahun
1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Anas Urbaningrum sama persis dengan jerat hukum dari
Angelina Sondahk. Apakah vonisnya akan sama?atau justru akan ditambah dengan
jeratan hukum pencucian uang mengingat ada proyek lain selain Hambalang?.Atau
justru sebaliknya akan lebih ringan atau bebas mengingat perdebatan hukum dan
pembuktian materiil di persidangan. Ingat ada beberapa jenis vonis seperti
dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP dapat diputus “bebas” jika kesalahannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Selanjutnya pada Pasal 191 ayat (2) dapat diputus “lepas dari segala tuntutan hukum” jika perbuatannya bukan jenis
tindak pidana. Hal ini juga sama dengan isi Pasal 38B ayat (6) UU No.31 Tahun
1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subscribe to:
Posts (Atom)