Breaking News

14 September 2014

FRUSTASI RUU PEMILUKADA:ANTESIS ATAUKAH DOGMA DEMOKRASI?

Galau konstitusi terjadi sejak tumbangnya rezim orde baru diikuti dengan format akan kemanakah negara dibawa?format sistem pemerintahan yang seperti apakah yang paling tepat?termasuk akan diposisikan dimanakah urusan daerah dalam konteks pemerintahan pusat?apakah terpisah dengan urusan masing-masing atau kah ada hubungan dengan sistem tertentu?.Pada space ini konstitusi sudah berusaha memberikan solusi dan argumentasi pada BAB VI tentang Pemerintahan Daerah setelah amandemen kedua. Derivatifnya dari amandemen konstitusi tersebut pemerintah telah menjawab dengan lahirnya UU No.32 Tahun 2004 jo UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.

Read more ...

26 June 2014

KOALISI PATRIOTIS (PRABOWO-HATTA = 53%) VS KOALISI NASIONALIS (JOKOWI-KALLA = 47%): LEBIH BAIK R1-7 = PRABOWO SUBIANTO


Akan lebih baik jika dalam memahami tulisan ini diawali dari referensi bacaan dari buku ke-2 karangan saya dengan judul “Gejolak Politik Hukum Vs Dilematika Tata Negara Indonesia (Menuju 2014)”. Tebal 214. Terbitan dari Liberty Yogyakarta dan launching pada tanggal 2 April 2014. Bagi yang sudah dapat silahkan dibaca baik-baik. Selain itu dapat dilihat 2 jenis artikel sebagai tafsir tambahan dari buku tersebut karena mengikuti dinamika yang ada. Dua (2) jenis artikel tulisan saya dapat dilihat dalam http://sayfudin27071992.blogspot.com atau ketik di google “koalisi patriotis”. Dengan melihat semua keseluruhan substansi dan dogmanya maka pemahamannya tidak akan terputus-putus koherensi dan satu kesatuan. Ini merupakan tulisan ke-3 dan ke-4 saya dan merupakan kelanjutan dari sebelumnya.

Read more ...

21 May 2014

KOALISI PATRIOTIS (PRABOWO-HATTA) VS KOALISI NASIONALIS (JOKOWI-KALLA) MENUJU R1-7?


Sering dalam acara diskusi-diskusi publik,seminar dan bedah buku ada pertanyaan tentang R1-7 siapa?Sesering pertanyaan itu muncul juga sering saya katakan adalah parameter R1-7 adalah cawapres (presiden akan ditentukan dengan kualitas dari cawapresnya karena kompetisi pilpres beda dengan kondisi pada tahun 2004 dan 2009. Capres yang ada sekarang masih banyak minusnya daripada plusnya. Minusnya tersebut harus dapat tertutupi oleh cawapresnya) dan pemenang nomor urut 4 dan 5 (saya menggunakan metode deduktif-politis dengan berkaca dari pemilu tahun 2004 dan 2009). Cawapres sudah jelas dari masing-masing pasangan capres (sudah dideklarasikan pada tanggal 19 Mei 2014. Prabowo-Hatta Rajasa dan Jokowi-Jusuf Kalla. Walaupun dalam penentuan cawapres saya sendiri berbeda pandangan dengan yang ada dan dapat dilihat dalam buku kedua karangan saya kriteria dan idealnya seperti apa (halaman 194-198). Akan tetapi buat saya perbedaan adalah wajar. Mudah-mudahan tidak salah dan tepat sesuai pertimbangan yang sudah diambil. Hal paling penting adalah sudah dengan pertimbangan yang terbaik buat bangsa ini).
Nomor urut 5 sudah jelas merapat ke kubu PDIP. Nomor urut 4 akan kemana?Jika saya cermati dari 4 petisi opsi koalisi dan hasilnya ada 9 point dari rapimnas pada tanggal 18 Mei 2014, maka masih sangat multitafsir jika akan bersikap netral?.Itu adalah gaya politiknya.  Apalagi ketika rapimnas Golkar juga pada tanggal 18 Mei 2014. Kedua partai jika saya cermati saling sandra dan menunggu. Akhirnya dapat dikatakan 90% Golkar merapat ke Gerindra karena mandat rapimnas ada pada ketua umum. Ketua umum lebih dekat dengan Gerindra daripada ke PDIP, karena sama-sama telah berproses di Golkar.
Analisis siapakah R1-7?Jauh hari sebelum  pemilu berlangsung sudah saya kalkulasikan dalam buku kedua karangan saya (terbit 2 April 2014 bagi yang sudah mendapatkan dapat dicermati dan dibaca analisis khususnya). Tafsir ke-1 sudah saya jabarkan terkait peta koalisi yang terjadi (27 April 2014) yang lalu bisa dicocokan dengan hasil koalisi yang sekarang (dapat dilihat pada tulisan saya di note fb saya atau ketik di google “koalisi patriotis”). Walau ada yang sedikit meleset partai mitra koalisi itu wajar karena peta politik tiap waktu akan berubah. PKB akhirnya merapat ke PDIP padahal sudah saya prediksi ke Gerindra. Sekarang prediksi saya Partai Demokrat akan merapat ke Gerindra sudah terjawab pada point kedua (2) petisi opsi koalisi dari hasil rapimnas, walaupun hasilnya seperti ini adalah masalah gaya permainan politik saja dan menjaga gengsi partai. Tinggal tunggu sikap PKPI akan kemana?. Walaupun hal ini tidak akan banyak berdampak yang significant, tetapi dalam politik hal yang samar-samar dan abu-abu adalah justru akan menentukan.

Kalkulasi peta mitra koalisi
Sekarang hitungan-hitungan jumlah kursi yang ada di DPR. Hasil perolehan kursi yang lolos parliementary threshold 3,5% adalah 10 partai yaitu sebagai berikut: PDIP ada 109 kursi, Golkar ada 91 kursi, Gerindra ada 73 kursi, Demokrat ada 61 kursi, PAN ada 49 kursi, PKB ada 47 kursi, PKS ada 40 kursi, PPP ada 39 kursi, Nasdem ada 35 kursi, dan Hanura ada 16 kursi. Jumlah total yang sudah dapat dipastikan perang koalisi adalah sebagai berikut:
1.      Jokowi dengan gerbong dari PDIP,Nasdem,PKB,dan Hanura = 109+35+47+16 = 207
2.      Prabowo dengan gerbong dari Gerindra, PPP,PAN,PKS,Golkar dan PBB (tidak lolos PT 3,5%, sehingga tidak dapat kursi di DPR) = 73+39+49+40+91= 292
Misalkan saja Demokrat ke Gerindra jadinya = 292+61 = 353. Hasilnya 207+ 353 adalah 560 sesuai dengan jumlah kursi yang ditentukan di DPR dan diperebutkan di 77 dapil se-Indonesia.
Berkaca dari pilpres putaran pertama tahun 2004 ada 5 pasangan yaitu SBY-Jusuf Kalla (Demokrat (56 kursi), PBB (tidak lolos PT 3%), dan PKPI (tidak lolos PT 3%)), Megawati-Hasyim Muzadi (PDIP (109 kursi) dan PDS (tidak lolos PT 3%)), Wiranto-Sallahudin Wahid (Golkar (127 kursi), PKB (52 kursi), PKPB (tidak lolos PT 3%), dan Patriot Pancasila (tidak lolos PT 3%)), Amin Rais-Siswono Yudho Husodo (PAN (53 kursi), PKS (45 kursi),PBR,PSI, PNI Marhaenisme,PPDI,PNBK, dan PBSD (ke-6 partai pendukungnya tidak lolos PT 3%)), Hamzah Has-Agum Gumelar (PPP (58 kursi) tanpa koalisi).
Pada putaran ke-2 diikuti oleh pasangan SBY-JK yang tergabung dalam koalisi kerakyatan (Demokrat, PKS,PBB,PKPI,PPDK,PP,PPDI,PKB dan PAN) dan Megawati-Hasyim Muzadi yang tergabung dalam koalisi kebangsaan (Golkar,PDIP,PPP,PBR,PDS,PKPB, dan PNI Marhaenisme). Akhirnya dimenangkan oleh pasangan SBY-JK. Fakta pada pilpres tahun 2004 ini ada kecenderungan koalisi kecil dapat mengalahkan koalisi besar. Banyak hal yang mempengaruhinya baik dari kerja mesin politik, basis massa yang militan dan terlebih lagi karena figur dan penokohan dari SBY.
Berkaca dari pilpres putaran pertama tahun 2009 ada 3 pasangan yaitu SBY-Boediono (Demokrat (150 kursi),PKS (57 kursi),PKB (27 kursi),PPP (37 kursi), dan PAN (43 kursi)), Megawati-Prabowo (PDIP (95 kursi) dan Gerindra (26 kursi)), dan Jusuf Kalla-Wiranto (Golkar (107 kursi) dan Hanura (18 kursi)).
Pada putaran ke-2 diikuti oleh SBY-Boediono (Demokrat,PKS,PKB,PPP,PAN, dan Golkar) dan Megawati-Prabowo (PDIP,Gerindra, dan Hanura). Akhirnya dimenangkan oleh SBY-Boediono. Fakta pada piplres tahun 2009 ini koalisi besar dapat mengalahkan koalisi kecil, selain didukung oleh figur dan penokohan hal ini juga disebabkan mesin politik makin besar dan dapat bekerja secara maksimal. Pemenangnya adalah koalisi yang lebih besar karena mesin politiknya berjalan maksimal. Pada tahap ini menurut saya adalah ormas islam terbesar NU dan Muhamadiyah bersatu karena konsep menurut apa yang dikatakan ulama adalah sah dan wajib dituruti ikut memberikan sumbangan suara yang besar apalagi mayoritas Indonesia adalah islam.
Akankah koalisi patriotis dapat mengalahkan koalisi nasionalis?ataukah koalisi kecil dapat menang melawan koalisi yang lebih besar. Hal ini dapat dipengaruhi beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1.      Penokohan dan figur dari masing-masing pasangan;
2.      Visi dan misi yang dipropagandakan;
3.      Loyalitas dan militansi mitra koalisi dalam memenangkan pasangan yang didukung;
4.      Mesin kerja dari masing-masing partai politik dengan basis massanya masing-masing; dan
5.      Swing voter dari rakyat.

Kelemahan capres dan kelebihan cawapres
Titik kelemahan Jokowi adalah belum adanya konsep yang jelas dengan visi dan misi yang akan dibawa untuk menuju Indonesia hebat. Konsepnya masih multi tafsir dan hanya sekedar berwacana. Ia menganggapnya Indonesia hanya akan selesai dengan gaya blusukan seperti ketika memimpin Solo dan Jakarta. Hal ini juga menjadi kegelisahan kalangan akademisi bagaimana akan memimpin negara ini tanpa membawa konsep yang jelas dan akan dipertanggungjawabkan pada rakyat?. Stigma yang tidak konsisten dalam menjalankan amanah jabatan juga menjadi boomerang dan blunder. Hal ini juga telah mengubah paradigma masyarakat yang sekarang sudah menjadi pemilih cerdas.
Lalu bagaimana Jusuf Kalla sebagai cawapresnya akan menutupi kekurangan tersebut?. Ia adalah tipe orang yang eksekutor dan tegas dalam mengambil kebijakan. Usia dan pengalamannya dalam perpolitikan dan pemerintahan akan memberikan hal baru dan saling menyeimbangkan dengan gaya kepemimpinan Jokowi. Kebijakan-kebijakan dari Jusuf Kalla dirasakan lebih menyentuh rakyat ketika duet dan menjadi wakil presiden dengan SBY (periode 2004-2009) akan menjadi nilai plus bagi rakyat dalam memilih pasangan ini. Konflik mereka yang akan mungkin terjadi adalah berhubung gaya kepimpinan sama-sama eksekutor dan kurang mementingkan konsep, lalu bagaimana jika keduanya sama-sama akan mengambil kebijakan dan tidak ada mau yang mengalah?.Belum lagi jika harus berhadapan dengan realitas ketika koalisi lain akan saling berargumen terkait hak interpelasi, hak angket dan hak menyatkan pendapat (Pasal 20A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, fase ini akan saya kupas lebih dalam pada tafsir-tafsirnya berikutnya). Hak-hak tersebut terbukti dapat menjatuhkan Gus Dur ketika menjadi presiden walaupun didukung dengan kekuatan PDIP (Megawati sebagai wapresnya) yang pada tahun 1999 juga menjadi pemenang dengan suara kursi mayoritas. Apalagi pada koalisi ini jumlahnya kursinya masih kalah dengan lawannya?. Belum lagi faksi militer masih dominan pada pihak lawan?.Walaupun dalam tata negara dan perpolitikan kekuatan militer tidak berfungsi karena masih netral, akan tetapi mereka tetap memiliki hak politik dan cenderung akan mengikuti atasannya.
Titik kelemahan Prabowo adalah terkait isu HAM yang terjadi pada era reformasi dengan adanya penculikan para aktivis dan bahkan adanya pembunuhan. Walaupun dalam tahapan ini belum terbukti benar dan tidaknya khususnya jika disidangkan pada pengadilan HAM. Para aktivis sudah terlanjur sakit hati dengan tindakannya. Prabowo terindikasi dengan gaya kepemimpinan yang otoriter dan jilmaan dari rezim orde baru. Rakyat khawatir akan menimbulkan kekejaman orde baru dengan praktek KKN nya, walaupun terkadang masih ada sebagian yang merindukan masa orde baru. Banyaknya bermunculan slogan dengan foto Soeharto “piye penak zamanku to?”. Visi nasionalisasi asset dan kembali pada UUD 1945 adalah tindakan blunder karena dianggap berbahaya. Hal ini juga yang membuat SBY khsususnya dan gerbong Partai Demokrat menjauh. Padahal jauh hari sudah ada sinyal kuat akan merapat ke Gerindra.
Lalu bagaimana dengan Hatta Rajasa sebagai cawapresnya?Pengalaman dalam pemerintahan dan akan memberikan stimulus terhadap Prabowo dalam pengambilan kebijakannya. Hal penting adalah mereka dapat mensinergikan terhadap ekonomi kerakyatan dan akan lebih memperjuangkan ekonomi rakyat kecil. Walaupun belum banyak prestasi dari Hatta Rajasa dalam pemerintahan, akan tetapi dapat menjadi penyeimbang bagi gaya kepempinan Prabowo. Dalam hal gaya kepemimpinan akan cenderung berbanding lurus dan lebih sedikit akan terjadi konflik. Apalagi didukung dengan suara mayoritas di DPR. Jika pun ada akan dapat di dan voting akan tetap menang. Kemungkinan akan ada konflik adalah ketika sektoral egosentris dari Prabowo masih dominan?lalu Hatta Rajasa akan diberikan kewenangan seperti apa? Hanya akan diposisikan sebagai pembantu presiden? (Pasal 4 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, fase ini akan saya kupas pada tafsir-tafsir berikutnya).
Kelebihan masing-masing capres dan cawapres dan gerbong basis massa dari keduanya (walaupun dalam buku karangan kedua saya dapat dilihat pada halaman 155-179 setiap partai politik sudah saya kalkulasikan peta kekuatan massa dan kelemahannya sehingga dapat lulus parliementary threshold 3,5% kan terbukti dengan hasilnya sekarang?dapat dicek pada halaman tersebut, akan tetapi dengan pilpres menurut saya akan berbeda dan berubah konstelasi dan kontestasi politiknya) serta hal-hal yang akan mewarnai tata negara dan perpolitikan menjelang pilpres akan saya tulis pada tafsir ke-3 dan ke-4 (kenapa harus 4?ada maknanya sendiri. Hal ini hanya akan dapat dijelaskan oleh kelompok pengajian Al-Hikmah terkait tafsir 4 dan kajiannya lewat tafsir Al-Quran dan Al-Hadist. Hal ini biarkan menjadi telaah di internal Al-Hikmah dan kapasitas saya dalam tulisan ini sekarang adalah diluarnya hanya dengan pendekataan tata negara dan politik). Setelah pada tafsir ke-4 tersebut akan saya berikan kesimpulan akhirnya prediksi siapa yang akan lebih berpeluang dan lebih baik menjadi R1-7? …just so wait…!!! Mudah-mudahan sedikit tulisan saya ini dapat menjawab berbagai pertanyaan rekan-rekan semua. Terima kasih.
Read more ...

27 April 2014

PARTAI POLITIK MENUJU PILPRES 9 JULI 2014 : KOALISI CERDAS ATAU PEDAS ? SIAPA R1-7?

Mindsite demokrasi
Pasca pemilu legislatif pada 9 April 2014 terlihat dalam beberapa survey (Cyrus-CSIS) terkait hasil perolehan partai politik. Pada peringkat 3 besar akan sangat menentukan karena telah memilih presiden yang akan diusung (PDIP, Golkar, dan Gerindra). Sedangkan pada posisi 4 dan 5 (Demokrat dan PKB) akan berfungsi stimulus bagi partai lain dalam menentukan koalisi. Partai diatas 5 besar akan cenderung mengikuti magnet pada partai 3 besar yang telah memiliki calon presiden. Posisi 4 dan 5 ini selain sebagai stimulus juga sebagai mediator dalam menentukan koalisi. Bahkan dalam beberapa tulisan saya akan merapat kemanakah posisi 4 dan 5 ini akan jadi kunci siapa yang akan jadi R1-7. Terkait dengan hasil perolehan hasil suara partai politik juga sudah di bahas dalam buku terbaru menyambut Pemilu 2014 edisi (2 April 2014) yang berjudul “Gejolak Politik Hukum VS Dilematika Tata Negara Indonesia (Menuju Pemilu 2014)” dalam Sayfudin (2014: 179) telah didahului dengan analisis partai politik terkait peta kelemahan, kekuatan, strategi pemenangan dan bahkan peluang masing-masing partai politik. Hasilnya pun sesuai dengan hasil quick count yang sekarang ada pada peringkat partai, tidak ada suara yang lebih dari 20% (presidential threshold) dan yang tidak lolos dibawah angka 3,5% (parliemantary threshold). Semua partai politik berdasarkan survey tersebut akan menentukan koalisi dengan partai mana setelah pengumuman resmi dari KPU pada tanggal 7-9 Mei 2014 baik pengumuman penetapan suara secara nasional dan juga partai politik yang lolos dan tidak dari parliemantary threshold. Proses konsolidasi, koalisi dan suksesi adalah wisdom af way bagai partai politik dalam mengemban amanah rakyat dan bangsa.
Berkaitan dengan koalisi partai politik dengan sistem presidential saya mencoba menganalisis dari buku yang berjudul “Sistem Presidential dan Sosok Presiden Ideal” dalam Maswadi Rauf dkk (2009:79) ada istilah yang menurut saya menarik buat dikaji terkait “segmentasi ideologis”. Pemaknaan ini akan berkaitan dengan gaya dan pola setiap partai politik dalam memilih kawan koalisi. Harga diri dan gengsi partai akan diletakan pada posisi ini. Partai yang berbasis nasionalis, religious, dan nasionalis-religious akan mengambil langkah dengan hati-hati karena selain harga diri partai dengan perjuangan ideologi yang dibawanya juga merupakan pertaruhan akan masa depan dalam pemilu tahun 2019.
Dalam buku yang berujudul “Politik Muka Dua” dalam David Runciman (2012:180) Bentham memberikan deskripsi tentang fiksi demokrasi. Hal ini ia kupas tuntas dalam karyanya yang berjudul “Political Tactics”. Substansi pertama adalah fiksi demokrasi dikaitkan dengan nilai opini publik yang terdapat arti benar dan salah, karena dianggapnya seluruh opini publik yang tidak pernah bisa dipahami dalam suatu penilaian tunggal. Kedua adalah nilai individu dari persepktif seseorang bahwa tekadang harus menilai orang tersebut dalam keadaan benar, walaupun pada dasarnya terdapat nilai kesalahan. Hal ini dimaksudakan agar terjadi kepentingan terbaik buat mereka. Dalam 2 hal inilah saya akan mencoba menganalisis dengan fakta yang ada tekait dengan gaya koalisi dan sinerginya dengan fiksi demokrasi terhadap partai politik sekarang.

Peta koalisi partai politik
Koalisi cerdas akan menghasilkan pemikiran dan tindakan yang bijak artinya kepentingan partai politik akan tereduksi dengan dengan common sense pada demokratisasi membangun negeri. Platform pergerakan akan tetap ada dan harus ada sebagai pijakan pergerakan partai politik, akan tetapi ketika sudah dibenturkan dengan upaya perbaikan bangsa maka platform tersebut harus tercurahkan demi kepentingan bangsa dan negara. Sebaliknya koalisi pedas adalah partai politik lebih mementingkan ideologi yang dipaksakan dalam berkoalisi. Tujuan yang pragmatis,sikapnya yang skeptis terhadap kepentingan rakyat, dan cenderung oportunis terhadap setiap kesempatan tanpa berpikir akan dampaknya terhadap kepentingan bangsa dan negara. Akan pada kecenderungan koalisi cerdas atau pedaskan peta koalisi yang akan diformasi dalam persiapan pilpres pada 9 Juli 2014 mendatang?
  1. PDIP, Nasdem (sudah resmi koalisi) bergabung dalam koalisi kerakyatan) dan sudah dapat mengusung calon presiden dan wakilnya karena telah mencapai angka diatas 20%;
  2. Golkar sampai sekarang belum ada kawan koalisi;
  3. Gerindra, PPP (sudah resmi walau ada hambatan dari internal PPPP) begabung dalam koalisi pelangi atau gemuk jilid II atau koalisi tenda besar. Belum memenuhi angka 20% dan masih harus mencari 1 partai politik lagi; dan
  4. Koalisi poros tengah atau koalisi Indonesia raya (idealnya diisi oleh partai politik islam seperti PKB,PKS,PAN,PBB, PPP (jika berhasil ditarik dari Gerindra)) akankah dipimpin oleh PD?mengingat telah terjadi koalisi dalam pemerintahan periode 2009-2014 dalam Setgab. Jika digabung sudah memenuhi angka 20%.
Hanura idealnya masuk gerbong Golkar, walaupun juga dapat bersifat dinamis. Disisi lain PKPI paling ideal akan masuk pada koalisi kerakyatan pimpinan PDIP, akan tetapi masih dinamis akan ikut mana saja.
Dari peta koalisi tersebut seperti apakah analisisnya?. Jelas dari peta koalisi tersebut yang sudah dapat dipastikan mendapat 1 tiket dalam pilpres adalah Jokowi dari PDIP. Nasdem sudah resmi bergabung karena selain kedekatan dengan antara Megawati dengan Surya Paloh juga disebabkan karena sejak awal berdiri Nasdem sudah terlihat dari gerakan restorasinya selalu berada diluar pemerintah. Iklan PDIP sewaktu pileg di Metro TV yang sedemikian gencar sebenarnya merupakan sinyal di belakang mereka suh berkoalisi dan sebagai formalitas saja setelah beberapa hari setelah hasil quick count Jokowi safari politik ke Nasdem dan terbukti tidak lama pertimbangan dan tanpa syarat Nasdem bergabung dengan PDIP. Partai yang masih memungkinkan gabung walaupun kemungkinannya kecil adalah PKB karena pada koalisi kebangsaan pada pilpres tahun 2004 Megawati pernah berpasangan dengan Hazim Muzadi dari PKB. Selain itu PKB dengan pimpinan Muhaimin Iskandar juga sudah sering berkomunikasi dengan PDIP. PPP dari kubu Romi yang sempat ada perpecahan internal juga akan merapat ke PDIP, hal ini juga dapat logis mengingat Hamzah Haz dari PPP pernah mendampingi Megawati sewaktu menjadi presiden. Akan tetapi dalam fakta kubu Surya Darma Ali sebagai ketua umum PPP sudah merapat dan secara personal menyatakan berkoalisi dengan Gerindra, walaupun legalitasnya akan ditentukan dalam Mukernas PPP. PKPI dengan pimpinan mantan jendral dan ideologi partainya lebih dekat dengan PDIP dan jauh jika akan masuk gerbong yang lain.
Golkar hanya dengan menggandeng 1 partai sudah dapat mengusung calon presidennya, Idealnya adalah Hanura. Hal ini disebabkan selain gengsi Hanura dengan pimpinan mantan jendral ketika akan masuk dalam gerbong lain akan sulit. Selain itu juga secara historis Wiranto adalah eks dari Golkar. Tahun 2004 menang dalam konvensi Golkar sebagai calon presiden yang resmi diusung sebelum tahun 2006 membentuk partai sendiri, walaupun Jusuf Kalla dengan kebijakan personal yang juga dari Golkar memilih berpasangan dengan SBY. Kedekatan itulah Hanura sebaiknya merapat dengan Golkar.
Gerindra dengan kubu yang ada di poros tengah semua ada kedekatan baik antara petinggi partai, ideologi dan lobi politik yang dilakukan. Kuncinya ada 2 hal, yaitu pertama dekati PD melalui SBY (apakah gengsi para petinggi TNI masih ada?akankah Prabowo mau menemui SBY mengingat jabatan sewaktu di militer lebih tinggi Prabowo?walaupun sekarang SBY sebagai presiden?disisi lain SBY sebagai presiden dan partai penguasa juga tetap akan menjaga citra tidak akan mendahului dalam melakukan lobi politik terlebih dahulu?pada gerbong ini lah SBY sebenarnya paling dekat, karena dengan PDIP tidak mungkin (karena ada konflik pribadi bertahun-tahun yang belum cair antara Megawati dan SBY. Selain itu juga kedua partai berbeda posisi dalam pemerintah oposisi dan bukan). Jika akan bergabung dengan Golkar calon Abu Rizal Bakri dinilai SBY berpeluang kecil jika akan menang dalam presiden). Jika PD melalui SBY dapat dirangkul oleh Gerindra maka partai dalam poros tengah akan cenderung mengikutinya. Kedua, adalah dengan mendekati partai satu-satu. Kedekatan dengan PKB?PKB pun masih akan menjajaki peluang menang dan kalah nya jika dibanding akan berkoalisi dengan PDIP. Komunikasi politik dan ideologi partai yang ada kesamaan dan Marwan Jafar petinggi PKB yang pernah mengatakan akan berkoalisi dengan paham kebangsaan dan nasionalis. Hal yang mengerucut adalah ada wacana dari para petinggi NU (sebagai ormas islam terbesar di Indonesia) akan lebih senang memasangkan Mahfud MD dengan Prabowo. Ulama adalah panutan terbesar dari PKB dan jika para ulama sudah menginstruksikan makan semua akan loyal mengikutinya. Dengan demikian peluang PKB akan merapat ke Gerindra berpeluang besar. PKS banyak berseberangan dengan ideologi yang PDIP yang nasioanalis dengan ekstrimis islam dari PKS. Ideologi mereka tidak akan bertemu. Para petinggi PKS pun juga intensif melakukan komunikasi politik dengan Gerindra daripada dengan gerbong yang lain. Bahkan PKS akan mengincar cawapres dari Prabowo. PAN secara ideologi dan kedekatan emosional para petingginya juga lebih dekat dengan Gerindra. Bahkan ada wacana ketua umum PAN Hatta Rajasa akan dipasangkan dengan Prabowo. PPP sudah dipastikan akan merapat ke Gerindra selain dukungan dari personal ketua umum PPP Surya Darma Ali, Prabowo sendiri juga sudah mendapat restu dari ketua Majelis Syariah PPP (orang yang berpengaruh dalam PPP, karena hanya dengan ultimatum pencabutan SK, PPP yang semula pecah langsung bersatu kembali dalam Mukernas). PBB walaupun sudah dapat dipastikan tidak dapat melewati 3,5% sebagai ambang batas presidential threshold, akan tetapi angka suara dan basis massanya masih akan sangat berpengaruh terhadap mitra koalisinya. Gerindra merupakan partai yang paling dekat dan ada peluang untuk menjalin mitra koalisi.
Koalisi poros tengah tersebut juga akan bertarung sendiri dalam mengusung calon presiden. PD,PKB dan PAN yang akan berpeluang menawarkan calon presiden yang akan diusungnya. Mereka akan menentukan siapa yang akan dijadikan calon presiden dan wakil presiden. PD melalui konvensi dalam penjaringan calon presiden masih akan menentukan arah koalisi poros tengah ini. Figur SBY dan komunikasi politik yang digunakan tidak akan mustahil dengan kekuatan poros tengah ini akan menjadi kekuatan baru dan menjadi pesaing bagi kandidat presiden lain.
Dari analisis tersebut idealnya dalam pilpres nanti adalah sebagai berikut:
Prediksi pertama
  1. PDIP, Nasdem dan PKPI;
  2. Golkar dan Hanura; dan
  3. Gerindra dengan poros tengah (PD,PKB,PPP,PAN,PKS, dan PBB)
Prediksi kedua
  1. PDIP, Nasdem, PKPI, dan Hanura; dan
  2. Gerindra, Golkar, dan poros tengah (PD,PKB,PPP,PAN,PKS, dan PBB)

Landasan konstitutional
Dalam Pasal 6A ayat (3) UUD Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden dinyatakan menang dalam 1 putaran jika sudah mencapai 50% lebih dari suara nasional atau minimal 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi yang ada di Indonesia. Sementara itu selanjutnya di ayat (4) disebutkan jika belum ada pasangan yang dapat memenuhi ketentuan tersebut diatas (pada ayat (3)) maka akan diadakan pemilihan putarann kedua. Landasan konstitutional ini akan dijadikan sebagai acuan dari strategi politik dari masing- masing partai politik untuk mengatur konsep koalisi yang akan diformulasikan.
Pada pilpres tanggal 9 Juli 2014 mendatang hanya akan ada persaingan antara Jokowi dan Prabowo, akan tetapi mereka semua dapat gagal jika tidak memilih calon wakil presiden yang tepat. Jadi dan tidaknya mereka akan ditentukan oleh calon wakil presidennya. Menurut saya penentuan mereka bukan sosok pribadinya karena mereka masih memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Beda persoalan jika popularitas mereka seperti SBY menjelang pilpres 9 Juli 2009, bahwa SBY jika dipasangkan dengan siapa pun akan menang. Bahkan ada analogi ekstrim jika dipasangkan dengan sandal pun juga akan menang. Jauh populartias tersebut juga telah ada sejak menjelang pilpres pada 9 Juli 2004 dan terbukti SBY berhasil jadi presiden. Apakah mereka sudah pada tahap popularitas dan kewibawaan SBY? Jawabnya adalah belum dan tidak mungkin bisa. Banyak bukti dan fakta. Kandidat terkuat adalah Jokowi dari PDIP yang telah diprediksi banyak survey akan memenangkan pilpres dan terpilih sebagau presiden. Lawan terberat Prabowo dari Gerindra, akan tetapi belum dapat mengajukan sebagai presiden karena masih harus menggandengan partai lain. Jika tidak cepat dan menentukan koalisi maka hal terburuk adalah tidak dapat memajukan Prabowo sebagai presiden, karena banyak pihak khususnya marketing luar negeri yang ingin menggagalkannya. Jika partai lain tanggap dan dapat menangkap momentum tersebut dan bergabung maka yang paling ditentang justru akan menang sebagai presiden. Dalam telaah lebih lanjut gerbong dari Abu Rizal Bakri dari Golkar jika akan tetap maju hanya dapat memecah suara yang menggiring agar pilpres dalam 2 putaran. Hal akan berbeda lagi jika poros yang akan dipimpin SBY (calon dari pemenang konvensi PD) dapat terealisasi karena akan menggiring agar tidak ada pemenang dengan suara mayoritas mutlak, sehingga pilpres dalam 2 putaran. Dalam keadaan demikian pola koalisi yang terbentuk dari mereka adalah dari lawan akan menjadi kawan koalisi atau sebaliknya.
Dalam telaah lebih lanjut 2 kompetisi besar ada pada Jokowi (PDIP) dengan mitra koalisi Nasdem, PKPI dan Hanura. Mereka akan berkoalisi dalam koalisi kerakyatan. Saya sendiri lebih senang dengan sebutan nama “koalisi nasionalis”. Prabowo (Gerindra) dengan mitra koalisi Golkar, dan poros tengah (PD,PKB,PPP,PAN,PKS, dan PBB). Mereka akan berkoalisi dalam koalisi pelangi atau koalisi gemuk atau koalisi tenda besar atau koalisi dalam setgab jilid II. Saya sendiri lebih senang dengan sebutan nama “koalisi patriotis”. Siapakah yang akan jadi R1-7?Jokowi dan Prabowo idealnya berpasangan dengan siapa?. (lihat buku yang berjudul “Gejolak Politik Hukum Vs Dilematika Tata Negara Indonesia (Menuju Pemilu 2014), dalam Sayfudin (2014:211). Telah dikupas tuntas kalkulasi dan nama-nama pasangan yang ideal dalam duet pilpres pada tanggal 9 Juli 2014.

Perenungan nasib bangsa???
Akhirnya saya kutip dalam Sayfudin (2014:214) dikatakan bahwa Samuel P.Huntington berkata tentang hasil pemilihan umum dikatakan bahwa siapa dan kelompok mana yang memiliki legitimasi untuk memerintah?Arah kebijakan dan tujuan-tujuan apa yang hendak diambil oleh yang memerintah itu?. Dari substansi ini mari kita renungkan bersama akan prosesi selama pemilihan umum tahun 2014 berlangsung dan efeknya bagi kebaikan bangsa Indonesia. Partai manakah yang akan menjadi pemenang dan apakah pemimpin terpilih juga akan dari partai pemenang tersebut?Ataukah akan berkoalisi dengan partai lain agar dapat menang dan memenangkan calon presiden dan/atau wakil presiden yang diusung?.Bagaimanakah pola koalisi yang akan dibangun oleh partai politik?baik yang akan mendukung pemerintahan maupun yang berada di luar pemerintahan?Mampukah mereka akan saling bersinergi demi perbaikan tata pemerintahan?Ataukah akan saling menjatuhkan dengan hanya mementingkan golongan dan partainya sendiri?Pergantian estafet kepemimpinan sebagai RI-7 akan menjadi pertaruhan dan adu gengsi dari masing-masing partai politik dari calon presiden yang diisung dan berhasil menjadi pemimpin di negeri ini. Pada pemilihan umum tahun 2014 ini adalah kesempatan terakhir bagi generasi pertama pasca reformasi untuk menjadi pemimpin di negeri ini. Pada pemilihan umum tahun 2019 mendatang adalah generasi kedua yang akan memberikan warna dan gebrakan baru di negeri ini. Siapa pun presiden R1-7 kita semua berharap akan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa ini, karena selfrecpect is one of to build character nation. Indonesia adalah the great nation, maka momentum pemilihan umum tahun 2014 ini adalah pertaruhan dan pembuktian terhadap dunia internasional. Jaya Indonesia. Amiiin.


Read more ...

19 January 2014

PRAHARA AWAS ANAS SERANG CIKEAS? (TELAAH THE OCTOPUS BEHAVIOUR THEORY)


KPK dalam menetapkan sebagai tersangka menggunakan Pasal 12 a UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK beranggapan sudah ada 2 alat bukti yang sah karena menerima hadiah atau janji ketika masih menjabat sebagai anggota DPR RI. Akan tetapi apakah sudah berdasarkan Pasal 183 KUHAP?jika yang disangkakan hanya pada gratifikasi mobil Toyota Harrier dari PT Adhi Karya?. Ini akan menjadi perdebatan dalam persidangan. Sprindik yang bocor apakah ada unsur kesengajaan atau kesalahn administrasi saja?.Hal ini bisa menjadi ranah pidana ketika ada unsur kesengajaan dengan maksud tertentu. Pelakunya juga dapat dipidanakan.
Polemik surat pemanggilan KPK pada Anas Urbaningrum terdapat dua kutub yang saling berbeda dalam menafsirkan KUHAP. Dalam perspektif PPI dkk menggunakan Pasal 112 ayat (1) yang berbunyi “Penyidik yang melakukan pemeriksaan dengan menyebutkan alasan panggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut”. Pihak mereka mempermasalahkan tentang  “panggilan secara jelas”, karena masih disebut dalam surat panggilan kasus Hambalang dan proyek lain. Proyek lain tidak identik dengan klasula “penggilan secara jelas”. Disisi lain pihak KPK menggunakan Pasal  51a KUHAP yang berbunyi “Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya waktu pemeriksaan dimulai”. Klausula pada “dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti” ini menurut saya akan menjadi gugur ketika pihak tersangka mengelak tidak mengerti. Akan tetapi ironi jika dari awal ditetapkan sebagai tersangka tidak mengerti pasal-pasal yang disangkakan. Buat apa menunjuk kuasa hukum jika tidak mengerti?.Ini adalah permainan bahasa hukum. Logika hukum, penafsiran, dan debat teori bisa terjadi pada tahapan ini. Kuatnya argumentasi yuridis dengan bungkusan logika filsafat yang akan menang. Hal ini juga akan menjadi debat argumentasi hukum awal pada proses hukum selanjutnya.
Pada 10 Januari 2014 Anas Urbaningrum resmi ditahan KPK. Apakah polemiknya kenapa datang sendiri tanpa didampingi kuasa hukumnya?. Kenapa alasan penahanan karena menerima uang 2 M pada waktu Kongres Partai Demokrat?Kenapa tidak disebutkan sejak awal bersamaan gratifikasi penetapan sebagai tersangka?. Dalam karyanya Sayfudin dalam buku perdana terbit Juli 2013 pada bagian yang mengupas tentang pola,modus dan gaya korupsi pejabat ada hal yang menarik untuk perlu dikaji bersama. Dapat dikaji pada (2013:244). Ia melahirkan konstruksi hukum dan penalaran teori baru dalam pidana. Ia beri nama “The Octopus Behaviour Theory” atau “Teori Gurita Bertindak”. Sebagai penjelasan secara umum adalah hewan gurita merupakan konteks paradigma filosofis metafisis kinerja dalam sebuah birokrasi yang korup. Adapun makna umum dalam teori ini adalah sebagai berikut: Otak gurita, merupakan para penguasa dalam sebuah birokrasi atau pihak atasan; Mata gurita, merupakan aturan formal (kamuflase tingkat 1) dalam melegalkan sebuah kebijakan publik atau pihak menengah; Kaki panjang gurita, merupakan aturan materiil (kamuflase tingkat 2) dalam melegalkan sebuah kebijakan publik atau pihak menengah; dan Kaki gurita, merupakan anak buah sebagai peserta dalam pengambilan kebijakan atau pihak bawahan.
Keempat komponen tersebuat akan saling bekerja sama dan akan saling mempengaruhi. Mereka tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Jika salah satu mesin tersebut tidak ada yang bekerja salah satu saja maka tidak dapat dikatakan teori ini akan berlaku dalam menganalisis sebuah kasus. Goal setting dari seluruh pergerakan komponen tersebut adalah “kinerja tim’ dan “tindakan dalam kamuflase hukum” yang dilakukan secara bersama-sama. Setiap tindakan-tindakan yang dilakukan hanyalah upaya menutupi kesalahan dengan pengeluaran kebijakan publik sebagai alasan pembenaran. Pembenaran akan menjadi hukum setelah mendapat tutup berupa payung hukum melewati kebijakan publik dari pihak eksekutif maupun legislatif.
Terlihat aneh dan janggal, akan tetapi uji teori tersebut sudah banyak terjadi dan validisasinya terbukti pada kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat yang korup khususnya di daerah. Bagaimana teori ini bekerja pada kasus Anas Urbaningrum?. Siapakah penguasa dalam lingkaran kasus yang menjeratnya? (Hambalang yang sudah dibuktikan oleh KPK dan proyek lain). Apa saja aturan formal dan materiilnya?.Menurut saya juga tidak kalah penting adalah siapa saja yang terlibat ikut secara berjamaah pada kasus tersebut?.
Pada fase pertama, dapat dikatagorikan para pengambil kebijakan teratas ini yaitu para pejabat di birokrat pemerintah sebagai legalisator tertinggi di masing-masing instansi. Presiden pada lembaga kepresidenan. Pimpinan Banggar DPR RI sebagai alat kelengkapan negara pada proses pencaiaran dana. Menteri keuangan pada dapartemen keuangan sebagai celah dilegalkannya uang negara dari APBN. Menteri pemuda dan olah raga karena aktivitas pada jeratan kasus korupsi ini melibatkan lembaga ini dan menjadi kewenangan di bawah instansi ini juga. Pada fase ini terkait siapa yang termasuk orangnya seperti dalam Pasal 55 KUHP yaitu “orang yang melakukan, yang menyuruh lakukan, turut serta melakukan, dan penganjur”. Dalam hal ini orang yang terlibat adalah SBY,Andi Malarangeng, Agus Martowardoyo, Wayan Koster, Kahar Muzakkir, dan Olly Dondokambey.
Pada fase kedua, dapat dikatagorikan sebagai aturan yang bersifat formil dan payung hukumnya yaitu berupa peraturan yang diambil dalam aturan konstitusi dan peraturan perundang-undangan. KUHP dan KUHAP masuk dalam katagori ini. UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK. UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada fase ketiga, dapat dikatagorikan sebagai aturan yang bersifat materiil dan payung hukumnya yaitu aturan yang lebih teknis dan peraturan pelaksana lainnya. Dapat juga berupa Peraturan Pemerintah, peraturan atau keputusan dari instansi pemerintah atau swasta. Dalam katagori ini dapat juga yang bersifat personal dari sebuah peraturan maupun dalam bentuk keputusan. Pada fase ini menurut saya dapat masuk dalam siklusnya peraturannya berupa Perpres No.54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/atau jasa pemerintah. Pada Pasal 7 sampai Pasal 11 disebutkan tentang kinerja dan siklus dari Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sumber dana utama adalah dari APBN.
Pada fase keempat,dapat dikatagorikan peserta tambahan dan ikut melaksanakan kesuksesan tindak pidana korupsi yaitu setiap orang yang terlibat pada fase kedua dan ketiga baik yang mengeluarkan maupun yang mendapatkan mandat dari atasannya. Katagori orang dalam fase ini dapat dilihat dalam Pasal 56 KUHP sebagai pembantu dalam melakukan kejahatan yaitu “orang yang sengaja melakukan kejahatan” dan “orang yang memberikan kesempatan,sarana, dan keterangan untuk melakukan kejahatan”.
Pada fase ini orang-orang yang dapat dikatakan terlibat adalah Anas Urbaningrum, Nazzarudin, Angielina Sondahk, Edie Baskoro, Syariah Sofiah (kepala badan perizinan Terpadu Kabupaten Bogor), Burhanudin (kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor), Achmad A. Ardiwinata (Pejabat Pembuat Komitmen kegiatan studi amdal tahun 2007), Yani Hassan (Kepala Dinas Tata Bangunan dan Permukiman Kabupaten Bogor), Joyo Winoto (Kepala Badan Pertanahan Nasional/BPN), Managam Manurung (Sestama dan Plt Deputi II BPN), Binsar Simbolon (Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah BPN), Erna Widayati (Staf Pengolah Data Deputi II BPN), Luki Ambar Winarti (Kepala Bagian Persuratan BPN), Wafid Muharam (Sekretaris Kemenpora), Dedy Kusdinar (Kabiro Perecanaan Kemenpora dan Pejabat Pembuat Komitmen), Anny Ratnawati (Dirjen Anggaran Kemenkeu), Mulia P Nasution (Sekjen Kemenkeu), Dewi Pudjiastuti Handayani (Direktur Anggaran II Kemenkeu), Sudarto (Kasubdit II E Ditjen Anggaran Kemenkeu), Rudi Hermawan (Kasie II E-4 Ditjen Anggaran Kemenkeu), Ahmad Maliq (Staf Seksi II E-4 Ditjen Anggaran Kemenkeu), Guratno Hartono (Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian PU), Dedi Permadi (Pengelola Teknis Kementerian PU), Wafid Muharam (Sekretaris Kemenpora), Wisler Manalu (Ketua Panitia Pengadaan Kemenpora), Jaelani (anggota Panitia Pengadaan Kemenpora), Bambang Siswanto (Sekretaris Panitia Pengadaan Kemenpora), Rio Wilarso (Staf Biro Perencanaan Kemenpora), M. Arifin (Komisaris PT Metaphora Solusi Global/MSG), Asep Wibowo (Manajer Marketing PT MSG), Husni Al Huda (staf PT Yodya Karya), Aman Santoso (Direktur PT Ciriajasa Cipta Mandiri/CCM), Mulyatno (Manajer Pemasaran PT CCM), Aditya Gautama (staf PT CCM), Rudi Hamarul (staf PT CCM), RM Suhartono (staf PT CCM), Yusuf Sholikin (staf PT CCM), Malemteta Ginting (Staf PT CCM sekaligus Team Leader Manajemen Konstruksi), Teguh Suhanta (staf PT Adhi Karya), R Isnanta (Kabag Keuangan Kemenpora), Teuku Bagus Muh Nur (Kepala DK-1, PT Adhi Karya sekaligus Kuasa KSO Adhi-Wika), Machfud Suroso (Dirut PT Dutasari Citralaras), R. Isnanta (Panitia Pemeriksa/Penerima Pengadaan Barang/Jasa Pada Pembangunan Lanjutan P3SON Hambalang), Teuku Bagus Nur (Kepala DK-I PT Adhi Karya sekaligus Kuasa KSO Adhi-Wika), Bu pur sebagai pihak yang ingin proyek hambalang 2,5 T dimenangkan.
Setiap orang yang terlibat wajib diperiksa dan dipanggil oleh KPK tanpa terkecuali SBY. Terlepas nanti terbukti atau tidak itu persoalan lain. Dalam teori ini kinerja tim dalam lingkaran birokrasi adalah pekerjaan berjamaah ketika melakukan kejahatan. Tidak mungkin sendiri-sendiri pasti melibatkan semua yang masuk dalam lingkaran birokrasi tersebut. Jika Anas Urbaningrum terlibat dan sah terbukti bersalah jelas tidak mungkin tidak ada orang yang bersertanya, artinya dari fase 1 dan 2 wajib diperiksa. Jika semua terbukti wajib masuk penjara semua. Berhubung proyek lain ini masih dalam pemeriksaan maka saya tidak memasukannya dalam telaah teori ini. Apa kemungkinan secara pidana yang dilakukan oleh Anas Urbaningrum? Ia harus membuktikan bahwa tidak menerima gratifikasi dengan pembuktian terbalik dan bukti-bukti secara tertulis atau dari saksi-saksi yang dihadirkan. Ia juga harus membantah dan membela diri dari setiap testimoni yang telah menyebutnya dalam keterlibatan kasus tersebut. Terakhir adalah apa berani memberikan kesaksian atas keterlibatan pata petinggi Partai Demokrat termasuk SBY dan putra mahkotanya Edie Baskoro karena sebelumnya telah disebut oleh Yulianis sebagai Justice Collaborator?. Ini adalah hal yang paling ditunggu publik.
Dalam kasus Hambalang banyak yang terlibat dari yang baru ditahan sampai penjatuhan vonis. Kaitannya ini saya hanya mengambil beberapa  contoh saja. Pada 20 April 2012 Nazarudin telah divonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda 200 juta. Ia dikenakan Pasal 12 b UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi .Angelina Sondahk pada 20 November 2012 di tingkat kasasi MA dari vonis 4 tahun 6 bulan menjadi 12 tahun penjara dan denda pengganti sebesar 74,4 M. Ia dikenakan Pasal 12a UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada 17 Oktober 2013 Andi Malaranging ditahan. Ia dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Anas Urbaningrum sama persis dengan jerat hukum dari Angelina Sondahk. Apakah vonisnya akan sama?atau justru akan ditambah dengan jeratan hukum pencucian uang mengingat ada proyek lain selain Hambalang?.Atau justru sebaliknya akan lebih ringan atau bebas mengingat perdebatan hukum dan pembuktian materiil di persidangan. Ingat ada beberapa jenis vonis seperti dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP dapat diputus “bebas” jika kesalahannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Selanjutnya pada Pasal 191 ayat (2) dapat diputus “lepas dari segala tuntutan hukum” jika perbuatannya bukan jenis tindak pidana. Hal ini juga sama dengan isi Pasal 38B ayat (6) UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Read more ...
Designed By Mas Say