Sering
dalam acara diskusi-diskusi publik,seminar dan bedah buku ada pertanyaan
tentang R1-7 siapa?Sesering pertanyaan itu muncul juga sering saya katakan
adalah parameter R1-7 adalah cawapres (presiden akan ditentukan dengan kualitas
dari cawapresnya karena kompetisi pilpres beda dengan kondisi pada tahun 2004
dan 2009. Capres yang ada sekarang masih banyak minusnya daripada plusnya.
Minusnya tersebut harus dapat tertutupi oleh cawapresnya) dan pemenang nomor
urut 4 dan 5 (saya menggunakan metode deduktif-politis dengan berkaca dari
pemilu tahun 2004 dan 2009). Cawapres sudah jelas dari masing-masing pasangan
capres (sudah dideklarasikan pada tanggal 19 Mei 2014. Prabowo-Hatta Rajasa dan
Jokowi-Jusuf Kalla. Walaupun dalam penentuan cawapres saya sendiri berbeda
pandangan dengan yang ada dan dapat dilihat dalam buku kedua karangan saya
kriteria dan idealnya seperti apa (halaman 194-198). Akan tetapi buat saya
perbedaan adalah wajar. Mudah-mudahan tidak salah dan tepat sesuai pertimbangan
yang sudah diambil. Hal paling penting adalah sudah dengan pertimbangan yang
terbaik buat bangsa ini).
Nomor
urut 5 sudah jelas merapat ke kubu PDIP. Nomor urut 4 akan kemana?Jika saya
cermati dari 4 petisi opsi koalisi dan hasilnya ada 9 point dari rapimnas pada
tanggal 18 Mei 2014, maka masih sangat multitafsir jika akan bersikap
netral?.Itu adalah gaya politiknya. Apalagi
ketika rapimnas Golkar juga pada tanggal 18 Mei 2014. Kedua partai jika saya
cermati saling sandra dan menunggu. Akhirnya dapat dikatakan 90% Golkar merapat
ke Gerindra karena mandat rapimnas ada pada ketua umum. Ketua umum lebih dekat
dengan Gerindra daripada ke PDIP, karena sama-sama telah berproses di Golkar.
Analisis
siapakah R1-7?Jauh hari sebelum pemilu
berlangsung sudah saya kalkulasikan dalam buku kedua karangan saya (terbit 2
April 2014 bagi yang sudah mendapatkan dapat dicermati dan dibaca analisis
khususnya). Tafsir ke-1 sudah saya jabarkan terkait peta koalisi yang terjadi
(27 April 2014) yang lalu bisa dicocokan dengan hasil koalisi yang sekarang (dapat
dilihat pada tulisan saya di note fb saya atau ketik di google “koalisi
patriotis”). Walau ada yang sedikit meleset partai mitra koalisi itu wajar
karena peta politik tiap waktu akan berubah. PKB akhirnya merapat ke PDIP
padahal sudah saya prediksi ke Gerindra. Sekarang prediksi saya Partai Demokrat
akan merapat ke Gerindra sudah terjawab pada point kedua (2) petisi opsi
koalisi dari hasil rapimnas, walaupun hasilnya seperti ini adalah masalah gaya
permainan politik saja dan menjaga gengsi partai. Tinggal tunggu sikap PKPI
akan kemana?. Walaupun hal ini tidak akan banyak berdampak yang significant,
tetapi dalam politik hal yang samar-samar dan abu-abu adalah justru akan
menentukan.
Kalkulasi
peta mitra koalisi
Sekarang
hitungan-hitungan jumlah kursi yang ada di DPR. Hasil perolehan kursi yang
lolos parliementary threshold 3,5% adalah
10 partai yaitu sebagai berikut: PDIP ada 109 kursi, Golkar ada 91 kursi,
Gerindra ada 73 kursi, Demokrat ada 61 kursi, PAN ada 49 kursi, PKB ada 47
kursi, PKS ada 40 kursi, PPP ada 39 kursi, Nasdem ada 35 kursi, dan Hanura ada 16
kursi. Jumlah total yang sudah dapat dipastikan perang koalisi adalah sebagai
berikut:
1. Jokowi
dengan gerbong dari PDIP,Nasdem,PKB,dan Hanura = 109+35+47+16 = 207
2. Prabowo
dengan gerbong dari Gerindra, PPP,PAN,PKS,Golkar dan PBB (tidak lolos PT 3,5%,
sehingga tidak dapat kursi di DPR) = 73+39+49+40+91= 292
Misalkan
saja Demokrat ke Gerindra jadinya = 292+61 = 353. Hasilnya 207+ 353 adalah 560
sesuai dengan jumlah kursi yang ditentukan di DPR dan diperebutkan di 77 dapil
se-Indonesia.
Berkaca
dari pilpres putaran pertama tahun 2004 ada 5 pasangan yaitu SBY-Jusuf Kalla
(Demokrat (56 kursi), PBB (tidak lolos PT 3%), dan PKPI (tidak lolos PT 3%)),
Megawati-Hasyim Muzadi (PDIP (109 kursi) dan PDS (tidak lolos PT 3%)),
Wiranto-Sallahudin Wahid (Golkar (127 kursi), PKB (52 kursi), PKPB (tidak lolos
PT 3%), dan Patriot Pancasila (tidak lolos PT 3%)), Amin Rais-Siswono Yudho
Husodo (PAN (53 kursi), PKS (45 kursi),PBR,PSI, PNI Marhaenisme,PPDI,PNBK, dan
PBSD (ke-6 partai pendukungnya tidak lolos PT 3%)), Hamzah Has-Agum Gumelar
(PPP (58 kursi) tanpa koalisi).
Pada
putaran ke-2 diikuti oleh pasangan SBY-JK yang tergabung dalam koalisi
kerakyatan (Demokrat, PKS,PBB,PKPI,PPDK,PP,PPDI,PKB dan PAN) dan
Megawati-Hasyim Muzadi yang tergabung dalam koalisi kebangsaan
(Golkar,PDIP,PPP,PBR,PDS,PKPB, dan PNI Marhaenisme). Akhirnya dimenangkan oleh
pasangan SBY-JK. Fakta pada pilpres tahun 2004 ini ada kecenderungan koalisi
kecil dapat mengalahkan koalisi besar. Banyak hal yang mempengaruhinya baik
dari kerja mesin politik, basis massa yang militan dan terlebih lagi karena
figur dan penokohan dari SBY.
Berkaca
dari pilpres putaran pertama tahun 2009 ada 3 pasangan yaitu SBY-Boediono
(Demokrat (150 kursi),PKS (57 kursi),PKB (27 kursi),PPP (37 kursi), dan PAN (43
kursi)), Megawati-Prabowo (PDIP (95 kursi) dan Gerindra (26 kursi)), dan Jusuf
Kalla-Wiranto (Golkar (107 kursi) dan Hanura (18 kursi)).
Pada
putaran ke-2 diikuti oleh SBY-Boediono (Demokrat,PKS,PKB,PPP,PAN, dan Golkar)
dan Megawati-Prabowo (PDIP,Gerindra, dan Hanura). Akhirnya dimenangkan oleh
SBY-Boediono. Fakta pada piplres tahun 2009 ini koalisi besar dapat mengalahkan
koalisi kecil, selain didukung oleh figur dan penokohan hal ini juga disebabkan
mesin politik makin besar dan dapat bekerja secara maksimal. Pemenangnya adalah
koalisi yang lebih besar karena mesin politiknya berjalan maksimal. Pada tahap
ini menurut saya adalah ormas islam terbesar NU dan Muhamadiyah bersatu karena
konsep menurut apa yang dikatakan ulama adalah sah dan wajib dituruti ikut
memberikan sumbangan suara yang besar apalagi mayoritas Indonesia adalah islam.
Akankah
koalisi patriotis dapat mengalahkan koalisi nasionalis?ataukah koalisi kecil
dapat menang melawan koalisi yang lebih besar. Hal ini dapat dipengaruhi
beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1. Penokohan
dan figur dari masing-masing pasangan;
2. Visi
dan misi yang dipropagandakan;
3. Loyalitas
dan militansi mitra koalisi dalam memenangkan pasangan yang didukung;
4. Mesin
kerja dari masing-masing partai politik dengan basis massanya masing-masing;
dan
5. Swing voter
dari rakyat.
Kelemahan
capres dan kelebihan cawapres
Titik
kelemahan Jokowi adalah belum adanya konsep yang jelas dengan visi dan misi
yang akan dibawa untuk menuju Indonesia hebat. Konsepnya masih multi tafsir dan
hanya sekedar berwacana. Ia menganggapnya Indonesia hanya akan selesai dengan
gaya blusukan seperti ketika memimpin Solo dan Jakarta. Hal ini juga menjadi
kegelisahan kalangan akademisi bagaimana akan memimpin negara ini tanpa membawa
konsep yang jelas dan akan dipertanggungjawabkan pada rakyat?. Stigma yang
tidak konsisten dalam menjalankan amanah jabatan juga menjadi boomerang dan
blunder. Hal ini juga telah mengubah paradigma masyarakat yang sekarang sudah
menjadi pemilih cerdas.
Lalu
bagaimana Jusuf Kalla sebagai cawapresnya akan menutupi kekurangan tersebut?.
Ia adalah tipe orang yang eksekutor dan tegas dalam mengambil kebijakan. Usia
dan pengalamannya dalam perpolitikan dan pemerintahan akan memberikan hal baru
dan saling menyeimbangkan dengan gaya kepemimpinan Jokowi. Kebijakan-kebijakan
dari Jusuf Kalla dirasakan lebih menyentuh rakyat ketika duet dan menjadi wakil
presiden dengan SBY (periode 2004-2009) akan menjadi nilai plus bagi rakyat
dalam memilih pasangan ini. Konflik mereka yang akan mungkin terjadi adalah
berhubung gaya kepimpinan sama-sama eksekutor dan kurang mementingkan konsep, lalu
bagaimana jika keduanya sama-sama akan mengambil kebijakan dan tidak ada mau
yang mengalah?.Belum lagi jika harus berhadapan dengan realitas ketika koalisi
lain akan saling berargumen terkait hak interpelasi, hak angket dan hak
menyatkan pendapat (Pasal 20A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, fase ini akan saya
kupas lebih dalam pada tafsir-tafsirnya berikutnya). Hak-hak tersebut terbukti
dapat menjatuhkan Gus Dur ketika menjadi presiden walaupun didukung dengan
kekuatan PDIP (Megawati sebagai wapresnya) yang pada tahun 1999 juga menjadi
pemenang dengan suara kursi mayoritas. Apalagi pada koalisi ini jumlahnya
kursinya masih kalah dengan lawannya?. Belum lagi faksi militer masih dominan
pada pihak lawan?.Walaupun dalam tata negara dan perpolitikan kekuatan militer
tidak berfungsi karena masih netral, akan tetapi mereka tetap memiliki hak politik
dan cenderung akan mengikuti atasannya.
Titik
kelemahan Prabowo adalah terkait isu HAM yang terjadi pada era reformasi dengan
adanya penculikan para aktivis dan bahkan adanya pembunuhan. Walaupun dalam
tahapan ini belum terbukti benar dan tidaknya khususnya jika disidangkan pada
pengadilan HAM. Para aktivis sudah terlanjur sakit hati dengan tindakannya.
Prabowo terindikasi dengan gaya kepemimpinan yang otoriter dan jilmaan dari
rezim orde baru. Rakyat khawatir akan menimbulkan kekejaman orde baru dengan
praktek KKN nya, walaupun terkadang masih ada sebagian yang merindukan masa
orde baru. Banyaknya bermunculan slogan dengan foto Soeharto “piye penak zamanku
to?”. Visi nasionalisasi asset dan kembali pada UUD 1945 adalah tindakan
blunder karena dianggap berbahaya. Hal ini juga yang membuat SBY khsususnya dan
gerbong Partai Demokrat menjauh. Padahal jauh hari sudah ada sinyal kuat akan
merapat ke Gerindra.
Lalu
bagaimana dengan Hatta Rajasa sebagai cawapresnya?Pengalaman dalam pemerintahan
dan akan memberikan stimulus terhadap Prabowo dalam pengambilan kebijakannya.
Hal penting adalah mereka dapat mensinergikan terhadap ekonomi kerakyatan dan
akan lebih memperjuangkan ekonomi rakyat kecil. Walaupun belum banyak prestasi
dari Hatta Rajasa dalam pemerintahan, akan tetapi dapat menjadi penyeimbang
bagi gaya kepempinan Prabowo. Dalam hal gaya kepemimpinan akan cenderung
berbanding lurus dan lebih sedikit akan terjadi konflik. Apalagi didukung
dengan suara mayoritas di DPR. Jika pun ada akan dapat di dan voting akan tetap
menang. Kemungkinan akan ada konflik adalah ketika sektoral egosentris dari
Prabowo masih dominan?lalu Hatta Rajasa akan diberikan kewenangan seperti apa?
Hanya akan diposisikan sebagai pembantu presiden? (Pasal 4 ayat (2) UUD NRI
Tahun 1945, fase ini akan saya kupas pada tafsir-tafsir berikutnya).
Kelebihan
masing-masing capres dan cawapres dan gerbong basis massa dari keduanya
(walaupun dalam buku karangan kedua saya dapat dilihat pada halaman 155-179
setiap partai politik sudah saya kalkulasikan peta kekuatan massa dan
kelemahannya sehingga dapat lulus parliementary
threshold 3,5% kan terbukti dengan hasilnya sekarang?dapat dicek pada
halaman tersebut, akan tetapi dengan pilpres menurut saya akan berbeda dan
berubah konstelasi dan kontestasi politiknya) serta hal-hal yang akan mewarnai
tata negara dan perpolitikan menjelang pilpres akan saya tulis pada tafsir ke-3
dan ke-4 (kenapa harus 4?ada maknanya sendiri. Hal ini hanya akan dapat
dijelaskan oleh kelompok pengajian Al-Hikmah terkait tafsir 4 dan kajiannya
lewat tafsir Al-Quran dan Al-Hadist. Hal ini biarkan menjadi telaah di internal
Al-Hikmah dan kapasitas saya dalam tulisan ini sekarang adalah diluarnya hanya
dengan pendekataan tata negara dan politik). Setelah pada tafsir ke-4 tersebut
akan saya berikan kesimpulan akhirnya prediksi siapa yang akan lebih berpeluang
dan lebih baik menjadi R1-7? …just so wait…!!! Mudah-mudahan sedikit tulisan
saya ini dapat menjawab berbagai pertanyaan rekan-rekan semua. Terima kasih.