Breaking News

21 May 2014

KOALISI PATRIOTIS (PRABOWO-HATTA) VS KOALISI NASIONALIS (JOKOWI-KALLA) MENUJU R1-7?


Sering dalam acara diskusi-diskusi publik,seminar dan bedah buku ada pertanyaan tentang R1-7 siapa?Sesering pertanyaan itu muncul juga sering saya katakan adalah parameter R1-7 adalah cawapres (presiden akan ditentukan dengan kualitas dari cawapresnya karena kompetisi pilpres beda dengan kondisi pada tahun 2004 dan 2009. Capres yang ada sekarang masih banyak minusnya daripada plusnya. Minusnya tersebut harus dapat tertutupi oleh cawapresnya) dan pemenang nomor urut 4 dan 5 (saya menggunakan metode deduktif-politis dengan berkaca dari pemilu tahun 2004 dan 2009). Cawapres sudah jelas dari masing-masing pasangan capres (sudah dideklarasikan pada tanggal 19 Mei 2014. Prabowo-Hatta Rajasa dan Jokowi-Jusuf Kalla. Walaupun dalam penentuan cawapres saya sendiri berbeda pandangan dengan yang ada dan dapat dilihat dalam buku kedua karangan saya kriteria dan idealnya seperti apa (halaman 194-198). Akan tetapi buat saya perbedaan adalah wajar. Mudah-mudahan tidak salah dan tepat sesuai pertimbangan yang sudah diambil. Hal paling penting adalah sudah dengan pertimbangan yang terbaik buat bangsa ini).
Nomor urut 5 sudah jelas merapat ke kubu PDIP. Nomor urut 4 akan kemana?Jika saya cermati dari 4 petisi opsi koalisi dan hasilnya ada 9 point dari rapimnas pada tanggal 18 Mei 2014, maka masih sangat multitafsir jika akan bersikap netral?.Itu adalah gaya politiknya.  Apalagi ketika rapimnas Golkar juga pada tanggal 18 Mei 2014. Kedua partai jika saya cermati saling sandra dan menunggu. Akhirnya dapat dikatakan 90% Golkar merapat ke Gerindra karena mandat rapimnas ada pada ketua umum. Ketua umum lebih dekat dengan Gerindra daripada ke PDIP, karena sama-sama telah berproses di Golkar.
Analisis siapakah R1-7?Jauh hari sebelum  pemilu berlangsung sudah saya kalkulasikan dalam buku kedua karangan saya (terbit 2 April 2014 bagi yang sudah mendapatkan dapat dicermati dan dibaca analisis khususnya). Tafsir ke-1 sudah saya jabarkan terkait peta koalisi yang terjadi (27 April 2014) yang lalu bisa dicocokan dengan hasil koalisi yang sekarang (dapat dilihat pada tulisan saya di note fb saya atau ketik di google “koalisi patriotis”). Walau ada yang sedikit meleset partai mitra koalisi itu wajar karena peta politik tiap waktu akan berubah. PKB akhirnya merapat ke PDIP padahal sudah saya prediksi ke Gerindra. Sekarang prediksi saya Partai Demokrat akan merapat ke Gerindra sudah terjawab pada point kedua (2) petisi opsi koalisi dari hasil rapimnas, walaupun hasilnya seperti ini adalah masalah gaya permainan politik saja dan menjaga gengsi partai. Tinggal tunggu sikap PKPI akan kemana?. Walaupun hal ini tidak akan banyak berdampak yang significant, tetapi dalam politik hal yang samar-samar dan abu-abu adalah justru akan menentukan.

Kalkulasi peta mitra koalisi
Sekarang hitungan-hitungan jumlah kursi yang ada di DPR. Hasil perolehan kursi yang lolos parliementary threshold 3,5% adalah 10 partai yaitu sebagai berikut: PDIP ada 109 kursi, Golkar ada 91 kursi, Gerindra ada 73 kursi, Demokrat ada 61 kursi, PAN ada 49 kursi, PKB ada 47 kursi, PKS ada 40 kursi, PPP ada 39 kursi, Nasdem ada 35 kursi, dan Hanura ada 16 kursi. Jumlah total yang sudah dapat dipastikan perang koalisi adalah sebagai berikut:
1.      Jokowi dengan gerbong dari PDIP,Nasdem,PKB,dan Hanura = 109+35+47+16 = 207
2.      Prabowo dengan gerbong dari Gerindra, PPP,PAN,PKS,Golkar dan PBB (tidak lolos PT 3,5%, sehingga tidak dapat kursi di DPR) = 73+39+49+40+91= 292
Misalkan saja Demokrat ke Gerindra jadinya = 292+61 = 353. Hasilnya 207+ 353 adalah 560 sesuai dengan jumlah kursi yang ditentukan di DPR dan diperebutkan di 77 dapil se-Indonesia.
Berkaca dari pilpres putaran pertama tahun 2004 ada 5 pasangan yaitu SBY-Jusuf Kalla (Demokrat (56 kursi), PBB (tidak lolos PT 3%), dan PKPI (tidak lolos PT 3%)), Megawati-Hasyim Muzadi (PDIP (109 kursi) dan PDS (tidak lolos PT 3%)), Wiranto-Sallahudin Wahid (Golkar (127 kursi), PKB (52 kursi), PKPB (tidak lolos PT 3%), dan Patriot Pancasila (tidak lolos PT 3%)), Amin Rais-Siswono Yudho Husodo (PAN (53 kursi), PKS (45 kursi),PBR,PSI, PNI Marhaenisme,PPDI,PNBK, dan PBSD (ke-6 partai pendukungnya tidak lolos PT 3%)), Hamzah Has-Agum Gumelar (PPP (58 kursi) tanpa koalisi).
Pada putaran ke-2 diikuti oleh pasangan SBY-JK yang tergabung dalam koalisi kerakyatan (Demokrat, PKS,PBB,PKPI,PPDK,PP,PPDI,PKB dan PAN) dan Megawati-Hasyim Muzadi yang tergabung dalam koalisi kebangsaan (Golkar,PDIP,PPP,PBR,PDS,PKPB, dan PNI Marhaenisme). Akhirnya dimenangkan oleh pasangan SBY-JK. Fakta pada pilpres tahun 2004 ini ada kecenderungan koalisi kecil dapat mengalahkan koalisi besar. Banyak hal yang mempengaruhinya baik dari kerja mesin politik, basis massa yang militan dan terlebih lagi karena figur dan penokohan dari SBY.
Berkaca dari pilpres putaran pertama tahun 2009 ada 3 pasangan yaitu SBY-Boediono (Demokrat (150 kursi),PKS (57 kursi),PKB (27 kursi),PPP (37 kursi), dan PAN (43 kursi)), Megawati-Prabowo (PDIP (95 kursi) dan Gerindra (26 kursi)), dan Jusuf Kalla-Wiranto (Golkar (107 kursi) dan Hanura (18 kursi)).
Pada putaran ke-2 diikuti oleh SBY-Boediono (Demokrat,PKS,PKB,PPP,PAN, dan Golkar) dan Megawati-Prabowo (PDIP,Gerindra, dan Hanura). Akhirnya dimenangkan oleh SBY-Boediono. Fakta pada piplres tahun 2009 ini koalisi besar dapat mengalahkan koalisi kecil, selain didukung oleh figur dan penokohan hal ini juga disebabkan mesin politik makin besar dan dapat bekerja secara maksimal. Pemenangnya adalah koalisi yang lebih besar karena mesin politiknya berjalan maksimal. Pada tahap ini menurut saya adalah ormas islam terbesar NU dan Muhamadiyah bersatu karena konsep menurut apa yang dikatakan ulama adalah sah dan wajib dituruti ikut memberikan sumbangan suara yang besar apalagi mayoritas Indonesia adalah islam.
Akankah koalisi patriotis dapat mengalahkan koalisi nasionalis?ataukah koalisi kecil dapat menang melawan koalisi yang lebih besar. Hal ini dapat dipengaruhi beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1.      Penokohan dan figur dari masing-masing pasangan;
2.      Visi dan misi yang dipropagandakan;
3.      Loyalitas dan militansi mitra koalisi dalam memenangkan pasangan yang didukung;
4.      Mesin kerja dari masing-masing partai politik dengan basis massanya masing-masing; dan
5.      Swing voter dari rakyat.

Kelemahan capres dan kelebihan cawapres
Titik kelemahan Jokowi adalah belum adanya konsep yang jelas dengan visi dan misi yang akan dibawa untuk menuju Indonesia hebat. Konsepnya masih multi tafsir dan hanya sekedar berwacana. Ia menganggapnya Indonesia hanya akan selesai dengan gaya blusukan seperti ketika memimpin Solo dan Jakarta. Hal ini juga menjadi kegelisahan kalangan akademisi bagaimana akan memimpin negara ini tanpa membawa konsep yang jelas dan akan dipertanggungjawabkan pada rakyat?. Stigma yang tidak konsisten dalam menjalankan amanah jabatan juga menjadi boomerang dan blunder. Hal ini juga telah mengubah paradigma masyarakat yang sekarang sudah menjadi pemilih cerdas.
Lalu bagaimana Jusuf Kalla sebagai cawapresnya akan menutupi kekurangan tersebut?. Ia adalah tipe orang yang eksekutor dan tegas dalam mengambil kebijakan. Usia dan pengalamannya dalam perpolitikan dan pemerintahan akan memberikan hal baru dan saling menyeimbangkan dengan gaya kepemimpinan Jokowi. Kebijakan-kebijakan dari Jusuf Kalla dirasakan lebih menyentuh rakyat ketika duet dan menjadi wakil presiden dengan SBY (periode 2004-2009) akan menjadi nilai plus bagi rakyat dalam memilih pasangan ini. Konflik mereka yang akan mungkin terjadi adalah berhubung gaya kepimpinan sama-sama eksekutor dan kurang mementingkan konsep, lalu bagaimana jika keduanya sama-sama akan mengambil kebijakan dan tidak ada mau yang mengalah?.Belum lagi jika harus berhadapan dengan realitas ketika koalisi lain akan saling berargumen terkait hak interpelasi, hak angket dan hak menyatkan pendapat (Pasal 20A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, fase ini akan saya kupas lebih dalam pada tafsir-tafsirnya berikutnya). Hak-hak tersebut terbukti dapat menjatuhkan Gus Dur ketika menjadi presiden walaupun didukung dengan kekuatan PDIP (Megawati sebagai wapresnya) yang pada tahun 1999 juga menjadi pemenang dengan suara kursi mayoritas. Apalagi pada koalisi ini jumlahnya kursinya masih kalah dengan lawannya?. Belum lagi faksi militer masih dominan pada pihak lawan?.Walaupun dalam tata negara dan perpolitikan kekuatan militer tidak berfungsi karena masih netral, akan tetapi mereka tetap memiliki hak politik dan cenderung akan mengikuti atasannya.
Titik kelemahan Prabowo adalah terkait isu HAM yang terjadi pada era reformasi dengan adanya penculikan para aktivis dan bahkan adanya pembunuhan. Walaupun dalam tahapan ini belum terbukti benar dan tidaknya khususnya jika disidangkan pada pengadilan HAM. Para aktivis sudah terlanjur sakit hati dengan tindakannya. Prabowo terindikasi dengan gaya kepemimpinan yang otoriter dan jilmaan dari rezim orde baru. Rakyat khawatir akan menimbulkan kekejaman orde baru dengan praktek KKN nya, walaupun terkadang masih ada sebagian yang merindukan masa orde baru. Banyaknya bermunculan slogan dengan foto Soeharto “piye penak zamanku to?”. Visi nasionalisasi asset dan kembali pada UUD 1945 adalah tindakan blunder karena dianggap berbahaya. Hal ini juga yang membuat SBY khsususnya dan gerbong Partai Demokrat menjauh. Padahal jauh hari sudah ada sinyal kuat akan merapat ke Gerindra.
Lalu bagaimana dengan Hatta Rajasa sebagai cawapresnya?Pengalaman dalam pemerintahan dan akan memberikan stimulus terhadap Prabowo dalam pengambilan kebijakannya. Hal penting adalah mereka dapat mensinergikan terhadap ekonomi kerakyatan dan akan lebih memperjuangkan ekonomi rakyat kecil. Walaupun belum banyak prestasi dari Hatta Rajasa dalam pemerintahan, akan tetapi dapat menjadi penyeimbang bagi gaya kepempinan Prabowo. Dalam hal gaya kepemimpinan akan cenderung berbanding lurus dan lebih sedikit akan terjadi konflik. Apalagi didukung dengan suara mayoritas di DPR. Jika pun ada akan dapat di dan voting akan tetap menang. Kemungkinan akan ada konflik adalah ketika sektoral egosentris dari Prabowo masih dominan?lalu Hatta Rajasa akan diberikan kewenangan seperti apa? Hanya akan diposisikan sebagai pembantu presiden? (Pasal 4 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, fase ini akan saya kupas pada tafsir-tafsir berikutnya).
Kelebihan masing-masing capres dan cawapres dan gerbong basis massa dari keduanya (walaupun dalam buku karangan kedua saya dapat dilihat pada halaman 155-179 setiap partai politik sudah saya kalkulasikan peta kekuatan massa dan kelemahannya sehingga dapat lulus parliementary threshold 3,5% kan terbukti dengan hasilnya sekarang?dapat dicek pada halaman tersebut, akan tetapi dengan pilpres menurut saya akan berbeda dan berubah konstelasi dan kontestasi politiknya) serta hal-hal yang akan mewarnai tata negara dan perpolitikan menjelang pilpres akan saya tulis pada tafsir ke-3 dan ke-4 (kenapa harus 4?ada maknanya sendiri. Hal ini hanya akan dapat dijelaskan oleh kelompok pengajian Al-Hikmah terkait tafsir 4 dan kajiannya lewat tafsir Al-Quran dan Al-Hadist. Hal ini biarkan menjadi telaah di internal Al-Hikmah dan kapasitas saya dalam tulisan ini sekarang adalah diluarnya hanya dengan pendekataan tata negara dan politik). Setelah pada tafsir ke-4 tersebut akan saya berikan kesimpulan akhirnya prediksi siapa yang akan lebih berpeluang dan lebih baik menjadi R1-7? …just so wait…!!! Mudah-mudahan sedikit tulisan saya ini dapat menjawab berbagai pertanyaan rekan-rekan semua. Terima kasih.
Read more ...
Designed By Mas Say