Dalam teori tentang korupsi disebutkan oleh Robert
Glitgaard (C=M+D-A) bahwa
“Corruption = Monopoly Power + Diskretion
by Official – Accountability”. Penulis mencoba menggunakan konstruksi hukum
tersebut diatas sebagai grand theory
dalam menelaah ontologi hukumnya berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Pemaknaan dalam “monopoly power”
ditujukan kepada pelaku dalam birokrasi atau pun instansi sebagai pemimpin
dalam pengambilan kebijakan. Di sisi lain pemaknaan “diskretion by official” merupakan kewenangan yang dapat diambil
oleh pemimpin dalam sebuah birokrasi dalam membuat kebijakan yang akan diambil.
Selanjutnya pemkanaan ”accountability”
merupakan bentuk tidak adanya tanggung jawab dari sebuah pemimpin dalam
birokrasi terkait kebijakan yang telah diambil dalam melaksanakan kewajiban
sesuai tugas dan wewenangnya. Variable antara adanya kekuasaan yang dimiliki
oleh seseorang dalam keleluasaan pengambilan kebijakan yang akan diambil dan
akan berimplikasi juga terhadap ada dan tidaknya etikad baik dalam pertanggung
jawaban kepada publik atas keputusan tersebut.
Breaking News
20 August 2016
PRINSIP PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM
Keadilan dalam bahasa Inggris dapat disebut dengan
istilah equaty, fairness, dan justice. Keadilan sebagai equaty dapat diartikan sebagai fairness, impartiality, evenhanded deadling.
Keadilan sebagai fairness menurut John Rawls yang didasarkan pada teori
Kontrak Sosial terdiri dari 2 (dua) interpretasi yaitu situasi awal dan atas
persoalan pilihan yang ada serta seperangkat prinsip yang akan disepakati.
Keadilan sebagai fairness berkaitan dengan eksistensi negara sebagai suatu
institusi yang dibentuk berdasarkan kontrak sosial, sehingga akan menjadi
tanggung jawab negara untuk menciptakan keadilan sebagaimana yang diperjanjikan
dengan masyarakat yang membentuknya. Keadilan sebagai justice dapat diartikan “the
fair and proper administration of laws” [1]. Dalam menentukan pilihan hukum harus berdasarkan pada
conditio sine quanon yaitu: Direktif
artinya pengarahan dalam pembagunan hukum untuk membentuk masyarakat yang
hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan negara. Integratif artinya akan mengedepankan
tentang pembinaan kesatuan. Stabilitatif artinya akan mementingkan pemeliharaan keseimbangan
bermasyarakat. Perfektif artinya penyempurnaan terhadap tindakan administrasi
negara. Korektif
artinya akan lebih menitik beratkan terhadap warga negara atau administrasi
negara dalam mendapatkan keadilan [2].
PENEGAK HUKUM DAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Korupsi tidak terlepas dari adanya pengadilan sebagai
wadah dalam memberikan vonis terkait status hukumnhya. Lembaga pengadilan berguna untuk memberikan sanksi
pada para pelaku tindak kejahatan baik itu pada tersangka maupun terdakwa. Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:
”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (1)
Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman disebutkan
“Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk
dalam salah satu
lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25”.
Dengan demikian Penulis mengartikan dari pengadilan
khusus berpijak dari Pasal 1 ayat (8) Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang
kekuasaan kehakiman yang berbunyi
”Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang
mempunyai kewenangan
untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung yang diatur dalam undang-undang”.
19 August 2016
PENGEMBALIAN ASSET HASIL TINDAK PIDANA DALAM PERSPEKTIF TEORI RESTORATIF
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pengklasifikasian kejahatan korupsi sebagai extra ordinary crime mempunyai empat
sifat dan karakteristik yaitu: pertama, korupsi
merupakan kejahatan terorganisir yang dilakukan secara sistematis Kedua, korupsi biasanya dilakukan dengan
modus operandi yang sulit sehingga tidak mudah untuk membuktikannya.[1]Ketiga, korupsi selalu berkaitan dengan
kekuasaan.Keempat, korupsi adalah
kejahatan yang berkaitan dengan nasib orang banyak karena keuangan negara yang
dapat dirugikan sangat bermanfaat untuk menigkatkan kesejahteraan rakyat.
TELAAH KRITIS HUKUM NASIONAL SEBAGAI HARMONISASI HUKUM INTERNASIONAL DALAM PENGEMBALIAN ASSET HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI DI LUAR NEGERI DALAM UPAYA PERBAIKAN EKONOMI NEGARA (Tinjauan Peraturan Presiden (Perpres) No.9 Tahun 2012 tentang perintah pengembalian asset Bank Century di Hongkong)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dana publik di Indonesia yang hilang akibat korupsi
sangat besar. Pada tahun 1995, menurut laporan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
telah terjadi 358 kebocoran dana negara sebesar RP.1.062 triliun. Pada tahun
1996 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan adanya kebocoran dana 22
departement dan lembaga pemerintah non departemen dengan total senilai Rp 3.22
milliar. Selain itu sepanjang tahun 1995-1996 ditemukan 18.578 kasus korupsi
dan penyelewengan dana senilai Rp 888,72 milliar. Pada era reformasi tidak akan
berubah menjadi lebih baik dari era sebelumnya dan bahkan lebih buruk. Menurut
laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) penyimpangan uang negara sudah mencapai
Rp.166,53 triliun atau sekitar 50 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) 2003. Sebagaimana dilaporkan oleh Ketua
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Satrio Budihardjo Joedono sejak pertengahan 2003
telah ditemukan 22 penyimpangan keungan negara. Dalam semester satu tahun 2004
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga melakukan pemeriksaan terhadap 377 proyek
dan asset senilai Rp.1.312 trlliun. Dari jumlah tersebut menemukan penyimpangan
sekitar Rp 37,4 trilliun atau 2,85 persen dari nilai keseluruhannya. Tidak
mengherankan jika dalam laporan Tranparansi Internasional Indonesia (TII)
sebagaimana diungkapkan dalam siaran persnya dari 146 negara yang disurvey
Indonesia masuk dalam urutan kelima negara terkorup di dunia dengan indeks
prestasi korupsi 2,0 [1].
JUSTICE COLLABORATOR SEBAGAI SAKSI PELAKU YANG BEKERJASAMA
Menurut Simons“strafbaar
feit” adalah “een strafbaar gestelde
on rechmatige met schuld verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar”.
Unsur-unsur tindak pidananya adalah adanya perbuatan manusia baik positif
maupun negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkannya, diancam dengan
pidana, melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan, dan orang yang mampu
bertanggung jawab. Menurut Van Hammel
unsur-unsur tindak pidananya adalah perbuatan manusia yang dirumuskan dengan
undang-undang, melawan hukum dengan kesalahan, dan patut dipidana. Menurut E.Mezger unsur-unsur tindak pidananya
adalah perbuatan dalam arti yang luas dari manusia baik yang aktif atau
membiarkan, sifat melawan hukum, dapat dipertanggung jawabkan kepada seseorang
dan diancam dengan pidana. Menurut J.Bauman
unsur-unsur tindak pidananya adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik,
bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan. Menurut Karni unsur-unsur tindak pidananya adalah
perbuatan yang mengandung perlawanan hak, dilakukan dengan salah, perbuatan
patut dipertanggung jawabkan. Menurut Wirjono
Prodjodikoro unsur-unsur tindak pidananya adalah tindak-tindak pidana
berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. Menurut H.B.Vos unsur-unsur tindak pidananya
adalah adanya kelakuan manusia, diancam pidana dalam undang-undang. Menurut W.P.J Pompe unsur-unsur tindak pidananya
adalah bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam dengan
pidana. Menurut Moeljatno unsur-unsur
tindak pidananya adalah perbuatan manusia, memenuhi rumusan dalan undang-undang yang merupakan
syarat formil dan bersifat melawan hukum yang merupakan syarat materiil [1].
Tindak pidana atau dalam bahasa Belanda “strafbaar
feit” yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam stratwet boek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindak
pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana [2].
Subscribe to:
Posts (Atom)