Akan
lebih baik jika dalam memahami tulisan ini diawali dari referensi bacaan dari
buku ke-2 karangan saya dengan judul “Gejolak
Politik Hukum Vs Dilematika Tata Negara Indonesia (Menuju 2014)”. Tebal
214. Terbitan dari Liberty Yogyakarta dan launching pada tanggal 2 April 2014. Bagi
yang sudah dapat silahkan dibaca baik-baik. Selain itu dapat dilihat 2 jenis
artikel sebagai tafsir tambahan dari buku tersebut karena mengikuti dinamika
yang ada. Dua (2) jenis artikel tulisan saya dapat dilihat dalam http://sayfudin27071992.blogspot.com
atau ketik di google “koalisi patriotis”.
Dengan melihat semua keseluruhan substansi dan dogmanya maka pemahamannya tidak
akan terputus-putus koherensi dan satu kesatuan. Ini merupakan tulisan ke-3 dan
ke-4 saya dan merupakan kelanjutan dari sebelumnya.
Dalam
mengawali tulisan ini maka saya gunakan teori policy blind coalitions theory dari Lijphart (Maswadi Rauf dkk,
2009:257) substansi koalisi ini tidak didasarkan atas pertimbangan kebijakan,
tetapi untuk memaksimalkan kekuasaan (office
seeking). Menekankan prinsip ukuran atau jumlah kursi. Loyalitas peserta
koalisi sulit terjamin. Sulit diprediksi karena jumlah partai sangat beragam.
Pada pilpres tanggal 9 juli 2014 terbentuk
2 pasangan koalisi yang akan memperebutkan kekuasaan sebagai presiden (Pasal 4
ayat (1) UUD NRI Tahun 1945). Akankah “koalisi patriotis” (atau sebutan lain
yang terpublik adalah koalisi “Merah Putih”) dapat mengalahkan “koalisi
nasionalis” (atau sebutan lain yang terpublik adalah koalisi “Indonesia Hebat”)?ataukah
koalisi kecil dapat menang melawan koalisi yang lebih besar. Hal ini dapat
dipengaruhi beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1. Penokohan
dan figur dari masing-masing pasangan;
2. Visi
dan misi yang dipropagandakan;
3. Loyalitas
dan militansi mitra koalisi dalam memenangkan pasangan yang didukung;
4. Mesin
kerja dari masing-masing partai politik dengan basis massanya masing-masing;
dan
5. Swing voters
dari rakyat.
Tanpa ada maksud harus mendikotomi kalangan militer
dan sipil saya menempatkan para calon presiden baik Prabowo dan Jokowi sebagai
2 warga negara terbaik bangsa dan paling berani dari 250 juta rakyat Indonesia.
Mereka beda bukan berarti tidak berkawan. Beda baju dan kendaraan bukan berarti
tidak sama tujuannya. Tujuannya adalah sama demi kemajuan Indonesia. Birokrasi
mereka berbeda tentunya juga melahirkan gaya kepeimpinan yang beda juga. Jika
ada pertanyaan apa prestasi Prabowo di bidang pemerintahan beraninya
mencalonkan diri?itu sama artinya dengan pertanyaan apa prestasinya Jokowi
dalam bidang militer?. Hal ini menjadi tolak ukur yang berbeda. Nilainya pun
akan berbeda juga. Apabila jawabannya dipaksakan tidak akan pernah menemukan
titik temu. Biarlah mereka akan membuktikan kepemimpinannya apakah pantas buat
memimpin Indonesia. Salah satu pembuktiannya adalah ketika kampanye terbuka
dari tanggal 4 Juni-5 Juli 2014. Rakyat akan menilai. Setelah sebelumnya
mendapatkan nomor urut pada pengundian pada tanggal 1 Juni 2014. Pasangan
Prabowo-Hatta No.1 dan Pasangan Jokowi-Kalla No.2. Debat capres dan cawapres
juga akan menjadi batu uji tentang figur kepemimpinannya. Debat akan
dilaksanakan sebanyak 5 kali yaitu tanggal 9 Juni 2014 (debat capres dan
cawapres),15 Juni 2014 (debat capres), 22 Juni 2014 (debat capres), 29 Juni
2014 (debat cawapres) dan terakhir adalah 5 Juli 2014 (debat capres dan
cawapres).
Prabowo dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan
berwibawa serta pandai berorasi. Ditakuti mafia dari dunia internasional.
Apalagi tahun 2015 akan memasuki pasar bebas. Amerika Serikat pun mengalami
ketakutan jika Prabowo menjadi presiden. Sekarang Indonesia menjadi sorotan
dunia. Indonesia akan makin dipandang dan disegani. Kedaualatan akan terjaga
dengan latar belakang kepemimpinan yang telah dimiliki. Apalagi salah satu visi
dan misinya adalah akan melakukan nasionalisasi asset. Pada pilpres ini jargon
yang digunakan adalah “tegas,cerdas dan merakyat”. Disisi lain Jokowi terkenal
dengan rakyat apalagi dengan gaya “blusukan” yang dimilikinya. Nasib rakyat lebih
akan tersentuh karena dapat dilihat langsung. Pengalaman dalam pemerintahan
walaupun masih kontroversi karena semua belum paripurna diselesaikan. Gaya
kepemimpinan yang bijak dan merakyat terlepas pencitraan yang ada akan lebih
banyak memberikan bukti kongkrit terhadap perbaikan ekonomi rakyat kecil yang
termarginalkan. Pada pilpres ini jargon yang digunakan adalah “jujur,sederhana
dan merakyat”.
Visi dan misi yang menjadi andalan dari
masing-masing pasangan telah diperlihatkan baik secara langsung maupun secara
tidak langsung setelah resmi masing-masing capres mendapat pasangannya. Apalagi
semua pasangan akan lebih mengobral janji-janjinya setelah dimulai kampanye
terbuka. Pasangan Prabowo-Hatta telah jauh hari diawali dengan visi misi Partai
Gerindra yang sudah diketahui oleh masyarakat sejak pileg berlangsung karena
figur Prabowo adalah dari Gerindra. Pasangan ini memang dikenal oleh berbagai
kalangan memiliki grand design yang
jelas dan kongkrit terkait masalah kebangsaan. Bagi pasangan Jokowi-Kalla masih
sangat kurang akan grand design
kebangsaan. Pasangan ini lebih memberikan janji lewat kerja langsung dan turun
pada masyarakat. Platform dari visi dan misinya bergaris linear dengan
perjuangan dari PDIP.
Adapun yang menjadi visi dan misi pasangan No.1
Prabowo-Hatta adalah sebagai berikut:
Visi
: Membangun Indonesia yang bersatu, berdaulat,adil
dan makmur serta
bermartabat.
Misi
:
1. Mewujudkan
NKRI yang aman dan stabil, sejahtera, demokratis, dan berdaulat serta berperan
aktif dalam menciptakan perdamaian dunia serta konsisten melaksankan Pancasila
dan UUD 1945;
2. Mewujudkan
Indonesia yang adil, makmur, berkerakyatan dan dan mandiri; dan
3. Mewujudkan
Indonesia yang berkeadilan sosial dengan sumber daya yang berakhlak, berbudaya luhur,berkualitas
tinggi, sehat, cerdas, kreatif dan terampil.
Adapun
yang menjadi visi dan misi pasangan No.2 Jokowi-Kalla adalah sebagai berikut:
Visi :
Terwujudnya
Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong
royong.
Misi :
1. Mewujudkan
kemanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian
ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian
Indonesia sebagai negara kepulauan;
2. Mewujudkan
masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis yang berlandaskan negara hukum;
3. Mewujudkan
politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara
maritim;
4. Mewujudkan
kualitas hidup manusia yang tinggi, maju dan sejahtera;
5. Mewujdukan
bangsa yang berdaya saing;
6. Mewujudkan
negara Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri maju, kuat, dan berbasikan
kepentingan nasional; dan
7. Mewujudkan
masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Penjelasan dari visi dan misi masing-masing ada 9
halaman dari pasangan Prabowo-Hatta dan 42 halaman dari pasangan Jokowi-Kalla yang
telah di berikan pada KPU (sering saya diskusikan dengan rakan-rekan baik dan
buruknya seperti apa). Pasangan Prabowo-Hatta dijabarkan dalam 8 agenda dan
turunannya dengan agenda nyata dan langusung menyentuh ke rakyat kecil.
Pasangan Jokowi-Kalla ada 12 agenda di bidang politik, 16 bidang ekonomi, dan 3
agenda di bidang kepribadian dan budaya.
Berkaitan dengan mesin politik yang akan bekerja
guna memenangkan pasangannya masing-masing setiap partai politik memiliki gaya
dan caranya sendiri-sendiri. Adapun mesin partai politik tersebut akan bekerja
dengan sistem top-down atau
sebaliknya atau kah dengan patron dan
client atau dengan gaya platform dari
masing-masing ideologi partai?
Prabowo-Hatta dengan gerbong dari Gerindra,
PPP,PAN,PKS,Golkar dan PBB
Partai Gerindra
Seluruh anggota Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan Asosiasi
Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) dapat menjadi penopang utama walaupun
secara kelembagaan sudah tidak lagi mendukung pasangan yang diusung dari partai
ini. Jaringan pada TNI baik yang aktif dan tidak dari tokohnya. Dapat
dipastikan walaupun kalangan militer terpecah faksi militer masih akan banyak
merapat ke partai ini. Para tokoh nasionalis moderat dan kaum pinggiran, kaum
China dan Thiong Hoa merupakan basis massa dalam mendulang suara.
Strategi yang harus dilakukuan oleh partai ini tidak ada salahnya jika figur
Prabowo Subianto yang sudah merakyat dan dikenal diberbagai kalangan harus
dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Organisasi massa yang berada dibawah
dalam menopang struktural partai harus segera turun ke bawah. Kalangan kaum
marginal dapat dijadikan basis massanya. Alasan saya pada kaum marginal ini
adalah terdapat pergerseran basis massa dari PDIP dengan loyalis masyarakat
kecilnya telah beralih pada partai ini.
Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP)
Beberapa kaum NU di berbagai daerah dan beberapa pondok pesantren akan
menjadi basis massa. Kader-kader ini biasanya terletak pada beberapa pondok di
daerah jawa. Simpatisan dari para pendiri masih akan memberikan citra positif.
Masyarakat awam dengan latar belakang sejarah partai ini sudah mengakar di
kalangan rakyat kecil akan dapat memberikan suara significant dalam partai ini.
Harus tetap memperkuat basis massa di kalangan masyarakat bawah dengan
memegang kepengurusan pondok dan lembaga dakwah. Pencitraan partai yang dalam
historis telah membawa perubahan terhadap dinamika demokratisasi umat islam
harus tetap dipublikasikan. Media dakwah harus tetap dijalankan. Pencitraan
tokoh islamisnya harus dipertahankan.
Partai Amanat Nasional (PAN)
Lembaga dakwah dan pondok-pondok pesantern yang berpaham muhamadiyah
merupakan basis massa yang terbesar. Simpatisan dari para tokoh pendiri masih
akan sangat memberikan kontribusi suara partai. Penokohan Amien Rais dan Din
Syamsudin masih akan mampu membawa citra baik bagi partai ini. Beberapa
organisasi massa yang berada dibawah kepengurusan muhamadiyah akan dapat
mendulang suara. Para calon legislatif yang kebanyakan dari kalangan artis juga
dapat akan mendongkrak suara partai ini.
Gebrakan baru yang kongkrit harus segera ditunjukan partai ini agar
perjalanan karier partai tidak stagnan. Lembaga dakwah dan pondok yang berbasis
muhamadiyah juga harus tetap dipegang agar tidak lepas. Program sosial juga
harus tetap digerakan lewat organisasi massanya. Para calon legislatif dari
kalangan artis harus aktif terjun ke bawah agar lebih mengenal pada rakyat.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Para cendekiawan, pondok-pondok pesantren yang berpaham dengan karakter
partai ini, dan simpatisan para tokoh dengan grass root yang ada dibawah
merupakan tempat dalam mendulang massa. Organisasi massa partai yang berada di
tingkat masyarakat dan pemuda serta kampus yang sudah menjadi salah satu
ideologisasi dapat digunakan dalam mendulang suara. Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Jawa Barat adalah
daerah kekuasaanya karena gubernurnya dari partai ini.
Kekonsistenan dalam pengambilan kebijakan harus dapat dipertahankan
walaupun berseberangan dengan konsep koalisi. Akan tetapi hal ini menurut
kalangan tertentu akan menjadi daya tawar bagi partai ini. Media dakwah yang
langsung menyentuh masyarakat bawah harus terus dijalankan. Dengan memasukan
kader-kadernya dalam kepengurusan masjid dan lembaga dakwah kampus akan menjadi
senjata ampuh dalam meraih suara di tingkat pemuda dan mahasiswa. Perilaku
kader harus tetap terjaga dengan selalu mencerminkan jiwa islam. Media massa
harus dicoba dimanfaatkan agar reputasi partai akan selalu dapat tempat dihati
rakyat.
Partai Golongan Karya
Partai ini dengan Abu Rizal Bakri sebagai ketua umum telah memegang media
massa termasuk TvONE dan jaringan media lainnya merupakan senjata paling ampuh
dalam menjalin komunikasi politik terhadap rakyat. Para pengusaha dengan
bermacam-macam perusahaan yang ada di belakangnya akan mampu mendukung
pendanaan partai tersebut. Para PNS di semua jenjang instansi baik dari tingkat
pusat sampai daerah,tokoh militer, simpatisan orde baru. Riau, Jambi dan Sumatra Selatan
adalah daerah kekuasaannya karena gubernurnya dari partai ini.
Romantisme kesejahteraan pada masa orde baru harus dapat dimanfaatkan
untuk meraih simpati hati rakyat. Media yang telah digunakan harus dapat
dimanfaatkan dengan baik langsung mengkultuskan figur Soeharto juga tidak ada
salahnya. Pendanaan paling utama dari perusahaan besar harus tetap dipegang,
karena uang adalah segalanya dalam pemilu. Kesejahteraan PNS harus dapat
terjamin, para simpatisan rezim orde baru harus memperkuat jaringan dan turun
ke bawah dengan melaksankan program sosial demi rakyat lewat usaha makro dan
mikro sesuai karakteristik ketua umumnya sendiri. Para tokoh yang ada di
militer baik yang sudah aktif dan tidak harus membuat pola jaringan dan
memperkuat basis massanya. Isu perpecahan terkait sistem konvensi dipucuk
pimpinan harus segera diselesaikan agar internal partai tetap solid. Organisasi
massa dan sayap dari partai ini harus lebih aktif dalam melakukan kegiatan
Partai
Bulan Bintang (PBB)
Beberapa pondok-pondok pesantren yang berbasis islam akan berpihak pada
partai ini. Penokohan dan figur dari Yusril Ihza Mahendra akan menjadi jaringan
tersendiri dalam mendulang suara. Beberapa pondok-pondok pesantren yang
berbasis islam akan berpihak pada partai ini. Penokohan dan figur dari Yusril
Ihza Mahendra akan menjadi jaringan tersendiri dalam mendulang suara.
Partai Demokrat
Suara pers belum dipegang cuma siaran di televisi
nasional terkait program kerja pemerintah, tapi ini akan tetap efektif buat menarik
simapti rakyat. Kalangan TNI, para tokoh nasionalis, beberapa pondok di tanah
air, kalangan praktisi, organisasi massa partai yang berada di daerah,
partai-partai hasil leburan dari pemilihan umum sebelumnya dan rakyat yang
telah kenal figur R-1 merupakan kantong-kantong suara partai ini. Basis massa
yang lainnya menurut saya tidak akan banyak terpengaruh terutama rakyat kecil
yang ada didaerah. Pemikiran mereka masih terlalu awam dalam memahami politik
yang mereka tahu dan kenal adalah R-1 nya sebagai punggawa dalam partai ini
jika pemerintahan baik maka citra partai ini juga akan ikut baik. Dengan
diadakannya konvensi dan diikuti oleh 11 peserta mengingat juga merupakan
tokoh-tokoh nasional yang sudah dikenal oleh rakyat akan dapat menjadi
kantong-kantong suara baru terlepas pasca pileg masing-masing ada yang telah
menentukan pilihan dan netral. Selain mereka mengakampanyekan diri sendiri
sebagai calon presiden dari partai ini dengan sendirinya juga akan mengenalkan
akan kinerja pemerintah lewat partai penguasa ini. Selain itu Chairul Tanjung
sebagai pemilik TransCorp. Bengkulu,
Sulawesi Utara dan Papua adalah daerah kekuasaannya karena gubernurnya dari
partai ini. Bengkulu, Sulawesi Utara dan Papua.
Beberapa organisasi partai yang ada dibawah harus
mampu meyakinkan rakyat bahwa partai ini tetap pro rakyat. Bidang-bidang sosial
kemasyarakatan yang ada diinternal partai harus lebih terjun kebawah karena
arus bawah adalah paling penting. Figur
R-1 harus tetap diamankan dan tetap dikenalkan pada masyarakat masih tetap
sebagai pemimpin yang baik. Tokoh-tokoh nasionalis yang dimiliki harus membentuk
jaringan untuk melawan arus dan serangan dari partai lain agar lebih kuat
pertahanannya. Keluarga TNI baik yang masih aktif dan non aktif harus disatukan
dan membentuk basis massa khusus TNI. Pencitraan istri R-1 harus dapat
memberikan citra yang baik terhadap kaum wanita. Jumlah wanita baik di tingkat
nasional dan daerah juga banyak. Dengan demikian harus segara digerakan untuk menggalang
suara dari kaum hawa.
Jokowi-Kalla dengan gerbong dari
PDIP,Nasdem,PKB,Hanura, dan PKPI
Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
Rakyat bawah yang tersentuh dengan semua program nyata partai ini
merupakan penyumbang terbesar suara partai ini. Para simpatisan Soekarno dan
tokoh nasional zaman orde lama, masyarakat yang berbasis nasionalisme seperti
didaerah Solo, Malang dan Bali merupakan grass root terbesar dalam penyumbang
suara. Semua kebijakan partai yang konsisten dan selalu pro rakyat akan menjadi
daya tawar sendiri bagi rakyat yang sudah jenuh dengan program-program
pemerintah yang tidak jalan. Lampung,
Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Tengah adalah daerah kekuasaannya karena gubernurnya dari partai
ini.
Jargon partainya “wong cilik” yang selalu dihembuskan dari pemilihan umum
tahun 1999 harus dihidupkan lagi agar lebih dapat menarik simpati rakyat dengan
realisasi program partai yang nyata. Ke-3 daerah Solo, Malang dan Bali harus
tetap dipegang. Mengingat media belum dapat dipegang program bantuan sembako
terhadap rakyat yang selama ini menjadi ciri khasnya harus terus digerakan agar
rakyat kecil makin menarik simpati. Pengkultusan terhadap Soekarno tidak ada
salahnya terus dijadikan sebagai icon partai. Citra sebagai partai yang oposisi
terhadap pemerintah yang selama ini konsisten dan selalu mendukung kepentingan
rakyat harus tetap dijaga dan diberitahukan terhadap publik. Tidak hanya itu
saja solusi kongkrit yang dapat dijalankan juga harus diberitahukan pada
masyarakat luas.
Partai Nasional
Demokrat (Nasdem)
Organisasi massa Nasional Demokrat (Nasdem) yang masih berjalan dengan
seluruh struktur kepengurusannya akan menjadi basis suara dalam partai ini.
Apalagi kegiatan-kegiatan sosial yang terus berjalan akan lebih dikenal rakyat
akan hadirnya partai baru ini. Pengusaha dan jaringan dari ketua umum partai
ini akan menjadi pundi-pundi sumber pendanaan partai sekaligus dalam meraih
suara. Selain itu baru dalam partai ini secara terang-terangan membentuk wadah
gerakan pemuda yang melibatkan secara langsung mahasiswa sebagai kader partai.
Terbentuknya Liga Mahasiswa merupakan gebrakan baru untuk meraih suara di
kalangan mahasiswa.
Media massa telah dipegang dan merupakan senjata paling ampuh dalam
memberikan opini publik. Kritikan-kritikan terhadap kebijakan pemerintah yang
dinilai tidak pro rakyat dapat dimanfaatkan untuk meraih simapti rakyat.
Program-program kerja parti ini juga dapat dipublikasikan lewat media tersebut.
Adanya organisasi massa Nasional Demokrat (Nasdem) dapat dimanfaatkan untuk
lebih mengenalkan visi dan misi partai dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.
Agenda-agenda sosial dari organisasi massa ini harus dijalankan agar lebih
menyentuh grass root bawah. Selain
itu adanya Liga Mahasiswa jika dapat dimanfaatkan dengan membentuk jaringan
diseluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) agar
mahasiswa yang sudak aktif menjadi kader partai dapat memaksimalkan suara.
Diskusi-diskusi rutin agar dapat menggugah minat mahasiswa ikut gabung.
Stimulus pergerakan mahasiswa dan dialektika harus menjadi icon gerakan pemuda
ini agar menjadi dan ada nilai tawar terhadap mahasiswa.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Basis massa terbesarnya adalah kaum nahdiyin yang tersebar di seluruh
pondok pesantren khususnya di jawa timur. Organisasi massa yang ada dibawahnya
merupakan tim Banser yang terorganisir secara strukutural akan mampu memberikan
suara terhadap partai ini. NU yang terkenal dengan perintah dan amanah dari
pimpinan atau ulama wajib ditaati merupakan warga sebagai basis massa terbesar
dalam mendulang suara.
Pondok pesantren yang berpaham NU harus tetap dipegang. Lembaga dakwah
dan organisasi massa yang berada dibawahnya harus gerak ke masyarakat. Harus
aktif dalam kegaiatan sosial. Citra Abdurrahman Wahid sebagai ulama besar masih
dapat dipertimbangkan sebagai figurnya. Walaupun dalam lembaran sejarah tidak
pernah sejalan. Instruksi ulama yang memihak terhadap kaum muslim akan dapat
menaikan keterpihakan dari kaum muslim lainnya, bahwa kebijakan yang diambil masih
berpihak pada kaum islam.
Partai
Hati Nurani Rakyat (Hanura)
Basis massa yang dimiliki masih dari kalangan TNI, para simpatisan dari
masing-masing tokoh dan beberapa organisasi massa yang dibawahnya. Partai ini
harus membuat sebuah jaringan massa yang besar dan dapat segera dikenal rakyat.
Jika tidak dengan kaderisasi yang terlihat stagnan akan membahayakan suara.
Program sosial dari partai harus segera dapat dikongkritkan terhadap rakyat
baik lewat jajaran pengurus partai dari tingkat nasional dan pusat. Penokohan
yang hanya tertuju pada Wiranto harus dirubah dan segera mungkin membuat
gebrakan baru. Partai yang relatif bersih dan terbersih dari partai lain akan
menjadi daya tawar terhadap masyarakat luas.
Partai Keadilan dan Persatuan
Indonesia (PKPI)
Mengingat Sutiyoso berlatar belakang dari TNI maka basis massa dari
kalangan militer dapat menjadi perolehan suara. Mengingat partai ini telah ikut
berkompetisi sejak reformasi dengan para tokoh-tokoh reformasi dapat
menggerakan basis massa yang dimiliki agar dapat mendulang suara, walaupun
dalam perjalanan partai ini ada beberapa tokoh yang menjadi kader partai lain. Waktu
sudah massa kampanye partai ini harus lebih katif dan membuat gebrakan baru
agar paling tidak nama sebagai peserta pemilihan umum tahun 2014 dikenal oleh
masyarakat luas. Program-program sosial pada warga masyarakat khususnya yang terkena
bencana akan lebih mengena akan kehadiran partai ini.
Perang tim sukses dan relawan
Dalam pertempuran ini seperti saya ibaratkan dalam
logika yang dikemukan oleh Hannah Arrendt orang terjun di dunia politik masih
dengan mentalitas “anibal laborans”
dimana orientasi kebutuhan hidup dan obsesi akan siklus produksi konsumsi
sangat dominan, politikus cenderung menjadikan politik tempat mata pencarian
utama (Haryatmoko, 2003: 125). Ibarat pertempuran kedua pasangan menyiapkan
beberapa tim sukses dan para relawan yang mengikutinya demi meraih suara.
Tim
sukses yang dibentuk oleh pasangan Prabowo-Hatta adalah sebagai berikut:
Dewan
Penasehat adalah Amien Rais, Maemoen Zubair,
Akbar Tanjung, Hilmi Aminudin, Hashim Djohadikusomo, Zulkifli Hasan, Agung Laksono, Joko Santoso,
Farouk Muhammad, Yunus Yosfiah, Syarwan Hamid, Syamsir Siregar, Slamet Effendy
Yusuf, Taufik Effendy, Freddy Numberi, Zarkasih Nur, Azwar Abu Bakar, Lutfi Ali
Bin Yahya, Nur Mukhammad Iskandar, Tuty Alawiyah, Suryani Tahir, Barlianta
Harahap, Djan Farid, Surachman Hidayat, Salim Segaf Aljufri, Rhoma Irama,
Muslih Abdul Karim, Nazarudun Syamsudin
Dewan
Pakar
adalah
Muladi, Hari Tanoe Soedibyo, Ryaas Rasyid, Bahtiar Effendi, Lukman Hakim
Saifudin, Ali Maskur Musa, Pontjo Sutowo, Sasmito Hadinegoro, Burhanudin
Abdullah, Didik J.Rachbini, Sohibul Imam, Hidayat Nur Wahid, Muzamil Yusuf,
Fadel Mukhammad, Ridwan Mukti, Theo L.Sambuaga, Mirah Kartasasmita, Saharudin
Daming, Fuad Amsyari, Fuad Bawazier, Amir Sambodo, Hilal Hamdi, Kostorius
Sinaga, Marwah Daud Ibrahim, Endang Setyawati Thohari, Syamsulbahri, Prijono
Tjiptoheriyanto, Adang DarajatunMuhammad Hatta, Datok Rajo Perak, Dimyati Nata
Kusuma
Tim Pelaksana
Ketua:
Mahfud MD
Wakil
Ketua: George Toisuta, Burhanudin, Moekhlas Sidik, Masduki Baidlowi
Sekretaris:
Fadli Zon
Wakil
Sekretaris : Setya Novanto, Tjatur Sapto Edi, Imam Marsudi
Bendahara
: Thomas Djiwandono, Jon Erizal, Robert Kardinal
Bidang-bidangnya adalah sebagai berikut: Bidang
penggalangan dan kampanye; Bidang Saksi dan Hukum; Bidang Operasi, Logistik,
dan Komunikasi; Bidang Kebijakan dan Program; Bidang Strategi; Bidang Relawan; Bidang
Komunikasi dan Media; Bidang Hukum dan Advokasi; Bidang Penggalangan; Bidang
Territorial; Bidang Operasi; dan Tim-tim debat dan juru bicara baik nasional
dan lokal.
Disisi lain pasangan Jokowi-Kalla tim sukses pada
pasangan ini strukturnya lebih dipegang oleh internal partai dan kurang melibatkan
pihak luar. Ketua pemenangannya adalah kader dari PDIP sebagai partai pengusung
calon presidennya. Pihak luar terlepas masuk dalam struktur maupun tidak karena
lebih condong masuk tim relawan-relawan.
Adapun yang menjadi nama-nama relawan
dari pasangan Prabowo-Hatta adalah sebagai berikut:
1. Sahabat
Prabowo, dipegang para relawan dari tingkat daerah dan pusat;
2. Komunitas
Aliansi Rakyat Bersatu (ARB), dipegang oleh ketua umum Partai Golkar Abu Rizal
Bakri;
3. Front
Buruh Indonesia Raya, dipegang sebagian buruh di Indonesia;
4. Sukarelawan
Mandiri (Salam), dipegang oleh para pemulung dan warga desa di daerah
5. Cakar
Garuda Bangsa, dipegang sebagian rakyat di Bogor
6. Patriot
Indonesia Raya (Patria), dipegang sebagian besar di Jakarta
7. Piye
Kabare, hampir di seluruh daerah
8. Forum
Kesultanan Nusantara
9. Asosiasi
Tarikat Indonesia
10. Forum
Kerukunan Antar Umat Beragama
11. Gema
Nusantara, dipegang para relawan dari Sumatra
12. Merah
Putih Sejati, dari gabungan komunitas artis, seniman,aktivis,eks militer,
tukang ojek dsb.
Adapun
yang menjadi para relawan dari pasangan Jokowi-Kalla adalah sebagai berikut:
1. Kebangkitan
Indonesia Baru;
2. Barisan
Relawan Jokowi Presiden 2014 (BARA JP);
3. ReDI
(Relawan Demi Indonesia), dipegang oleh Dahlan Iskan;
4. Barisan
Nusantara, dipegang mayoritas rakyat Yogyakarta
5. Seknas
Tani, dipegang oleh kebanyakan petani yang ada di Jambi
6. Tuah
Sakato, dipegang oleh rakyat Padang
Para relawan selain dari rakyat yang membentuk
sebuah wadah juga datang dari berbagai kalangan artis, budayawan,seniman, tokoh,
ulama dsb. Hal yang menarik adalah dari kalangan artis yang merupakan stimulan
dalam menarik basis massa tertentu. Apalagi mereka memiliki fans masing-masing.
Kreativitas dan bentuk dukungan yang diberikan pun juga beda-beda. Adu
kreativitas seni dan membuat lagu buat pasangannya masing-masing. Pasangan
Prabowo-Hatta didukung oleh kreasi seni dari lagu Ahmad Dhani (walaupun
kontroversi dianggap belum izin dari Queen sebagai pemilik hak ciptanya). Lagu
“garuda didadaku” juga di modifikasi oleh relawan lain dalam meyakinkan para
pemilihnya. Sedangkan pasangan Jokowi-Kalla didukung oleh group musik Slank dan
Wali Band. Lagu dari Wali Band “cari jodoh” juga diaransemen ulang dengan lirik
lagu yang mempublikasikan pada pasangan ini. Cara ini akan mudah dikenal dan
lebih banyak akan memberikan pengaruh pada swing
voters.
Pada fase ini pembentukan tim relawan maupun relawan
yang dengan kehendak sendiri memberikan dukungan pada pasangan masing-masing
menurut saya masih berimbang. Para relawan dengan loyalis-loyalisnya memiliki kreativitas
dan kelebihannya masing-masing. Para relawan ini juga akan memberikan para
penentu suara yang masih mengambang sebagai swing
voters dari masyarakat yang belum menentukan pilihan.
Faksi kekuatan para eks jendral
Dalam pemilu 2014 ini
sudah sewajarnya TNI-POLRI tetap berada dalam jalur tidak memihak pada salah
satu pasangan. Terlepas banyak faksi yang pecah di kalangan eks para anggotanya
tetap akan berdampak terhadap netralitas dalam menentukan pilihan. Dalam faksi
ini saya ibaratkan seperti logika dalam partai yaitu “konsep proto” yaitu
merupakan faksi yang dibentuk berdasarkan pengelompokan ideologis yang ada di
dalam masyarakat (Ichlasul Amal, 2012: xvi). Faksi ini tidak dapat dipungkiri
akan dapat memberikan stimulus aksiologi terhadap suara masing-masing pasangan.
Jaringan masing-masing para pendukung pasti masih akan digunakan oleh kubu yang
terbelah. Hal ini juga akan berdampak pada internal masing TNI-POLRI. Pada
pasangan Prabowo-Hatta yang jelas latar belakangnya adalah militer sudah tentu
kalangan eks militer akan merapat pada pasangan ini. Para eks militer yang akan
dapat memberikan dukungan adalah sebagai berikut: Djoko Santoso, Farouk
Muhammad, M. Yunus Yosfiah, Syarwan Hamid, Syamsir Siregar, Kivlan Zen, Suryo
Prabowo, dan Pramono Edi. Selain itu pada pasangan Jokowi-Kalla dipimpin oleh
Wiranto sebagai ketua Partai Hanura yang secara resmi partainya telah
memberikan dukungan pada pasangan ini. Selain itu ada Sidarto Danusubroto, Hendropriyono,
Agum Gumelar, Luhut Panjaitan, Tedjo Edi, Farid Zainudin, dan Fachrul Rozy.
Kedua faksi militer ini
menurut saya selain persaingan politik juga masih terbawa oleh kondisi
rivalitas selama jenjang karir di militer. Sapta marga, sumpah prajurit dan
jiwa korsa sudah tidak lagi menjadi kenetralitasannya. Keduanya merasa punya
jaringan dan menganggap dengan jaringan mereka dapat mengendalikan serta mengkondisikan basis massa untuk
memenangkan pasangan masing-masing. Polemik yang jelas dan melibatkan jaringan
di militer adalah pasca keluarnya Keputusan Presiden (Keppres)
No.62/ABRI/1998 tertanggal 20 November 1998 tentang pemberhentian Prabowo
secara hormat dengan hak pensiun. Hal ini dianggap melibatkan pihak istana dan
cenderung menguntungkan posisi Prabowo. Keppres ini dianggap tidak bersifat
rahasia dan boleh dipublikasikan. Selang beberapa hari maka keluarlah SK Dewan
Kehormatan Perwira (DKP) tertanggal 21 Agustus 1998 tentang Prabowo dipecat.
Hal ini cenderung menyudutkan pihak Prabowo. Apalagi dokumen ini bersifat
rahasia dan hanya boleh disimpan dalam dokumen di TNI. Pertanyaan besar muncul
siapa dan modusnya apa?jelas dari sudut pandang politik yang mengeluarkan
adalah jaringan yang berada pada kubu Jokowi-Kalla. Dari 7 anggota DKP ada Agum
Gumelar yang telah menyatakan dukungannya pada pasangan Jokowi-Kalla. Hal yang
menarik adalah diantara 7 anggota itu juga terdapat nama SBY. Memang lebih aman
diam demi menjaga figurnya sebagai presiden. Pada debat I capres-cawapres
tanggal 9 juni 2014 publik heboh ketika masalah tersebut diangkat kembali.
Akhirnya tanggal 20 Juni 2014 Wiranto angkat bicara karena telah disinggung
sebagai atasan yang bertanggung jawab dalam debat tersebut oleh Prabowo. Selang
beberapa hari Wiranto dipanggil oleh Bawaslu terkait statement yang diberikan karena
telah memberikan kegoncangan pada publik.Keterangannya pers nya jelas masih
bersifat politik dan telah menyudutkan pasangan Prabowo-Hatta. Pernyatannya
justru menumbulkan polemik baru dan jelas faksi militer makin menunjukan
dominasi alibi pembenarannya masing-masing. Pasca kejadian itu saling hujat dan
mencari pembenaran sendiri-sendiri. Siapa kah yang kuat jaringan dan
pengaruhnya di kalangan eks militer dan seberapa jauh dapat mengintervensi
kenetralan TNI? Maka dari kontestasi itulah faksi eks militer masih sangat
berpengaruh dalam memberikan dukungan suara.
Saling serang: Menguatkan atau Melemahkan?
Dalam perjalanan sejarah perpolitikan di dunia terdapat beberapa fase
yaitu tradisionalisme, behavioralisme dan post behavioralisme (SP Varma, 1995: 3). Kerangka ini juga
berkembang terhadap pola dalam menjatuhkan atau bermaksud mempengaruhi opini
publik terhadap semua upaya yang dilakukan. Hal menarik yang patut jadi telaah
karena akan memberikan dampak terhadap peta suara masing-masing khususnya
adalah para swing voters yang masih
galau belum menentukan pilihan. Dalam fakta saling serang tersebut munculah
alibi pembenaran antara kampanye negatif dan kampanye hitam. Buat saya hal
tersebut sama saja cuma perbedaan istilah karena yang covernya berupa kampanye
negatif isinya berupa kampanye hitam atau sebaliknya. Rakyat adalah pemilih
cerdas dan saya yakin tidak akan mudah terprovokasi.
1.
Pada kubu
Prabowo-Hatta
a. Isu
pelanggaran HAM atas Prabowo tahun 1998 diserang oleh para relawan dan Jusuf
Kalla pada waktu debat capres cawapres I tanggal 9 juni 2014;
b. Alasan
Prabowo bercerai dari istri dan tidak pantas memimpin negara diserang oleh dar
pernyataan terbuka oleh Jusuf Kalla;
c. Para
mitra koalisinya partai para penjahat dan koruptor. ARB ketua Golkar masih
tersandung dengan lumpur lapindo. SDA sebagai ketua PPP dijadikan tersangka
oleh KPK karena dana haji. Diserang oleh para relawan dari kubu lain; dan
d. Anak
Hatta Rajasa yang dianggap kebal hukum dan dianggap tidak akan mampu menegakan
hukum. Diserang oleh para relawan kubu lain.
2.
Pada kubu
Jokowi-Kalla
a. Jokowi
sebagai pemimpin yang tidak bertanggung karena belum menyelesaikan tugasnya
sebagai Gubernur DKI Jakarta, diserang oleh para relawan kubu lawan;
b. Keluarnya
tabloid “obor rakyat” yang menyudutkan Jokowi karena dianggap mesin partai
PDIP, capres boneka dan SARA terhadap keluarganya, diserang oleh oknum tertentu
bukan relawan dari kubu lawan karena hanya dianggap opini publik;
c. Jusuf
Kalla sebagai pejabat yang pernah tersandung kasus korupsi di era zaman Gus
Dur, karena sempat dipecat dari kementrian. Diserang oleh relawan kubu lawan;
dan
d. Pasangan
ini diisukan pro asing dan tidak konsisten dengan nasionalisasi.
Suara NU dan Muhammadiyah terbelah
Diawali terlebih dahulu oleh PKB yang terindikasi berafiliasi dengan basis
massanya adalah NU telah menentukan pilihan terhadap pasangan Jokowi-Kalla.
Sementara itu PAN yang juga dekat dengan Muhammadiyah ketua PAN didaulat
sebagai cawapres dari Prabowo. Kelembagaan NU dan Muhammadiyah secara
struktural memang terpisah dari partai, akan tetapi tidak dapat dipungkiri para
kader partai juga menjadi pengurus dalam kelembagaan kedua ormas terbesar di
Indonesia tersebut. Pada pasangan Prabowo-Hatta ada Ketua PBNU yang secara
pribadi telah memberikan dukungan pada pasangan ini. Selain itu Mahfud MD
sebagai kader terbaik NU yang juga ketua tim sukses nasional dari pasangan ini.
Disisi lain Saifullah Yusuf ketua Muslimin NU terindikasi memberikan dukungan
pada pasangan ini. Muslimin adalah barisan kader NU laki-laki di seluruh
penjuru tanah air. Berbeda juga dengan GP Anshor yang merupakan ormas sayap pemuda
dari NU memilih pasangan pada Jokowi-Kalla. Selain itu Kofifah Indar Parawansa
yang sebagai ketua Muslimat dari kader NU wanita seluruh tanah air menjadi juru
bicara pada pasangan ini. Suara Muhammadiyah pun juga terbelah, karena konflik
internal yang terjadi. Para tokoh senior dengan jaringan dari Amien Rais yang
juga masuk tim sukses pasangan Prabowo-Hatta akan dapat memberikan pengaruh di
tingkat menengah keatas. Disisi lain para tokoh mudanya khususnya yang ada di
daerah menunjukan kecenderungan memberikan dukungan pada padangan Jokowi-Kalla.
Siapa pun yang dapat meraih dukungan dari kedua ormas ini akan mendekati
kemenangan karena suara mereka cenderung akan mendulang suara (konsep ulama dan
sami’na wa ato’na). Hal ini disebabkan mayoritas para pemilih dan rakyat
Indonesia adalah muslim.
Input dan out put basis massa
Kerangka kerja berupa pendekatan sistem politik
menurut David Easton penjelasan yang paling baik mengenai kehidupan politik
adalah dengan melihatnya sebagai sebuah sistem (Budi Winarno, 2007: 1). Hasil
kerja dari mesin politik ada berupa input
dan out put. Hal ini juga akan
dipengruhi oleh banyak hal dan faktor terutama person nya sebagai penggerak dalam mesin tersebut. Mesin disini
bisa saya artikan sebagai pasangan masing-masing capres dan cawapres.
Nama-nama tokoh nasional pendukung pasangan Prabowo-Hatta
adalah sebagai berikut: Mahfud MD, Ketua PBNU Said Agil, Amien Rais, Hari
Tanoe, George Toisuta, Soekarwo, Solahudin Wahid,Fuad Bawazir,Akbar Tanjung.
Pecahan dari alumni hasil konvensi Partai Demokrat ada Marzuki Alie, Pramono
Edie, dan Ali Maskur Musa. Pihak yang sudah menyatakan netral adalah Dino Pati
Jalal. Media : MNC TV,Global TV,RCTI,ANTV,TV One. Dengan bergabungnya anggota
77 anggota DPD telah memberikan dukungan secara resmi pada pasangan ini juga
akan memberikan mesin kerja dalam meraih suara makin terbuka lebar. Hal ini
disebabkan masing-masing anggota memiliki loyalis-loyalis dan konstituen di
daerahnya masing-masing. Hal ini dapat dilihat dalam penjabaran Pasal 13 dan 30
UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR,DPRD, dan DPD bahwa dari tiap
provinsi dibutuhkan anggota DPD 4 orang dengan batasan wilayah dan penduduk
dari 1 juta sampai diatas 15 juta. Sementara itu partai lokal Aceh (Partai
Damai Aceh, Partai Nasional Aceh, dan Partai Aceh) terindikasi akan merapat ke
pasangan ini. Partai Aceh sendiri sudah resmi memberikan dukungan. NGO dan
organisasi kepemudaan seperti Pemuda Pancasila dsb banyak memberikan pada
pasangan ini. Nama-nama tokoh nasional pendukung pasangan Jokowi-Kalla adalah
sebagai berikut: Khofifah Indar Parawansa, Teten Masduki, Hendro Priyono.
Pecahan dari alumni hasil konvensi Partai Demokrat ada Anies Baswedan,Dahlan
Iskan. Dukungan media massa: Metro TV.
Gaya kedua kandidat capres adalah Prabowo aktif
dalam kegiatan seminar dan diskusi publik, sebagai contoh menghadiri acara
PGRI, Buruh, dan pembicara dalam Keluar Besar Putra Putri Polisi (KBPPP).
Sedangkan pasangan Jokowi lebih menyentuh pada rakyat, sebagai contoh masih
tetap dengan gaya blusukannya. Para kepala daerah yang berasal dari partai
pengusung masing-masing pasangan juga akan memberikan perubahan pola suara yang
ada di masing-masing daerah. Terkait hal ini sepintas sudah saya jabarkan pada
kinerja mesin partai tersebut diatas. Pada posisi ini kubu pasangan
Prabowo-Hatta lebih unggul karena para kadernya menduduki tempat-tempat
strategis di seluruh tanah air. Jika solid dan mampun memberikan pergerakan
secara masif maka suara dari daerah akan banyak mengalir pada pasangan ini.
Apalagi jika menggunakan suara PNS di daerah masing-masing akan dapat
memberikan suara yang significant. Walaupun PNS harus netral, akan tetapi tetap
memiliki hak konstitutional dan jika dapat dikondisikan secara struktural dan
sistematis karena dalam politik itu sah-sah saja.
Kalkulasi
suara perolehan suara
Pada fase terbentuknya gerbong dukungan massa
terhadap masing-masing pasangan ini seperti saya ibaratkan partai “catch-all”. Kumpulan dalam partai ini (Ichlasul Amal, 2012: xviii).
Kumpulan dalam partai ini tujuan utamanya adalah memenangkan pemilihan dengan
cara menawarkan program-progran dari ideologi partai masing-masing. Program
kerja tersebut berkumpul menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dispisahkan
dengan terbentuknya simpul politik. Hal lain lagi menurut saya adalah
terjadinya oposan yang menyebabkan tidak stabilnya pemerintahan karena mengkritik
kepada pemerintah melainkan bertujuan untuk mengatasnamakan tantangan-tantangan
yang sedang dihadapi oleh negara dan bangsa secara bersama-sama (Toto Pandoyo,
1981: 150)
Pada pasangan Prabowo-Hatta partai pendukungnya adalah Gerindra (14.760.371 suara atau
11,81%), PPP (8.157.488 suara 6,53%),PAN (9.481.621 suara
atau 7,57%),PKS (8.480.204 suara atau
6,79%),Golkar (18.432.312 suara atau 14,75%) dan PBB (1.825.750 suara atau
1,46%)
Partai Demokrat (12.728.913 suara atau
10,19%) yang merupakan satu-satunya partai yang secara formal menyatakan
netral, tetapi sesuai prediksi saya sejak awal suaranya akan diberikan pada
kubu ini. Hal yang menguatkan adalah hasil opsi petisi kaolisi point (2) hasil
rapimnas pada tanggal 18 Mei 2014 dari hasil voting 56% memang netral dan
sisanya jelas memilih opsi (2) tersebut. Pada tanggal 1 Juni 2014 diadakan
pemaparan visi dan misi oleh pasangan Prabowo-Hatta di forum Partai Demokrat.
SBY tidak dalam forum tersebut dan menandakan masih mencari posisi netralitas
yang melekat sebagai figur presiden. Selain itu sudah banyak tokoh-tokoh dari
kader Partai Demokrat yang sudah menyatakan mendukung secara terang-terangan
kubu tersebut. Sinyal dan kontroversi peristiwa 1 Juni 2014 tersebut telah
mengarahkan secara tidak langsung terhadap dukungan yang diberikan. Bukti
kongkrit lainnya adalah adalah ketua fraksi Partai Demokrat yang ada di DPR dan
seluruh jajarannya telah resmi memberikan dukungan pada pasangan ini pada
tanggal 18 Juni 2014. Partai ini memang bermain halus dengan gaya santun
tersebut dapat dikatakan main dua kaki dengan alasan ketua umumnya sebagai
figur presiden.
Jadi
total suaranya adalah sebagai berikut:
73.866.659
Pada pasangan Jokowi-Kalla adalah PDIP (23.681.471
suara atau 18,95%),Nasdem (8.402.812 suara atau
6,72%),PKB (11.298.957 suara atau 9,04%), Hanura
(6.579.498 suara atau 5,26%), dan PKPI (1.143.094 atau 0,91%).
Jadi
total suaranya adalah sebagai berikut: 51.105.832
Terlepas ada kutu loncat para kader dari
masing-masing partai pendukung yang lari memberikan dukungan suara ke pasangan
lain, menurut saya hal ini tidak akan memberikan pengaruh dan perubahan suara.
Jika jaringan masing-masing partai diperluas maka suara masing-masing akan
bertambah dan meminimalisir angka golput yang ada.
Seluruh
suara sah nasional adalah 124.972.491 suara
Angka
golput adalah 24,89%
Angka golput ini akan berkurang dan cenderung akan
menggunakan hak pilihnya. Alasan yang logis digunakan para pemilih ketika pileg
tanggal 9 April 2014 adalah belum percaya pada anggota dewan yang akan dipilih.
Selain itu terlalu banyak pilihan dari calon wakil rakyat yang justru membuat
bingung para pemilih. Pada pilpres tanggal 9 Juli 2014 mendatang tentunya
mereka akan cenderung menggunakan hak pilihnya demi presiden yang diharapkan
karena pilihannya hanya 2 pasangan dan terminimalisir dari kebingungan.
Polemik tata negara Prabowo
SK Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tertanggal 21
Agustus 1998 adalah Prabowo dipecat, akan tetapi disisi lain juga terdapat
Keputusan Presiden (Keppres) No.62/ABRI/1998 tertanggal 20 November 1998 adalah
Prabowo diberhentikan secara hormat. Pertanyaannya adalah Keppres dengan SK DKP
tinggi mana?bahkan mengingat pada Pasal 7 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 tentang
PPP tidak lagi mengenal Keppres. Jadi keduanya secara normatif masih belum
legalitas formal semua dan masih multi tafsir. Logika yang dapat digunakan adalah
dari tafsir Pasal 10 UUD 1945 bahwa presiden adalah pemegang kekuasaan
tertinggi atas AD,AL, dan AU. Dengan demikian Keppres derajatnya lebih dapat
dipertanggung jawabkan dari pada SK. Muncul lagi pertanyaan kepangkatan istilah
Purnawirawan muncul setelah SK atau Keppres?Jawaban lebih dekat adalah dari
Keppres, akan tetapi masih dapat ditafsirkan lain hanya dengan tafsir
konstitusi, UU dan pendekatan teori hukum. Dengan demikian jika dengan
pendekatan hukum masalah hukum ini menurut saya telah selesai dan tidak perlu
diperdebatkan lagi. Jika ada pertanyaan mengapa baru muncul sekarang maka
jawabannya adalah dapat dengan pendekatan politis dan historis. Pada pendekatan
politis jelas kubu faksi jendral telah terbelah diantara kedua pasangan baik
Prabowo-Hatta maupun Jokowi-Kalla. Pada pendekatan historis dapat ditelaah dari
rivalitas sejak Akmil Magelang Tahun 1969,peristiwa dari tahun 1980 sampai
1990. Awal 1990 an ketika terjadi separatis daerah,peristiwa 27 Juli 1996,akhir
1997 (terbelahnya dukungan dan faksi pada orde baru sampai terbentuknya Tim
Mawar),awal tahun 1998 dengan pergantian Panglima ABRI pada Wiranto sampai
meletus peristiwa Mei 1998 dan uji coba kekuatan militer pada November 1998.
Kedua pendekatan ini belum saya kupas pada fase ini. Itu hanya gambaran secara
umum.
Lebih lanjut dalam telaah tata negara maka kekuatan
hukumnya seperti apa jika sekarang dipertanyakan?Legalitas adanya Keppres
adalah Tap MPR No.XX/1966 jo No.V/1973 tentang adanya hierarki
perundang-undangan. Jika ditelaah kasuistis dan waktunya berarti tahun 1998
aturan hukum yang digunakan adalah 2 Tap MPR tersebut. Walaupun Tap MPR
No.III/2000 Keppres justru hilang dan dengan dikeluarkannya hukum positif
berupa UU No. 10 Tahun 2004 justru Keppres diganti dengan Perpres. Dengan
demikian dari dogma hukum positif terkait polemik SK DKP dan Keppres yang
menjadi polemik sudah terjawab dan tidak perlu diperdebatkan lagi.
Polemik tata negara Jokowi
Jokowi ketika akan mencalonkan diri sebagai calon
presiden juga terganjal dalam hal aturan mengingat masih menjabat sebagai
Gubernur DKI Jakarta. Pilihannya ada 2 yaitu mengundurkan diri atau berhenti
sementara dengan mengambil izin cuti. Pada proses selanjutnya ternyata pilihannya
adalah berhenti sementara dengan mengambil izin cuti. Izin cuti ini diberikan
kepada presiden. Sewajarnya juga harus ada Keppres atau Perpres sebagai
legalitas formalnya. Dalam Pasal 29 (1) UU No. 32 Tahun 2004 jo UU No. 12 Tahun
2008 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa “Kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah berhenti karena : a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan”. Pada tafsir ini menurut saya Jokowi mengambil
“diberhentikan” dengan atas persetujuan dari presiden. Kepala daerah sebagai
wakil dari pemerintah pusat di daerah ( pasal 37 UU No. 32 Tahun 2004 jo UU No.
12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah). Plt atau Pjs sebagai pejabat ad interim untuk sementara dipegang oleh
wakilnya Ahok. Dengan demikian dalam tahap pencalonan Jokowi tidak ada masalah
hukum yang diperdebatkan lagi. Semua telah melalui mekanisme dan prosedur dalam
ketata negaraan.
Analisis debat capres dan cawapres
sebagai parameter kualitas R1-7
1.
Debat
dengan tema “pembangunan demokrasi, pemerintahan yang bersih dan kepastian
hukum”, tanggal 9 Juni 2014.
Pada
tahapan debat ini menghadirkan para kandidat capres dan cawapres. Pada debat
ini dibagi dalam 6 sesi baik penyampaian visi dan misi, penajaman visi dan
misi, pertanyaan dari moderator dan saling tanya tanya jawab antar para
kandidat. Pada debat ini saya akan lebih cenderung memberikan pendapat terkait
substansi dan korelasinya dengan tema yang diberikan. Konsep demokrasi dari
kedua pasangan masih seperti dengan gaya dan karakter kepemimpinan yang
dimilikinya. Pasangan Prabowo-Hatta lebih bersifat normatif, sedangkan pasangan
Jokowi-Kalla bersifat empiris berdasarkan hasil kerja nyata dari pengalaman
pemerintahan dri Jokowi selama menjabat jadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta.
Hal
yang menarik di awal pertanyaan dari moderator adalah pasangan Prabowo-Hatta
diberikan pertanyaan yang lebih pada reformasi. Pasangan ini diberikan
pertanyaan tentang upaya pemberantasan korupsi dan solusinya. Pasangan ini
memberikan jawaban yang menurut saya berani menantang publik terkait isu
sensitif dalam pemberantasan korupsi. Apalagi sudah berani memberikan wacana
terkait adanya kebocoran keuangan negara baik ditingkat pusat dan daerah
melalui APBN dan APBD. Penambahan penyidik
dari KPK juga diwacakan oleh pasangan ini. Disisi lain pasangan
Jokowi-Kalla diberikan pertanyaan yang ada kaitannya dengan era pemerintahan
orde baru tentang konsep negara dalam jangka pendek dan pajangnya. Jawabannya
pun masih masih normatif belum memberikan hal kongkrit. Logika pembalikan dari
adu argumen ini adalah menurut saya akan memberikan wacana baru ditengah isu
yang masih memberikan dikotomi terhadap orde baru dan reformasi.
Pada
pertanyaan selanjutnya lebih pada konsep demokrasi dan dukungan partai politik
di parlemen. Hal ini juga dikenal dengan konsep legislatif heavy dan eksekutif
heavy. Hal ini dipertanyakan menurut saya akan relevan karena gerbong koalisi
yang dibangun oleh masing-masing ada plus minusnya masing-masing. Dalam
jawabannya yang diberikan dua kandidat menurut saya belum mampu memberikan
jawaban kongkrit terhadap masalah hukum tata negara tersebut. Padahal dalam
Pasal 5 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 disebutkan konsep eksekutif heavy. Disisi lain Pasal 20 ayat (1) disebutkan konsep legislatif heavy. Substansi dari
pertanyaannya adalah pada aturan tersebut karena baik pasangan siapa pun yang
terpilih pasti akan terkendala dan tersandra dengan masalah tersebut.
Ketika
diberikan pertanyaan tentang konsep Bhineka Tunggal Ika pasangan Prabowo-Hatta
menurut saya memiliki grand design lebih jelas dan kongkit berdasarkan
penjabaran tujuan negara dan konsep kebangsaan yang terdapat pada alenia IV UUD
NRI Tahun 1945. Berbeda dari pasangan Jokowi-Kalla belum dijawab pada substansi
pertanyaannya. Justru lebih dijawab dengan fakta kongkrit bukan konseptualnya.
Pada sesi tanya jawab kedua pasangan pasangan Prabowo-Hatta
lebih cenderung memberikan wacana terhadap pemilukada secara langsung dan
pemekaran wilayah. Dalam konteks ketata negaraan kedua pasangan menurut saya
pertanyaan dan jawbannya masih bersifat absurd dan belum memberikan deskripsi
yang jelas. Pada sesi tanya jawab selanjutnya isu pelanggaran HAM kembali
menjadi isu boomerang khususnya pada pasangan Prabowo-Hatta yang selama ini
dikenal bahwa Prabowo terindikasi memiliki rekam jejak terkait isu pelanggaran
HAM. Pada adu argument ini seharusnya Prabowo lebih memberikan uraian kongkrit
dan jelas bahwa jejaring peristiwa 1998 yang pasti banyak melibatkan para
petinggi TNI agar lebih terungkap.
Kesimpulan:
Pada fase ini 1-0 buat kemenangan
pasangan Jokowi-Kalla
2.
Debat
dengan tema “pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial”, tanggal 15 Juni
2014.
Pada debat ini hanya menghadirkan para
calon presiden. Tidak jauh beda dengan debat sebelumnya terdiri dari 6 sesi.
Pada penyampaian yang telah diberikan Prabowo lebih menekankan “ekonomi
kerakyatan” dan Jokowi lebih menekankan pada “ekonomi berdikari”. Kedua konsep
ini menurut saya telah dijabarkan pada
visi dan misi yang telah diberikan pada KPU. Walaupun dalam debat tersebut
hanya dijabarkan secara umum. Pada visi dan misi keduanya Prabowo lebih
memperkuat dengan sistem MP3EI. Sedangkan Jokowi lebih pada praktek dengan
konsep besarnya yaitu “jalan perubahan untuk Indonesia yang berdaulat, mandiri
dan berkepribadian”.
Pada tahap memperkuat visi misinya
keduanya sama-sama berorasi meyakinkan masyarakat terkait sistem ekonomi dalam
memajukan kesejahteraan sosial. Prabowo lebih dengan pendekatan dengan adanya
kebocoran keuangan negara sebagai titik masalah yang melanda ekonomi Indonesia.
Disisi lain dengan gaya kepemimpinannya Jokowi lebih memberikan contoh terkait
program nyatanya berupa “Kartu Indonesia Pintar” dan “Kartu Indonesia Sehat”.
Pada tahap adu argument berkenaan dengan pengentasan kemisikinan dan
penanggulangan ketenagakerjaan keduanya berusaha meyakinkan masyarakat. Prabowo
lebih pada grand design kebangsaan yang telah dijadikan visi dan misinya sejak
awal. Sektor pertanian yang ada di desa-desa akan menjadi titik sentral dalam
mengembangkan tingkat kesejahteraan masyarakat kecil dan dalam menyerap
ketenagakerjaan. Pada sesi ini Jokowi menurut saya masih terkungkung dengan
adanya 2 kartu tersebut dianggap akan mampu menanggulangi kemiskinan dan dapat
meningkatkan harkat dan derajat masyarakat. Jawabannya pun belum mengarah pada substansi pertanyaan dan belum
memberikan solusi yang nyata. Apalagi dirasa dengan konsep “revolusi mental”
akan dapat menjawab persoalan bangsa. Konsep revolusi mental ini menurut saya
terobosan dalam menganggulangi krisis multi dimensi dalam menanggulangi
degradasi moralitas. Akan tetapi masih sekedar wacana dan konsep yang diberikan
masih belum jelas baik substansi dan metodologinya.
Pada fase tanya jawab menurut saya
keduanya tidak menguasai apa yang ditanyakan dan apa yang menjadi pertanyaan.
Konsep DAU,DAK dan TPID hanya space nya kecil dan bukan seorang kapasatis
pertanyaan seorang presiden apalagi dalam menyelasaikan persoalan bangsa.
Pertanyaan tersebut masih sebatas dalam tata pemerintahan daerah masih terlalu
sederhana untuk diperdebatkan. Hal ini konsep DAU dan DAK khususnya sudah
diatur dengan jelas baik aturan atau pun mekanismenya dalam UU No.32 Tahun 2004
jo UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah atau dalam UU No.33 Tahun
2004 tentang Hubungan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah. Selain itu perdebatan antara dana yang akan ditransfer ke
desa 1 M atau lebih hanya perdebatan logika tata negara dan peruntukannya pada
masyarakat.
Kesimpulan:
Pada fase ini 1-0 buat kemenangan
pasangan Prabowo-Hatta
3.
Debat
dengan tema “politik internasional dan ketahanan nasional”, tanggal 22 Juni
2014.
Pada debat ini masih tetap menggunakan
metode yang sama dibagi dalam 6 sesi. Debat ini masih tetap hanya menghadirkan
2 calon presiden tanpa melibatkan calon wakil presidennya. Pada tema ini ada
hal beda yang ditunjukan oleh Prabowo dan Jokowi. Prabowo yang berlatar
belakang dari militer tidak menonjolkan kecerdasan dan penguasaan terhadap tema
yang diberikan justru ketika Jokowi ada ide ia dukungan karena akan memberikan
kemanfaatan terhadap bangsa. Disisi lain Jokowi ingin menampilkan penguasaan
terhadap tema yang ada dengan menjelaskan detail terkait alat-alat TNI termasuk
pro kontra terhadap tank yang dibeli Indonesia dari luar negeri.
Pada penyampaian visi dan misi yang
disampaikan Prabowo lebih menekankan ketahanan nasional adalah kemakmuran
rakyat dan rakyat bebas dari kemiskinan. Ekonomi kerakyatan dianggap akan mampu
memberikan ketahanan nasional. Terkait dengan politik internasional lebih
menekankan pada pertahanan wilayah NKRI agar tetap berdaulat dan tidak ada
wilayah yang akan diambil dari Indonesia. Jokowi lebih menekankan politik
internasional yang bebas aktif dengan banyak diadakan jalan diplomasi. Selain
itu wujud kongkritnya adalah dengan memberikan jaminan dan dukungan terhadap
kemerdekaan Palestina. Ketahanan nasional ditekankan pada kesejahteraan
prajurit dan penambahan sarana dan prasarana TNI.
Pada sesi 2 menurut saya ada hal yang
berbeda karena moderator seolah-olah bertindak sebagai panelis dalam penajaman
visi dan misi dari masing-masing calon presiden. Hal ini dapat dilihat dari
wacana dan pertanyaan yang diberikan tidak menunjukan pertanyaan yang telah
disediakan oleh KPU dan moderator hanya membacakan saja. Hal ini disebabkan
karena pertanyaannya langsung mengarah pada visi dan misi yang baru saja
diberikan. Pemanfaatan dan perlindungan SDA dalam ketahanan nasional serta
terkait modernisasi alutsista. Menjadi titik fokus dalam kajian moderator.
Prabowo tetap menggunakan kemakmuran rakyat dengan pemanfaatan SDA sebagai
titik mula terjadinya ketahanan nasional. Analogi dari Pasal 33 UUD NRI Tahun
1945 digunakan sebagai pisau analisisnya. Disini terlihat dengan tata kelola
kebangsaan dan ekonomi kerakyatan yang digunakan lebih konsisten dan memberikan
dampak kongkrit terhadap masyarakat. Pada modernisasi Prabowo belum begitu
memberikan rincian terkait mekanismenya. Jokowi lebih menekankan pada pencegahan
adanya ilegal logging dan ilegal fishing sebagai upaya dalam
memenfaatkan SDA. Dalam kaitannya dengan adanya alutsista akan digunakan dengan
metode cyber. Pada sesi 3 kedua calon
presiden menurut saya belum banyak memberikan ulasan detail terkait pertanyaan
oleh moderator terkait upaya hubungan bilateral dan penguatan diplomasi agar
hubungan kedua negara dan militernya dapat berjalan dengan baik. Selain itu
wacana perlindungan TKI di luar negeri dan peranan di ASEAN juga menjadi titik
fokus dalam menggali grand design
yang ingin disampaikan oleh masing-masing calon presiden. Pada fase ini Prabowo
lebih unggul karena pengalamannya selama jadi militer dan peranannya di ASEAN.
Terkait perlindungan TKI juga lebih unggul karena sering melakukan upaya
pembelaan TKI di luar negeri dengan para tim nya. Akan tetapi Jokowi dalam fase
ini juga memberikan ide bagus yang juga di dukung oleh Prabowo terkait
mekanisme seleksi TKI sebelum dikirim keluar negeri.
Pada sesi 4 dan 5 kedua calon presiden
saling memberikan pertanyaan dan memberikan sanggahan atas jawaban yang
diberikan. Hal menarik pada sesi ini adalah ternyata kedua kubu masih
mengharapkan dukungan dari Partai Demokrat dengan komando dari SBY. Hal itu
secara tidak langsung tersirat dari pertanyaan Jokowi yang seolah-olah akan
mengkonfrontir atas kebijakan SBY dengan memberikan pertanyaan pada Prabowo
terkait politik luar negeri yang harus dirubah dari SBY?dan dibenturkan dengan
ketegangan antara Australia dan Indonesia selama ini. Pertanyaan ini ada unsur
jebakan terhadap Prabowo karena yang notabenya telah banyak mendapat dukungan
dari kader Partai Demokrat agar dapat berubah ke kubu Jokowi jika jawabannya
akan menjatuhkan pemerintahan SBY. Kubu Partai Demokrat memang telah pecah
mengingat sifat netral yang dihasilkan atas rapimnas terakhir. Jubir Partai
Demokrat dan kepercayaan SBY Ruhut Sitompul juga telah resmi memberikan
dukungan terhadap Jokowi selang beberapa hari fraksi yang ada di DPR juga telah
resmi memberikan dukungan pada Prabowo. Hal ini menurut saya Prabowo cerdas dan
tanggap dengan tegas atas kebijakan SBY sudah berjalan baik dan akan
melanjutkan kebijakan luar negeri yang belum dilaksanakan. Bahkan banyak memuji
pemerintahan SBY. Akan tetapi sedikit kritik juga diberikan dengan bungkusan
yang normatif karena demi perbaikan NKRI.
Pada perdebatan peranan WTO bagi
Indonesia keduanya belum begitu menguasai materi dan masih bersifat normatif.
Perdebatan yang mulai saling adu argumen adalah ketika dibenturkan saling
bertanya antara kekuatan militer di Indonesia dan tank leopard revolution modern yang baru dibeli dari Jerman. Makin
memenas lagi adalah ketika Prabowo melontarkan pertanyaan tentang konflik laut
China Selatan. Pada sesi ini lah Jokowi menunjukan kemahirannya soal militer
yang dianggap publik tidak dapat tegas dan menguasai tema. Akan tetapi argumen
tersebut telah dicederai sendiri dan publik pun dapat menilai ketika Jokowi
masih membawa catatan dan membaca ketika memberikan jawaban maupun tanggapan. Puncak
dari perdebatan ini adalah ketika Prabowo menanyakan terkait penjualan Indosat
di era pemerintahan Megawati. Jokowi pun memberikan ketegasan pada publik akan
membeli kembali jika terpilih jadi presiden. Rasionalisasi yang diberikan
alasan dijual adalah karena adanya dampak krisis tahun 1998.
Kesimpulan:
Pada fase ini 1-0 buat kemenangan
pasangan Prabowo-Hatta
Kesimpulan
akhir : Pada fase debat ini 2-1 buat kemenangan pasangan
Prabowo-Hatta. Pada 2 debat lainnya saya sudah tidak gunakan lagi sebagai indikator
kemenangan selain akan menghadirkan pola, gaya dan substansi yang sama juga
sudah terlihat penguasaan masalah kebangsaan dan solusi tawar yang akan
diberikan.
Polemik dan potensi krisis
konstitusi
Pada Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 (diderivatifkan juga
pada Pasal 159 ayat (1) UU No.42 Tahun 2008 tentang pemilu presiden dan wakil
presiden) agar resmi menjadi presiden dan wakil presiden adalah suara 50% lebih dari jumlah suara pemilu
dengan sedikitnya 20% disetiap provinsi yang tersebar dari ½ jumlah provinsi
di Indonesia. Tafsirnya adalah dapat
berupa fakultatif dan komulatif. Jika fakultatif maka jika ada pasangan dapat
suara lebih dari 50% maka sah menjadi pasangan presiden dan wakil presiden.
Jika tafsirnya adalah komulatif maka wajib ada semua. Pada fase komulatif pun
masih ada kerancuan jika mengacu kata “ 20% disetiap provinsi” artinya tanpa ada klausula lain
maka juga sah melegalkan pasangan. Atau tafsir lain adalah 20% nya harus lebih
dari 17 provinsi karena ada 33 provinsi (ingat juga sudah ada provinsi baru
sebagai provinsi ke-34 di Kalimantan, jika juga ikut ditafsirkan pada fase ini
maka dapat juga ada tafsir lain). Jika Mahkamah Konstitusi tidak segera
memberikan tafsir maka jangan sampai pasangan presiden dan wakil presiden
terpilih di uji materi Mahkamah Konstitusi dan mengabulkan maka gugur lah
pasangan tersebut (dapat berkaca dari PM Thailand baru saja dilengserkan dengan
putusan Mahkamah Konstitusi, walau beda kasus akan tetapi masih linear dalam
bingkai konstitusi).
Dengan adanya polemik tafsir konstistusi tersebut
tidak menutup kemungkinan pilpres akan dilaksanakan pada 2 putaran. Hal
terburuk adalah jika dalam 2 putaran tersebut tetap belum ada 50% lebih suara
nasional. Jika kita cermati dari dari aturan konstitusi tersebut hanya dikenal
dengan sistem pilpres dalam 2 putaran. Setelah 2 putaran dianggap telah
selesai. Andaikata lebih dari 2 putaran akan menimbulkan tafsir lagi?dan akan
lebih berpotensi terhadap adanya titik buntu konstitusi. Mari kita tunggu
tafsir Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir konstitusi di Indonesia.
Perang
dan validitas lembaga survey
Survey
ini merupakan hasil jajak pendapat yang diadakan oleh lembaga-lembaga baik di
tingkat nasional maupun lokal terlepas hasilnya dapat dipertanggung jawabkan
secara publik atau pun tidak, benar atau tidak dan tingkat kesalahannya seperti
apa. Penulis berpendapat bahwa dengan adanya hasil survey baik untuk prediksi perolehan suara partai politik maupun
calon presiden dan wakil presiden merupakan bentuk pola komunikasi politik
untuk meraih dukungan dari pihak-pihak tertentu dengan maksud-maksud tertentu
juga. Dalam kaitannya dengan hasil survey
ini Penulis mencoba memperkuat dengan teori sosial politik yang dikemukan oleh
Richard Fagen (Michael Rush dan Phillip Althoff, 2011:273-274) yang mengemukan
tentang konsepsi “pendapat umum”. Hal ini menunjukan dengan pendapat umum tidak
dibentuk dalam isolasi dan tidak hanya menjadi satu bagian terintegrasi dari
proses komunikasi politik saja. Akan tetapi juga dari proses-proses
sosialisasi, partisipasi dan rekrutmen. Bahkan di dalam suatu bagian dari
pendapat itu diketahui hanya dapat dipikirkan dalam kaitannya dengan
kelompok-kelompok saja. Kenyataan dalam praktek menunjukan adanya jumlah yang
tidak terbatas dari pendapat umum mengenai jajaran persoalan yang tiada
terbatas pula. Dalam pemaknaan dari substansi pendapat umum ada istilah
pengaturan masyarakat. Hal ini dimaksudkan kecil kemungkinannya jika
persetujuan sedemikian itu bisa berlaku bagi hal-hal yang mempengaruhi beberapa
individu (atau kelompok-kelompok individu) tertentu dan tidak mempengaruhi
individu atau kelompok individu lainnya atau mempengaruhi beberapa orang yang
kuat dari pada yang lainnya atau lagi mempengaruhi beberapa orang dengan cara
tertentu sedang yang lainnya dengan cara yang berbeda.
Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Robert
Lane dan David Sears bahwa pendapat umum itu akan memberikan pengarahan. Ini
berarti bahwa beberapa individu akan menyetujui satu sudut pandangan tertentu
sedangkan individu yang lain menentangnya. Orang mungkin merasa tidak pasti
untuk menyatakan pendapatnya dengan cara lain. Pengarahan merupakan ciri pokok
dari suatu pendapat karena hal itu mengindikasikan bentuk dasarnya. Ada dua
parameter yang menunjukan bentuk dari pengarahan tersebut. Pertama, intensitas dengan mana pendapat itu dilontarkan bila
seseorang menganut suatu pendapat yang sangat kuat. Kedua, masalah atau problem erat hubungannya dengan intensitas,
akan tetapi juga berkaitan dengan berbagai pendapat yang mungkin dianut oleh
seseorang. Hal ini dianggap lebih penting daripada yang lainnya dan mungkin
saja terjadi penonjolan pembicaraan pada suatu pendapat tertentu.
Berkaitan dengan pemaknaan survey tersebut maka menurut saya berapa pun hasil survey belum dapat dijadikan ukuran
kemenangan, karena mengingat swing voters
masih lebih dari 40%. Belum lagi ditambah dengan para pemilih pemula yang belum
masuk DPT sebagai objek survey.
Sebagai contoh Hasil LSI akhir tahun 2012 selisih antara Prabowo dan Jokowi ada
17%. Berubah lagi hasil dari hasil LSI pada tanggal 9 Mei 2014 hanya 8%
yaitu Prabowo 27% dan Jokowi 35 %.
Berbeda juga dengan hasil Pusat Kajian
Labijakan dan Pembangunan Strategis yang dirilis pada tanggal 24 Mei 2014 yaitu
Prabowo 40% dan Jokowi 43%. Berbeda juga dari hasil Pusat Data Bersatu yang
telah dirilis pada 6 sampai 11 Juni 2014 Prabowo-Hatta sebesar 31,8% sedangkan
Jokowi-Kalla sebesar 29,9%. Fakta ini menunjukan dengan metode dan cara yang
dilakukan oleh lembaga survey berbeda
dan hasilnya pun tidak akan sama. Hasil survey LSN kebanyakan lebih
mengunggulkan pasangan Prabowo-Hatta sedangkan Kompas ada kecenderungan pada
pasangan Jokowi-Kalla.
Swing voters merupakan basis
massa atau para pemilih yang berada diluar struktur partai politik,tim relawan
dan simpatisan dari partai maupun dari masing-masing figur capres dan cawapres.
Angka golput dari hasil pileg,pemilih pemula (bertambah dewasa karena telah
berumur 17 tahun), dan para lansia yang juga masuk DPT akan menjadi penentuk
kemanangan masing-masing pasangan. Dengan demikian suvey yang ada sekarang
parameternya juga bervariasi dan berbeda-beda, sehingga menurut saya belum
dapat dijadikan sebagai batu uji siapa yang pantas dan berhasil menang dalam
pilpres. Politik bersifat dinamis tiap saat berubah apalagi tipe pemilih yang
juga tidak dapat dijamin konsistensinya dalam menentukan pilihan.
Alasan Tata Negara Prabowo-Hatta
sedikit lebih baik
Sifat terbuka dari ideologi sistem politik demokrasi
memungkinkan dan bahkan menghendaki komunikasi politik mengembangkan dialog
yang wajar dan sehat dan arah timbal balik secara vertikal maupun horizontal
(Alfian, 1993: 13). Komunikasi politik yang terjadi sekarang kecenderungan pada
fase konsolidasi demokrasi. Hal tersebut ditandai dengan beberpa ketakutan dan
kekhawatiran terhadap kegoncangan tata negara dan politik pasca terjadinya
reformasi. Ketakutan dari negara luar negeri adalah jika Prabowo jadi presiden
(dapat dilihat dari berita-berita yang ada) artinya kewibawaan Indonesia sudah
dijadikan parameter dunia internasional karena memang Indonesia adalah bagian
dari dunia (alenia IV UUD NRI tahun 1945). Visi dan Misi Prabowo-Hatta lebih
dekat dan dapat menanggulangi permasalahan ini bangsa baik secara nasional dan
internasional. Visi dan misinya lebih jelas dan kongkrit. Apalagi telah
didukung jauh hari dengan 6 aksi program Partai Gerindra. Hal ini telah
mengindikasikan bahwa jauh hari telah ada solusi tawar terhadap permasalahan
bangsa. Ketakuatan jika terpilih sebagai presiden adalah kembalinya rezim otoriter
orde baru. Hal ini adalah ketakutan yang berlebihan. Dengan pasangan Hatta
Rajasa sebagai wakilnya dengan dukungan partai koalisi yang ada justru akan
memperkuat Prabowo. Tidak mengembalikan orde baru, akan tetapi membersihkan
praktek orde baru dengan kelebihan era reformasi akan digabung dan diramu
menjadi satu. Dapat dibedakan waktu rezim orde baru dwi fungsi ABRI masih
bersatu (TNI-POLRI), utusan daerah, dan suara Partai Golkar logis dapat
dikatakan rezim otoriter karena eksekutif (presiden) mengatakan “A” maka “A”
tersebut bakal terjadi. Semua suara di DPR akan mendukung. Sekarang pasca
amademen konstitusi khususnya Pasal 5 dan 20A UUD NRI Tahun 1945 kekuatan
legislatif dan eksekutif adalah sama. Tidak dapat saling menjatuhkan dan
mendominasi. Jadi jika beranggapan bahwa rezim orde baru akan kembali, maka itu
hanyalah asumsi dan a priori belaka.
Hasil perolehan kursi yang lolos parliementary threshold 3,5% (Pasal 208
UU No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR,DPD, dan DPRD) adalah 10 partai yaitu
sebagai berikut: PDIP ada 109 kursi, Golkar ada 91 kursi, Gerindra ada 73
kursi, Demokrat ada 61 kursi, PAN ada 49 kursi, PKB ada 47 kursi, PKS ada 40
kursi, PPP ada 39 kursi, Nasdem ada 35 kursi, dan Hanura ada 16 kursi. Jumlah
total yang sudah dapat dipastikan perang koalisi adalah sebagai berikut:
1. Prabowo-Hatta
dengan gerbong dari Gerindra, PPP,PAN,PKS,Golkar dan PBB (tidak lolos PT 3,5%,
sehingga tidak dapat kursi di DPR) = 73+39+49+40+91= 292.
2. Jokowi-Kalla
dengan gerbong dari PDIP,Nasdem,PKB,dan Hanura = 109+35+47+16 = 207.
Misalkan saja Partai Demokrat merapat pada pasangan
Prabowo-Hatta (90% jelas iya dan dapat dilihat dari tulisan saya sebelumnya)
jadinya = 292+61 = 353. Hasilnya 207+ 353 adalah 560 sesuai dengan jumlah kursi
yang ditentukan di DPR dan diperebutkan di 77 dapil se-Indonesia.
Melihat kondisi ini maka dogma eksekutif heavy dan legislatif
heavy (Erman Rajagukguk, 2009: 47) menurut saya akan memberikan peranan
dalam parlemen. Pasal 5 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 telah memberikan legitimasi
terhadap presiden dalam membuat undang-undang dan kebijakan lainnya. Hal ini
juga harus didukung dengan suara legislatif (Pasal 20A ayat (1) UUD NRI Tahun
1945). Pertanyaannya adalah apakah akan senasib dengan SBY dengan konsep
Sekretatis Gabungan (Setgab) dan saling sandra antar partai?. Melihat realitas
dan gaya kepemimpinannya dari pasangan tersebut akan terhindar dari politik
saling sandra. Apalagi dengan konsep terobosan tata negara dengan adanya “menteri
utama” (terlepas perdebatan yang ada dari Pasal 17 UUD NRI Tahun 1945) manurut
saya akan mampu memberikan hal beda dalam pemerintahan. Pasal 20A ayat (2) UUD
NRI Tahun 1945 adanya hak dari DPR
berupa hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Hal ini
jelas jika mayoritas suara di DPR tidak dominan akan menimbulkan kegoncangan
pemerintahan.
Bukti historis dalam tata negara ketika suara
minoritas dan terjadi perdebatan dengan mayoritas suara di DPR. Zaman Gus Dur
terkait “hak interpelasi” adanya pembubaran Pembubaran departemen sosial dan
departemen penerangan (18 November
1999). Usulan dari semua fraksi kecuali PKB dan diterima. Zaman Megawati
lepasnya pulau sipadan ligitan (24 Juni 2003) usulan semua fraksi kecuali PDIP
dan diterima. Zaman SBY dukungan pemerintah atas resolusi PBB ttg isu nuklir
Iran (5 Juni 2007) usulan dari Partai Demokrat ada 280 orang dan diterima.
Kaitannya dengan “hak angket” di zaman Gus Dur adanya dana bulog dan sultan
Brunei Buloggate dan Bruneigate (28 Agustus 2000). Usulan dari semua fraksi
kecuali PKB dan PDKB. Zaman Megawati yaitu Divestasi PT Indosat (Januari 2003).
Ususlan dari PBR,PKB,PDU 137 orang. Zaman SBY adanya penjualan tanker pertamina
(7 Juni 2005) dan usulan dari semua fraksi dan diterima. Pengelolaan blok cepu
(30 Mei 2006) yang mengancam nasional Indonesia. Hal kongkrit ini banyak
membuat kerugian terhadap negara?Akankah terulang lagi dan kita mau melihat
saja keadaan tersebut?
Hal tersebut telah terjawab oleh pasangan
Prabowo-Hatta yang memiliki suara mayoritas di DPR agar tetap solid dan
meminimalisir terjadinya konflik. Kebijakan dari pemerintah jika tidak dapat
mendapat dukungan mayoritas suara DPR akan mengalami deadlock dan chaos. Pada
pasangan ini kedua lembaga menadapat dukungan penuh dalam mengamankan kebijakan
yang akan diambil oleh pemerintah. Jalannya pemerintah akan relatif berjalan
stabil.
Hal menarik perlu saya analisis adalah Pasal 4 ayat
(2) UUD NRI Tahun 1945 terkait legalitas adanya wakil presiden sebagai pembantu
presiden dalam menjalankan kewajibannya. Klausula nya adalah “dibantu” jadi
wakil presiden hanya akan menjalankan kewajibannya jika sudah dapat mandat dari
presiden. Kinerja antara keduanya akan memberikan dampak baik dan buruknya pada
kestabilan pemerintah. Bagaimana dengan pasangan Jokowi-Kalla? Sudah banyak
diketahui Jusuf Kall adalah pemimpin yang tegas, cepat bertindak dan eksekutor.
Banyak kerja nyata yang telah diberikannya salah satuny adalah pengadaan gas
LPG bagi masyarakat luas. Hal tersebut baik dan memang telah terbukti selama
mendampingi SBY periode 2004-2009 mereka saling menutupi kekurangannya. Akan
tetapi beda pasangan tentu juga akan beda impikasinya?Jokowi sendiri adalah
satu tipe dengan Jusuf Kalla tipe eksekutor dan lapangan. Lalu bagaimana jika
dalam pemerintahnnya hal tersebut akan terjadi dan saling mendominasi dan tidak
mau ada yang ngalah?mengingat Jusuf Kalla sudah cerdas dalam mengambil celah
sekecil apa pun dalam pemerintahan maka Jokowi akan banyak kecolongan kebijakan
yang diambil alih dan pastinya akan tumpang tindih. Hal ini akan berdampak pada
kebijakan secara nasional. Dengan demikian kestabilan pemerintah akan sulit
terealisasi.
Lalu bagaimana dengan pasangan Prabowo-Hatta?.
Prabowo dengan visi dan misi serta grand
design kebangsaan yang luas dengan diderivatifkan dari alenia IV UUD NRI
Tahun 1945 sebagai tujuan negara yang meliputi semua aspek kehidupan baik
politik, ekosbud, dan hankam akan memberikan konsep yang jelas negara ini akan
dibawa kemana?. Kongkritnya adalah dapat dilihat dari penyampaian visi dan misi
ketika kampanye maupun debat berlangsung. Konsep kebangsaan yang besar tersebut
akan diimbangi oleh pengalaman dalam bidang ekonomi khususnya oleh pasagannya
Hatta Rajasa. Dengan demikian dogma “ekonomi kerakyatan” akan lebih dapat
terealisasi dan jelas implikasinya. Dibawah ini adalah sebagian kecil kelebihan
pasangan Prabowo-Hatta dalam berbagai bidang yaitu sebagai berikut:
Dalam
bidang politik
Tujuan bernegara adalah dalam pembukaan alenia IV
UUD NRI Tahun 1945 sebagai konsep kebangsaan. Prinsip demokrasi pasangan
Prabowo-Hatta lebih jelas dan kongkrit grand
design yang ditawarkan dalam mengatasi permasalahan bangsa. Visi dan misi
kebangsaannya pun lebih tersistematis. Hal ini dapat dicermati dari visi dan
misi yang ditawarkan. Selain itu juga dijabarkan dalam debat capres dan
cawapres I. Dengan didukung mayoritas partai politik akan dapat meningkatkan
keseimbangan di parlemen, sehingga antara Pasal 5 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
atas dominasi presiden dapat seimbang dengan Pasal 20 ayat (1) UUD NRI Tahun
1945 atas dominasi DPR.
Dalam
bidang Ekonomi
Dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 terkait dengan
ekonomi telah dikonsepkan dalam “ekonomi kerakyatan”. Substansi aturan tersebut
bahwa pemerintah dapat sebagai “aktor dan regulator”. Konsep nasionalisasi
asset dan telaah ulang renegoisasi atas perusahaan asing yang ada di Indonesia
merupakan terbosan besar dalam merubah tata kelola perekonomian masyarakat.
Keberanian ini terkadang mendapat pertentangan dari luar negeri yang akan
menanamkan investasinya. Akan tetapi dengan visi dan misinya kepentingan perekonomian
nasional tetap menjadi skala prioritas.
Dalam
sosial, budaya dan pendidikan
Dalam Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945
disebutkan jaminan adanya agar warga negara berhak adanya penghidupan yang
layak dan pekerjaan. Hal ini telah dijamin dengan salah satunya penandatanganan
kontrak politik dan komitmen dengan para buruh di GBK tentang penghapusan
pekerja kontrak. Pasal 31 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 disebutkan dana
pendidikan minimal 20% dianggarkan dari APBN dan APBD. Hal ini telah dijabarkan
dalam visi dan misi wajib belajar 12 tahun dengan biaya negara, tunjangan
serftifikasi guru, mengadakan alokasi Dana Perbaikan Kualitas Fasilitas
Pendidikan 150 juta per sekolah. Selain itu alokasi dana 20 T selama periode
2014-2019.
Dalam
bidang hukum
Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 disebutkan
bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam kaitannya ini dari awal
pencalonan telah berani mewacakan dalam upaya penegakan hukum khususnya dalam
pemberantasan korupsi. Padahal isu korupsi masih sensitif untuk diperdebatkan
karena ada beberapa mitra koalisi yang terindikasi tersangkut kasus korupsi.
Akan tetapi dengan sudah ada etikad baik dalam upaya pemberantasan korupsi.
Apalagi jika dikaitkan dengan adanya koboconran keuangan negara dan upaya
menutupinya. Hal ini menurut saya logis dan demikian adanya. Hal ini telah jauh
hari terkait bahanya korupsi keuangan baik dari APBN dan APBD telah saya kupas
dalam buku perdana saya yang berjudul “Otonomi Daerah vs Gurita Korupsi APBD di
Indonesia”, setebal 250 halaman. Terbit pada Juli 2013 dari Total Media
Yogyakarta. Selain terkait kebocoran keuangan kinerja KPK dengan penambahan
para penyidiknya yang masih terbatas juga menjadi titik fokus dalam upaya
pemberantasan korupsi.
Dalam kajian selanjutnya saya mencoba membenturkan
dengan teori sibernetika dari Talcot
Parson. Dalam sibernetika dikatakan
bahwa berbagai sub sistem dalam masyarakat yaitu politik, ekonomi, sosial dan
kultur terikat menjadi satu dalam pola pengaturan sendiri secara otomatis
(Satjipto Rahardjo,2009:73). Hal ini akan saling memberikan pengaruh dan antara
yang satu dengan yang lain tidak dapat dispisahkan. Dengan demikian jika semua
bidang dapat berjalan seimbang akan menghasilkan out put dogma kesesimbangan dalam sistem ketatanegaraan.
Penutup
Dengan berbagai pertimbangan, analisis baik secara
tata negara dan politik serta demi kemajuan NKRI buat 5 tahun kedepan (karena
semua kandidat adalah putra terbaik bangsa ini), maka menurut saya kemenangan
pasangan Prabowo-Hatta sekitar 53% dan
Pasangan Jokowi-Kalla sebesar 47%. Dengan
demikian yang lebih baik untuk menempati sebagai R1-7 adalah Prabowo Subianto.
Demikianlah uraian dan prediksi saya terkait pilpres
tahun 2014. Bersamaan ini pula sebagai sikap politik sebagai warga negara dalam
menggunakan hak pilih saya yang telah dijamin dalam konstitusi (selama ini
banyak pihak yang tanya kepada saya akan menentukan pilihan ke pasangan mana?. Menentukan pilihan bukan berarti “iya milih
dan pokok e”, akan tetapi butuh kajian baik secara teoretis maupun praktis
kondisi lapangan seperti apa? (telah diuji dengan rekan-rekan di berbagai
daerah dan survey yang dilakukan dan
di uji coba dengan dengan visi dan misi masing-masing capres dan cawapres) agar
mendapatkan jawaban yang logis dan rasional dalam kepemimpinan nasional dan
kemajuan NKRI. Tafsir 4 kali dan sedikit tulisan saya ini menurut saya
lebih dari cukup buat menggambarkan siapa yang pantas sebagai R1-7. Jauh hari
telah saya gambarkan secara umum kondisi NKRI baik dalam konteks tata negara
dan politik lewat buku karangan ke-2 saya yang telah terbit jauh hari sebelum
pileg tanggal 9 April tahun 2014 dimulai. Tepatnya pada tanggal 2 April 2014
buku saya launching. Judul buku tersebut adalah “Gejolak Politik Hukum Vs
Dilematika Tata Negara Indonesia (Menuju 2014)”. Tebal 214. Terbitan dari
Liberty Yogyakarta).
Berbeda
pilihan bukan berarti berbeda tujuan dalam mengawal NKRI ini. Kita memiliki
latar belakang keilmuan dan kapasitas masing-masing. Silahkan menentukan
pilihan yang terbaik. Jika apa yang saya katakan benar dan sesuai dengan
rekan-rekan semua maka sudah selayaknya dengan kapasitas masing-masing agar
memberikan suara pada pasangan Prabowo-Hatta demi NKRI fase 5 tahun kedepan.
Akan tetapi jika sebaliknya jika apa yang saya katakan belum sepaham
dengan rekan-rekan semua, maka beda
bukan berarti tidak akan saling berdiskusi dan selalu memberikan kritikan dan
masukan dalam mengawal NKRI ini. Ibarat menaburi garam dalam lautan hanya
sebatas ini lah keilmuan saya. Ibarat menyelami lautan hanya sedangkal ini lah
keilmuan saya. Ibarat bagian terkecil dari bintang yang ada di langit saya
hanya bagian terkecil dari keilmuan ini. Maka dengan hati terbuka untuk selalu
saling memberikan transfer ilmu dan tukar pendapat itu adalah jalan dan cara
terkecil agar kita saling mengingatkan sebagai sahabat dan saudara seperjuangan
bahwa sebesar ilmu kita tidak ada artinya dengan ilmu Allah SWT yang tidak
terbatas dan tidak terlukiskan kata-kata maupun dijangkau oleh logika.
Sebagai
bentuk tanggung jawab terkecil kita terhadap NKRI tercinta ini, maka gunakanlah
hak pilih rekan-rekan semua. Jangan golput. Golput bukan solusi. Jika kondisi
bangsa ini masih seperti ini, kenapa kita tidak ikut andil dengan hal terkecil
dalam menggunakan hak pilih kita?.Bukan kah kita makan dan mancari penghidupan
di negeri ini? Kenapa tidak memberikan sumbangsih dengan partisipasi ikut dalam
pilpres mendatang?Jika kita merasa putra dan putri yang hidup di Indonesia, maka
sudah sepatutnya kita gunakan hak konstitutional sebagai warga negara pada
tanggal 9 Juli 2014 mendatang. Selamat menentukan pilihan.
Akhir
kata mari bersama-sama dengan kapasitas masing-masing membangunkan Indonesia.
Bersama-sama berbuat, bermanfaat,buat umat, bangsa, dan negara.
No comments:
Post a Comment