Breaking News

26 June 2014

KOALISI PATRIOTIS (PRABOWO-HATTA = 53%) VS KOALISI NASIONALIS (JOKOWI-KALLA = 47%): LEBIH BAIK R1-7 = PRABOWO SUBIANTO


Akan lebih baik jika dalam memahami tulisan ini diawali dari referensi bacaan dari buku ke-2 karangan saya dengan judul “Gejolak Politik Hukum Vs Dilematika Tata Negara Indonesia (Menuju 2014)”. Tebal 214. Terbitan dari Liberty Yogyakarta dan launching pada tanggal 2 April 2014. Bagi yang sudah dapat silahkan dibaca baik-baik. Selain itu dapat dilihat 2 jenis artikel sebagai tafsir tambahan dari buku tersebut karena mengikuti dinamika yang ada. Dua (2) jenis artikel tulisan saya dapat dilihat dalam http://sayfudin27071992.blogspot.com atau ketik di google “koalisi patriotis”. Dengan melihat semua keseluruhan substansi dan dogmanya maka pemahamannya tidak akan terputus-putus koherensi dan satu kesatuan. Ini merupakan tulisan ke-3 dan ke-4 saya dan merupakan kelanjutan dari sebelumnya.

 
Dalam mengawali tulisan ini maka saya gunakan teori policy blind coalitions theory dari Lijphart (Maswadi Rauf dkk, 2009:257) substansi koalisi ini tidak didasarkan atas pertimbangan kebijakan, tetapi untuk memaksimalkan kekuasaan (office seeking). Menekankan prinsip ukuran atau jumlah kursi. Loyalitas peserta koalisi sulit terjamin. Sulit diprediksi karena jumlah partai sangat beragam. Pada pilpres tanggal 9  juli 2014 terbentuk 2 pasangan koalisi yang akan memperebutkan kekuasaan sebagai presiden (Pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945). Akankah “koalisi patriotis” (atau sebutan lain yang terpublik adalah koalisi “Merah Putih”) dapat mengalahkan “koalisi nasionalis” (atau sebutan lain yang terpublik adalah koalisi “Indonesia Hebat”)?ataukah koalisi kecil dapat menang melawan koalisi yang lebih besar. Hal ini dapat dipengaruhi beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1.      Penokohan dan figur dari masing-masing pasangan;
2.      Visi dan misi yang dipropagandakan;
3.      Loyalitas dan militansi mitra koalisi dalam memenangkan pasangan yang didukung;
4.      Mesin kerja dari masing-masing partai politik dengan basis massanya masing-masing; dan
5.      Swing voters dari rakyat.
Tanpa ada maksud harus mendikotomi kalangan militer dan sipil saya menempatkan para calon presiden baik Prabowo dan Jokowi sebagai 2 warga negara terbaik bangsa dan paling berani dari 250 juta rakyat Indonesia. Mereka beda bukan berarti tidak berkawan. Beda baju dan kendaraan bukan berarti tidak sama tujuannya. Tujuannya adalah sama demi kemajuan Indonesia. Birokrasi mereka berbeda tentunya juga melahirkan gaya kepeimpinan yang beda juga. Jika ada pertanyaan apa prestasi Prabowo di bidang pemerintahan beraninya mencalonkan diri?itu sama artinya dengan pertanyaan apa prestasinya Jokowi dalam bidang militer?. Hal ini menjadi tolak ukur yang berbeda. Nilainya pun akan berbeda juga. Apabila jawabannya dipaksakan tidak akan pernah menemukan titik temu. Biarlah mereka akan membuktikan kepemimpinannya apakah pantas buat memimpin Indonesia. Salah satu pembuktiannya adalah ketika kampanye terbuka dari tanggal 4 Juni-5 Juli 2014. Rakyat akan menilai. Setelah sebelumnya mendapatkan nomor urut pada pengundian pada tanggal 1 Juni 2014. Pasangan Prabowo-Hatta No.1 dan Pasangan Jokowi-Kalla No.2. Debat capres dan cawapres juga akan menjadi batu uji tentang figur kepemimpinannya. Debat akan dilaksanakan sebanyak 5 kali yaitu tanggal 9 Juni 2014 (debat capres dan cawapres),15 Juni 2014 (debat capres), 22 Juni 2014 (debat capres), 29 Juni 2014 (debat cawapres) dan terakhir adalah 5 Juli 2014 (debat capres dan cawapres).
Prabowo dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan berwibawa serta pandai berorasi. Ditakuti mafia dari dunia internasional. Apalagi tahun 2015 akan memasuki pasar bebas. Amerika Serikat pun mengalami ketakutan jika Prabowo menjadi presiden. Sekarang Indonesia menjadi sorotan dunia. Indonesia akan makin dipandang dan disegani. Kedaualatan akan terjaga dengan latar belakang kepemimpinan yang telah dimiliki. Apalagi salah satu visi dan misinya adalah akan melakukan nasionalisasi asset. Pada pilpres ini jargon yang digunakan adalah “tegas,cerdas dan merakyat”. Disisi lain Jokowi terkenal dengan rakyat apalagi dengan gaya “blusukan” yang dimilikinya. Nasib rakyat lebih akan tersentuh karena dapat dilihat langsung. Pengalaman dalam pemerintahan walaupun masih kontroversi karena semua belum paripurna diselesaikan. Gaya kepemimpinan yang bijak dan merakyat terlepas pencitraan yang ada akan lebih banyak memberikan bukti kongkrit terhadap perbaikan ekonomi rakyat kecil yang termarginalkan. Pada pilpres ini jargon yang digunakan adalah “jujur,sederhana dan merakyat”.
Visi dan misi yang menjadi andalan dari masing-masing pasangan telah diperlihatkan baik secara langsung maupun secara tidak langsung setelah resmi masing-masing capres mendapat pasangannya. Apalagi semua pasangan akan lebih mengobral janji-janjinya setelah dimulai kampanye terbuka. Pasangan Prabowo-Hatta telah jauh hari diawali dengan visi misi Partai Gerindra yang sudah diketahui oleh masyarakat sejak pileg berlangsung karena figur Prabowo adalah dari Gerindra. Pasangan ini memang dikenal oleh berbagai kalangan memiliki grand design yang jelas dan kongkrit terkait masalah kebangsaan. Bagi pasangan Jokowi-Kalla masih sangat kurang akan grand design kebangsaan. Pasangan ini lebih memberikan janji lewat kerja langsung dan turun pada masyarakat. Platform dari visi dan misinya bergaris linear dengan perjuangan dari PDIP.
Adapun yang menjadi visi dan misi pasangan No.1 Prabowo-Hatta adalah sebagai berikut:
Visi      : Membangun Indonesia yang bersatu, berdaulat,adil dan makmur serta   
              bermartabat.
Misi     :
1.      Mewujudkan NKRI yang aman dan stabil, sejahtera, demokratis, dan berdaulat serta berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dunia serta konsisten melaksankan Pancasila dan UUD 1945;
2.      Mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, berkerakyatan dan dan mandiri; dan
3.      Mewujudkan Indonesia yang berkeadilan sosial dengan sumber daya yang berakhlak, berbudaya luhur,berkualitas tinggi, sehat, cerdas, kreatif dan terampil.

Adapun yang menjadi visi dan misi pasangan No.2 Jokowi-Kalla adalah sebagai berikut:
Visi      :
Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong.
Misi     :
1.      Mewujudkan kemanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan;
2.      Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis yang berlandaskan negara hukum;
3.      Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim;
4.      Mewujudkan kualitas hidup manusia yang tinggi, maju dan sejahtera;
5.      Mewujdukan bangsa yang berdaya saing;
6.      Mewujudkan negara Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri maju, kuat, dan berbasikan kepentingan nasional; dan
7.      Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Penjelasan dari visi dan misi masing-masing ada 9 halaman dari pasangan Prabowo-Hatta dan 42 halaman dari pasangan Jokowi-Kalla yang telah di berikan pada KPU (sering saya diskusikan dengan rakan-rekan baik dan buruknya seperti apa). Pasangan Prabowo-Hatta dijabarkan dalam 8 agenda dan turunannya dengan agenda nyata dan langusung menyentuh ke rakyat kecil. Pasangan Jokowi-Kalla ada 12 agenda di bidang politik, 16 bidang ekonomi, dan 3 agenda di bidang kepribadian dan budaya.
Berkaitan dengan mesin politik yang akan bekerja guna memenangkan pasangannya masing-masing setiap partai politik memiliki gaya dan caranya sendiri-sendiri. Adapun mesin partai politik tersebut akan bekerja dengan sistem top-down atau sebaliknya atau kah dengan patron dan client atau dengan gaya platform dari masing-masing ideologi partai?

Prabowo-Hatta dengan gerbong dari Gerindra, PPP,PAN,PKS,Golkar dan PBB
Partai Gerindra
Seluruh anggota Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) dapat menjadi penopang utama walaupun secara kelembagaan sudah tidak lagi mendukung pasangan yang diusung dari partai ini. Jaringan pada TNI baik yang aktif dan tidak dari tokohnya. Dapat dipastikan walaupun kalangan militer terpecah faksi militer masih akan banyak merapat ke partai ini. Para tokoh nasionalis moderat dan kaum pinggiran, kaum China dan Thiong Hoa merupakan basis massa dalam mendulang suara.
Strategi yang harus dilakukuan oleh partai ini tidak ada salahnya jika figur Prabowo Subianto yang sudah merakyat dan dikenal diberbagai kalangan harus dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Organisasi massa yang berada dibawah dalam menopang struktural partai harus segera turun ke bawah. Kalangan kaum marginal dapat dijadikan basis massanya. Alasan saya pada kaum marginal ini adalah terdapat pergerseran basis massa dari PDIP dengan loyalis masyarakat kecilnya telah beralih pada partai ini.
Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP)
Beberapa kaum NU di berbagai daerah dan beberapa pondok pesantren akan menjadi basis massa. Kader-kader ini biasanya terletak pada beberapa pondok di daerah jawa. Simpatisan dari para pendiri masih akan memberikan citra positif. Masyarakat awam dengan latar belakang sejarah partai ini sudah mengakar di kalangan rakyat kecil akan dapat memberikan suara significant dalam partai ini.
Harus tetap memperkuat basis massa di kalangan masyarakat bawah dengan memegang kepengurusan pondok dan lembaga dakwah. Pencitraan partai yang dalam historis telah membawa perubahan terhadap dinamika demokratisasi umat islam harus tetap dipublikasikan. Media dakwah harus tetap dijalankan. Pencitraan tokoh islamisnya harus dipertahankan.
Partai Amanat Nasional (PAN)
Lembaga dakwah dan pondok-pondok pesantern yang berpaham muhamadiyah merupakan basis massa yang terbesar. Simpatisan dari para tokoh pendiri masih akan sangat memberikan kontribusi suara partai. Penokohan Amien Rais dan Din Syamsudin masih akan mampu membawa citra baik bagi partai ini. Beberapa organisasi massa yang berada dibawah kepengurusan muhamadiyah akan dapat mendulang suara. Para calon legislatif yang kebanyakan dari kalangan artis juga dapat akan mendongkrak suara partai ini.
Gebrakan baru yang kongkrit harus segera ditunjukan partai ini agar perjalanan karier partai tidak stagnan. Lembaga dakwah dan pondok yang berbasis muhamadiyah juga harus tetap dipegang agar tidak lepas. Program sosial juga harus tetap digerakan lewat organisasi massanya. Para calon legislatif dari kalangan artis harus aktif terjun ke bawah agar lebih mengenal pada rakyat.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Para cendekiawan, pondok-pondok pesantren yang berpaham dengan karakter partai ini, dan simpatisan para tokoh dengan grass root yang ada dibawah merupakan tempat dalam mendulang massa. Organisasi massa partai yang berada di tingkat masyarakat dan pemuda serta kampus yang sudah menjadi salah satu ideologisasi dapat digunakan dalam mendulang suara. Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Jawa Barat adalah daerah kekuasaanya karena gubernurnya dari partai ini.
Kekonsistenan dalam pengambilan kebijakan harus dapat dipertahankan walaupun berseberangan dengan konsep koalisi. Akan tetapi hal ini menurut kalangan tertentu akan menjadi daya tawar bagi partai ini. Media dakwah yang langsung menyentuh masyarakat bawah harus terus dijalankan. Dengan memasukan kader-kadernya dalam kepengurusan masjid dan lembaga dakwah kampus akan menjadi senjata ampuh dalam meraih suara di tingkat pemuda dan mahasiswa. Perilaku kader harus tetap terjaga dengan selalu mencerminkan jiwa islam. Media massa harus dicoba dimanfaatkan agar reputasi partai akan selalu dapat tempat dihati rakyat.
Partai Golongan Karya
Partai ini dengan Abu Rizal Bakri sebagai ketua umum telah memegang media massa termasuk TvONE dan jaringan media lainnya merupakan senjata paling ampuh dalam menjalin komunikasi politik terhadap rakyat. Para pengusaha dengan bermacam-macam perusahaan yang ada di belakangnya akan mampu mendukung pendanaan partai tersebut. Para PNS di semua jenjang instansi baik dari tingkat pusat sampai daerah,tokoh militer, simpatisan orde baru. Riau, Jambi dan Sumatra Selatan adalah daerah kekuasaannya karena gubernurnya dari partai ini.
Romantisme kesejahteraan pada masa orde baru harus dapat dimanfaatkan untuk meraih simpati hati rakyat. Media yang telah digunakan harus dapat dimanfaatkan dengan baik langsung mengkultuskan figur Soeharto juga tidak ada salahnya. Pendanaan paling utama dari perusahaan besar harus tetap dipegang, karena uang adalah segalanya dalam pemilu. Kesejahteraan PNS harus dapat terjamin, para simpatisan rezim orde baru harus memperkuat jaringan dan turun ke bawah dengan melaksankan program sosial demi rakyat lewat usaha makro dan mikro sesuai karakteristik ketua umumnya sendiri. Para tokoh yang ada di militer baik yang sudah aktif dan tidak harus membuat pola jaringan dan memperkuat basis massanya. Isu perpecahan terkait sistem konvensi dipucuk pimpinan harus segera diselesaikan agar internal partai tetap solid. Organisasi massa dan sayap dari partai ini harus lebih aktif dalam melakukan kegiatan
Partai Bulan Bintang (PBB)
Beberapa pondok-pondok pesantren yang berbasis islam akan berpihak pada partai ini. Penokohan dan figur dari Yusril Ihza Mahendra akan menjadi jaringan tersendiri dalam mendulang suara. Beberapa pondok-pondok pesantren yang berbasis islam akan berpihak pada partai ini. Penokohan dan figur dari Yusril Ihza Mahendra akan menjadi jaringan tersendiri dalam mendulang suara.
Partai Demokrat
Suara pers belum dipegang cuma siaran di televisi nasional terkait program kerja pemerintah, tapi ini akan tetap efektif buat menarik simapti rakyat. Kalangan TNI, para tokoh nasionalis, beberapa pondok di tanah air, kalangan praktisi, organisasi massa partai yang berada di daerah, partai-partai hasil leburan dari pemilihan umum sebelumnya dan rakyat yang telah kenal figur R-1 merupakan kantong-kantong suara partai ini. Basis massa yang lainnya menurut saya tidak akan banyak terpengaruh terutama rakyat kecil yang ada didaerah. Pemikiran mereka masih terlalu awam dalam memahami politik yang mereka tahu dan kenal adalah R-1 nya sebagai punggawa dalam partai ini jika pemerintahan baik maka citra partai ini juga akan ikut baik. Dengan diadakannya konvensi dan diikuti oleh 11 peserta mengingat juga merupakan tokoh-tokoh nasional yang sudah dikenal oleh rakyat akan dapat menjadi kantong-kantong suara baru terlepas pasca pileg masing-masing ada yang telah menentukan pilihan dan netral. Selain mereka mengakampanyekan diri sendiri sebagai calon presiden dari partai ini dengan sendirinya juga akan mengenalkan akan kinerja pemerintah lewat partai penguasa ini. Selain itu Chairul Tanjung sebagai pemilik TransCorp. Bengkulu, Sulawesi Utara dan Papua adalah daerah kekuasaannya karena gubernurnya dari partai ini. Bengkulu, Sulawesi Utara dan Papua.
Beberapa organisasi partai yang ada dibawah harus mampu meyakinkan rakyat bahwa partai ini tetap pro rakyat. Bidang-bidang sosial kemasyarakatan yang ada diinternal partai harus lebih terjun kebawah karena arus bawah adalah paling penting.  Figur R-1 harus tetap diamankan dan tetap dikenalkan pada masyarakat masih tetap sebagai pemimpin yang baik. Tokoh-tokoh nasionalis yang dimiliki harus membentuk jaringan untuk melawan arus dan serangan dari partai lain agar lebih kuat pertahanannya. Keluarga TNI baik yang masih aktif dan non aktif harus disatukan dan membentuk basis massa khusus TNI. Pencitraan istri R-1 harus dapat memberikan citra yang baik terhadap kaum wanita. Jumlah wanita baik di tingkat nasional dan daerah juga banyak. Dengan demikian harus segara digerakan untuk menggalang suara dari kaum hawa.

Jokowi-Kalla dengan gerbong dari PDIP,Nasdem,PKB,Hanura, dan PKPI
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
Rakyat bawah yang tersentuh dengan semua program nyata partai ini merupakan penyumbang terbesar suara partai ini. Para simpatisan Soekarno dan tokoh nasional zaman orde lama, masyarakat yang berbasis nasionalisme seperti didaerah Solo, Malang dan Bali merupakan grass root terbesar dalam penyumbang suara. Semua kebijakan partai yang konsisten dan selalu pro rakyat akan menjadi daya tawar sendiri bagi rakyat yang sudah jenuh dengan program-program pemerintah yang tidak jalan. Lampung, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah adalah daerah kekuasaannya karena gubernurnya dari partai ini.
Jargon partainya “wong cilik” yang selalu dihembuskan dari pemilihan umum tahun 1999 harus dihidupkan lagi agar lebih dapat menarik simpati rakyat dengan realisasi program partai yang nyata. Ke-3 daerah Solo, Malang dan Bali harus tetap dipegang. Mengingat media belum dapat dipegang program bantuan sembako terhadap rakyat yang selama ini menjadi ciri khasnya harus terus digerakan agar rakyat kecil makin menarik simpati. Pengkultusan terhadap Soekarno tidak ada salahnya terus dijadikan sebagai icon partai. Citra sebagai partai yang oposisi terhadap pemerintah yang selama ini konsisten dan selalu mendukung kepentingan rakyat harus tetap dijaga dan diberitahukan terhadap publik. Tidak hanya itu saja solusi kongkrit yang dapat dijalankan juga harus diberitahukan pada masyarakat luas.
Partai Nasional Demokrat (Nasdem)
Organisasi massa Nasional Demokrat (Nasdem) yang masih berjalan dengan seluruh struktur kepengurusannya akan menjadi basis suara dalam partai ini. Apalagi kegiatan-kegiatan sosial yang terus berjalan akan lebih dikenal rakyat akan hadirnya partai baru ini. Pengusaha dan jaringan dari ketua umum partai ini akan menjadi pundi-pundi sumber pendanaan partai sekaligus dalam meraih suara. Selain itu baru dalam partai ini secara terang-terangan membentuk wadah gerakan pemuda yang melibatkan secara langsung mahasiswa sebagai kader partai. Terbentuknya Liga Mahasiswa merupakan gebrakan baru untuk meraih suara di kalangan mahasiswa.
Media massa telah dipegang dan merupakan senjata paling ampuh dalam memberikan opini publik. Kritikan-kritikan terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro rakyat dapat dimanfaatkan untuk meraih simapti rakyat. Program-program kerja parti ini juga dapat dipublikasikan lewat media tersebut. Adanya organisasi massa Nasional Demokrat (Nasdem) dapat dimanfaatkan untuk lebih mengenalkan visi dan misi partai dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Agenda-agenda sosial dari organisasi massa ini harus dijalankan agar lebih menyentuh grass root bawah. Selain itu adanya Liga Mahasiswa jika dapat dimanfaatkan dengan membentuk jaringan diseluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) agar mahasiswa yang sudak aktif menjadi kader partai dapat memaksimalkan suara. Diskusi-diskusi rutin agar dapat menggugah minat mahasiswa ikut gabung. Stimulus pergerakan mahasiswa dan dialektika harus menjadi icon gerakan pemuda ini agar menjadi dan ada nilai tawar terhadap mahasiswa.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Basis massa terbesarnya adalah kaum nahdiyin yang tersebar di seluruh pondok pesantren khususnya di jawa timur. Organisasi massa yang ada dibawahnya merupakan tim Banser yang terorganisir secara strukutural akan mampu memberikan suara terhadap partai ini. NU yang terkenal dengan perintah dan amanah dari pimpinan atau ulama wajib ditaati merupakan warga sebagai basis massa terbesar dalam mendulang suara.
Pondok pesantren yang berpaham NU harus tetap dipegang. Lembaga dakwah dan organisasi massa yang berada dibawahnya harus gerak ke masyarakat. Harus aktif dalam kegaiatan sosial. Citra Abdurrahman Wahid sebagai ulama besar masih dapat dipertimbangkan sebagai figurnya. Walaupun dalam lembaran sejarah tidak pernah sejalan. Instruksi ulama yang memihak terhadap kaum muslim akan dapat menaikan keterpihakan dari kaum muslim lainnya, bahwa kebijakan yang diambil masih berpihak pada kaum islam.
Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
Basis massa yang dimiliki masih dari kalangan TNI, para simpatisan dari masing-masing tokoh dan beberapa organisasi massa yang dibawahnya. Partai ini harus membuat sebuah jaringan massa yang besar dan dapat segera dikenal rakyat. Jika tidak dengan kaderisasi yang terlihat stagnan akan membahayakan suara. Program sosial dari partai harus segera dapat dikongkritkan terhadap rakyat baik lewat jajaran pengurus partai dari tingkat nasional dan pusat. Penokohan yang hanya tertuju pada Wiranto harus dirubah dan segera mungkin membuat gebrakan baru. Partai yang relatif bersih dan terbersih dari partai lain akan menjadi daya tawar terhadap masyarakat luas.
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
Mengingat Sutiyoso berlatar belakang dari TNI maka basis massa dari kalangan militer dapat menjadi perolehan suara. Mengingat partai ini telah ikut berkompetisi sejak reformasi dengan para tokoh-tokoh reformasi dapat menggerakan basis massa yang dimiliki agar dapat mendulang suara, walaupun dalam perjalanan partai ini ada beberapa tokoh yang menjadi kader partai lain. Waktu sudah massa kampanye partai ini harus lebih katif dan membuat gebrakan baru agar paling tidak nama sebagai peserta pemilihan umum tahun 2014 dikenal oleh masyarakat luas. Program-program sosial pada warga masyarakat khususnya yang terkena bencana akan lebih mengena akan kehadiran partai ini.

Perang tim sukses dan relawan
Dalam pertempuran ini seperti saya ibaratkan dalam logika yang dikemukan oleh Hannah Arrendt orang terjun di dunia politik masih dengan mentalitas “anibal laborans” dimana orientasi kebutuhan hidup dan obsesi akan siklus produksi konsumsi sangat dominan, politikus cenderung menjadikan politik tempat mata pencarian utama (Haryatmoko, 2003: 125). Ibarat pertempuran kedua pasangan menyiapkan beberapa tim sukses dan para relawan yang mengikutinya demi meraih suara.
Tim sukses yang dibentuk oleh pasangan Prabowo-Hatta adalah sebagai berikut:
Dewan Penasehat adalah Amien Rais, Maemoen Zubair, Akbar Tanjung, Hilmi Aminudin, Hashim Djohadikusomo,  Zulkifli Hasan, Agung Laksono, Joko Santoso, Farouk Muhammad, Yunus Yosfiah, Syarwan Hamid, Syamsir Siregar, Slamet Effendy Yusuf, Taufik Effendy, Freddy Numberi, Zarkasih Nur, Azwar Abu Bakar, Lutfi Ali Bin Yahya, Nur Mukhammad Iskandar, Tuty Alawiyah, Suryani Tahir, Barlianta Harahap, Djan Farid, Surachman Hidayat, Salim Segaf Aljufri, Rhoma Irama, Muslih Abdul Karim, Nazarudun Syamsudin
Dewan Pakar adalah Muladi, Hari Tanoe Soedibyo, Ryaas Rasyid, Bahtiar Effendi, Lukman Hakim Saifudin, Ali Maskur Musa, Pontjo Sutowo, Sasmito Hadinegoro, Burhanudin Abdullah, Didik J.Rachbini, Sohibul Imam, Hidayat Nur Wahid, Muzamil Yusuf, Fadel Mukhammad, Ridwan Mukti, Theo L.Sambuaga, Mirah Kartasasmita, Saharudin Daming, Fuad Amsyari, Fuad Bawazier, Amir Sambodo, Hilal Hamdi, Kostorius Sinaga, Marwah Daud Ibrahim, Endang Setyawati Thohari, Syamsulbahri, Prijono Tjiptoheriyanto, Adang DarajatunMuhammad Hatta, Datok Rajo Perak, Dimyati Nata Kusuma
Tim Pelaksana
Ketua: Mahfud MD
Wakil Ketua: George Toisuta, Burhanudin, Moekhlas Sidik, Masduki Baidlowi
Sekretaris: Fadli Zon
Wakil Sekretaris : Setya Novanto, Tjatur Sapto Edi, Imam Marsudi
Bendahara : Thomas Djiwandono, Jon Erizal, Robert Kardinal
Bidang-bidangnya adalah sebagai berikut: Bidang penggalangan dan kampanye; Bidang Saksi dan Hukum; Bidang Operasi, Logistik, dan Komunikasi; Bidang Kebijakan dan Program; Bidang Strategi; Bidang Relawan; Bidang Komunikasi dan Media; Bidang Hukum dan Advokasi; Bidang Penggalangan; Bidang Territorial; Bidang Operasi; dan Tim-tim debat dan juru bicara baik nasional dan lokal.
Disisi lain pasangan Jokowi-Kalla tim sukses pada pasangan ini strukturnya lebih dipegang oleh internal partai dan kurang melibatkan pihak luar. Ketua pemenangannya adalah kader dari PDIP sebagai partai pengusung calon presidennya. Pihak luar terlepas masuk dalam struktur maupun tidak karena lebih condong masuk tim relawan-relawan.
Adapun yang menjadi nama-nama relawan dari pasangan Prabowo-Hatta adalah sebagai berikut:
1.      Sahabat Prabowo, dipegang para relawan dari tingkat daerah dan pusat;
2.      Komunitas Aliansi Rakyat Bersatu (ARB), dipegang oleh ketua umum Partai Golkar Abu Rizal Bakri;
3.      Front Buruh Indonesia Raya, dipegang sebagian buruh di Indonesia;
4.      Sukarelawan Mandiri (Salam), dipegang oleh para pemulung dan warga desa di daerah
5.      Cakar Garuda Bangsa, dipegang sebagian rakyat di Bogor
6.      Patriot Indonesia Raya (Patria), dipegang sebagian besar di Jakarta
7.      Piye Kabare, hampir di seluruh daerah
8.      Forum Kesultanan Nusantara
9.      Asosiasi Tarikat Indonesia
10.  Forum Kerukunan Antar Umat Beragama
11.  Gema Nusantara, dipegang para relawan dari Sumatra
12.  Merah Putih Sejati, dari gabungan komunitas artis, seniman,aktivis,eks militer, tukang ojek dsb.
Adapun yang menjadi para relawan dari pasangan Jokowi-Kalla adalah sebagai berikut:
1.      Kebangkitan Indonesia Baru;
2.      Barisan Relawan Jokowi Presiden 2014 (BARA JP);
3.      ReDI (Relawan Demi Indonesia), dipegang oleh Dahlan Iskan;
4.      Barisan Nusantara, dipegang mayoritas rakyat Yogyakarta
5.      Seknas Tani, dipegang oleh kebanyakan petani yang ada di Jambi
6.      Tuah Sakato, dipegang oleh rakyat Padang
Para relawan selain dari rakyat yang membentuk sebuah wadah juga datang dari berbagai kalangan artis, budayawan,seniman, tokoh, ulama dsb. Hal yang menarik adalah dari kalangan artis yang merupakan stimulan dalam menarik basis massa tertentu. Apalagi mereka memiliki fans masing-masing. Kreativitas dan bentuk dukungan yang diberikan pun juga beda-beda. Adu kreativitas seni dan membuat lagu buat pasangannya masing-masing. Pasangan Prabowo-Hatta didukung oleh kreasi seni dari lagu Ahmad Dhani (walaupun kontroversi dianggap belum izin dari Queen sebagai pemilik hak ciptanya). Lagu “garuda didadaku” juga di modifikasi oleh relawan lain dalam meyakinkan para pemilihnya. Sedangkan pasangan Jokowi-Kalla didukung oleh group musik Slank dan Wali Band. Lagu dari Wali Band “cari jodoh” juga diaransemen ulang dengan lirik lagu yang mempublikasikan pada pasangan ini. Cara ini akan mudah dikenal dan lebih banyak akan memberikan pengaruh pada swing voters.
Pada fase ini pembentukan tim relawan maupun relawan yang dengan kehendak sendiri memberikan dukungan pada pasangan masing-masing menurut saya masih berimbang. Para relawan dengan loyalis-loyalisnya memiliki kreativitas dan kelebihannya masing-masing. Para relawan ini juga akan memberikan para penentu suara yang masih mengambang sebagai swing voters dari masyarakat yang belum menentukan pilihan.

Faksi kekuatan para eks jendral
Dalam pemilu 2014 ini sudah sewajarnya TNI-POLRI tetap berada dalam jalur tidak memihak pada salah satu pasangan. Terlepas banyak faksi yang pecah di kalangan eks para anggotanya tetap akan berdampak terhadap netralitas dalam menentukan pilihan. Dalam faksi ini saya ibaratkan seperti logika dalam partai yaitu “konsep proto” yaitu merupakan faksi yang dibentuk berdasarkan pengelompokan ideologis yang ada di dalam masyarakat (Ichlasul Amal, 2012: xvi). Faksi ini tidak dapat dipungkiri akan dapat memberikan stimulus aksiologi terhadap suara masing-masing pasangan. Jaringan masing-masing para pendukung pasti masih akan digunakan oleh kubu yang terbelah. Hal ini juga akan berdampak pada internal masing TNI-POLRI. Pada pasangan Prabowo-Hatta yang jelas latar belakangnya adalah militer sudah tentu kalangan eks militer akan merapat pada pasangan ini. Para eks militer yang akan dapat memberikan dukungan adalah sebagai berikut: Djoko Santoso, Farouk Muhammad, M. Yunus Yosfiah, Syarwan Hamid, Syamsir Siregar, Kivlan Zen, Suryo Prabowo, dan Pramono Edi. Selain itu pada pasangan Jokowi-Kalla dipimpin oleh Wiranto sebagai ketua Partai Hanura yang secara resmi partainya telah memberikan dukungan pada pasangan ini. Selain itu ada Sidarto Danusubroto, Hendropriyono, Agum Gumelar, Luhut Panjaitan, Tedjo Edi, Farid Zainudin, dan Fachrul Rozy.
Kedua faksi militer ini menurut saya selain persaingan politik juga masih terbawa oleh kondisi rivalitas selama jenjang karir di militer. Sapta marga, sumpah prajurit dan jiwa korsa sudah tidak lagi menjadi kenetralitasannya. Keduanya merasa punya jaringan dan menganggap dengan jaringan mereka dapat mengendalikan  serta mengkondisikan basis massa untuk memenangkan pasangan masing-masing. Polemik yang jelas dan melibatkan jaringan di militer adalah pasca keluarnya Keputusan Presiden (Keppres) No.62/ABRI/1998 tertanggal 20 November 1998 tentang pemberhentian Prabowo secara hormat dengan hak pensiun. Hal ini dianggap melibatkan pihak istana dan cenderung menguntungkan posisi Prabowo. Keppres ini dianggap tidak bersifat rahasia dan boleh dipublikasikan. Selang beberapa hari maka keluarlah SK Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tertanggal 21 Agustus 1998 tentang Prabowo dipecat. Hal ini cenderung menyudutkan pihak Prabowo. Apalagi dokumen ini bersifat rahasia dan hanya boleh disimpan dalam dokumen di TNI. Pertanyaan besar muncul siapa dan modusnya apa?jelas dari sudut pandang politik yang mengeluarkan adalah jaringan yang berada pada kubu Jokowi-Kalla. Dari 7 anggota DKP ada Agum Gumelar yang telah menyatakan dukungannya pada pasangan Jokowi-Kalla. Hal yang menarik adalah diantara 7 anggota itu juga terdapat nama SBY. Memang lebih aman diam demi menjaga figurnya sebagai presiden. Pada debat I capres-cawapres tanggal 9 juni 2014 publik heboh ketika masalah tersebut diangkat kembali. Akhirnya tanggal 20 Juni 2014 Wiranto angkat bicara karena telah disinggung sebagai atasan yang bertanggung jawab dalam debat tersebut oleh Prabowo. Selang beberapa hari Wiranto dipanggil oleh Bawaslu terkait statement yang diberikan karena telah memberikan kegoncangan pada publik.Keterangannya pers nya jelas masih bersifat politik dan telah menyudutkan pasangan Prabowo-Hatta. Pernyatannya justru menumbulkan polemik baru dan jelas faksi militer makin menunjukan dominasi alibi pembenarannya masing-masing. Pasca kejadian itu saling hujat dan mencari pembenaran sendiri-sendiri. Siapa kah yang kuat jaringan dan pengaruhnya di kalangan eks militer dan seberapa jauh dapat mengintervensi kenetralan TNI? Maka dari kontestasi itulah faksi eks militer masih sangat berpengaruh dalam memberikan dukungan suara.
Saling serang: Menguatkan atau Melemahkan?
Dalam perjalanan sejarah perpolitikan di dunia terdapat beberapa fase yaitu tradisionalisme, behavioralisme dan post behavioralisme (SP Varma, 1995: 3). Kerangka ini juga berkembang terhadap pola dalam menjatuhkan atau bermaksud mempengaruhi opini publik terhadap semua upaya yang dilakukan. Hal menarik yang patut jadi telaah karena akan memberikan dampak terhadap peta suara masing-masing khususnya adalah para swing voters yang masih galau belum menentukan pilihan. Dalam fakta saling serang tersebut munculah alibi pembenaran antara kampanye negatif dan kampanye hitam. Buat saya hal tersebut sama saja cuma perbedaan istilah karena yang covernya berupa kampanye negatif isinya berupa kampanye hitam atau sebaliknya. Rakyat adalah pemilih cerdas dan saya yakin tidak akan mudah terprovokasi.
1.      Pada kubu Prabowo-Hatta
a.       Isu pelanggaran HAM atas Prabowo tahun 1998 diserang oleh para relawan dan Jusuf Kalla pada waktu debat capres cawapres I tanggal 9 juni 2014;
b.      Alasan Prabowo bercerai dari istri dan tidak pantas memimpin negara diserang oleh dar pernyataan terbuka oleh Jusuf Kalla;
c.       Para mitra koalisinya partai para penjahat dan koruptor. ARB ketua Golkar masih tersandung dengan lumpur lapindo. SDA sebagai ketua PPP dijadikan tersangka oleh KPK karena dana haji. Diserang oleh para relawan dari kubu lain; dan
d.      Anak Hatta Rajasa yang dianggap kebal hukum dan dianggap tidak akan mampu menegakan hukum. Diserang oleh para relawan kubu lain.
2.      Pada kubu Jokowi-Kalla
a.       Jokowi sebagai pemimpin yang tidak bertanggung karena belum menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta, diserang oleh para relawan kubu lawan;
b.      Keluarnya tabloid “obor rakyat” yang menyudutkan Jokowi karena dianggap mesin partai PDIP, capres boneka dan SARA terhadap keluarganya, diserang oleh oknum tertentu bukan relawan dari kubu lawan karena hanya dianggap opini publik;
c.       Jusuf Kalla sebagai pejabat yang pernah tersandung kasus korupsi di era zaman Gus Dur, karena sempat dipecat dari kementrian. Diserang oleh relawan kubu lawan; dan
d.      Pasangan ini diisukan pro asing dan tidak konsisten dengan nasionalisasi.
Suara NU dan Muhammadiyah terbelah
Diawali terlebih dahulu oleh PKB yang terindikasi berafiliasi dengan basis massanya adalah NU telah menentukan pilihan terhadap pasangan Jokowi-Kalla. Sementara itu PAN yang juga dekat dengan Muhammadiyah ketua PAN didaulat sebagai cawapres dari Prabowo. Kelembagaan NU dan Muhammadiyah secara struktural memang terpisah dari partai, akan tetapi tidak dapat dipungkiri para kader partai juga menjadi pengurus dalam kelembagaan kedua ormas terbesar di Indonesia tersebut. Pada pasangan Prabowo-Hatta ada Ketua PBNU yang secara pribadi telah memberikan dukungan pada pasangan ini. Selain itu Mahfud MD sebagai kader terbaik NU yang juga ketua tim sukses nasional dari pasangan ini. Disisi lain Saifullah Yusuf ketua Muslimin NU terindikasi memberikan dukungan pada pasangan ini. Muslimin adalah barisan kader NU laki-laki di seluruh penjuru tanah air. Berbeda juga dengan GP Anshor yang merupakan ormas sayap pemuda dari NU memilih pasangan pada Jokowi-Kalla. Selain itu Kofifah Indar Parawansa yang sebagai ketua Muslimat dari kader NU wanita seluruh tanah air menjadi juru bicara pada pasangan ini. Suara Muhammadiyah pun juga terbelah, karena konflik internal yang terjadi. Para tokoh senior dengan jaringan dari Amien Rais yang juga masuk tim sukses pasangan Prabowo-Hatta akan dapat memberikan pengaruh di tingkat menengah keatas. Disisi lain para tokoh mudanya khususnya yang ada di daerah menunjukan kecenderungan memberikan dukungan pada padangan Jokowi-Kalla. Siapa pun yang dapat meraih dukungan dari kedua ormas ini akan mendekati kemenangan karena suara mereka cenderung akan mendulang suara (konsep ulama dan sami’na wa ato’na). Hal ini disebabkan mayoritas para pemilih dan rakyat Indonesia adalah muslim.

Input dan out put basis massa
Kerangka kerja berupa pendekatan sistem politik menurut David Easton penjelasan yang paling baik mengenai kehidupan politik adalah dengan melihatnya sebagai sebuah sistem (Budi Winarno, 2007: 1). Hasil kerja dari mesin politik ada berupa input dan out put. Hal ini juga akan dipengruhi oleh banyak hal dan faktor terutama person nya sebagai penggerak dalam mesin tersebut. Mesin disini bisa saya artikan sebagai pasangan masing-masing capres dan cawapres.
Nama-nama tokoh nasional pendukung pasangan Prabowo-Hatta adalah sebagai berikut: Mahfud MD, Ketua PBNU Said Agil, Amien Rais, Hari Tanoe, George Toisuta, Soekarwo, Solahudin Wahid,Fuad Bawazir,Akbar Tanjung. Pecahan dari alumni hasil konvensi Partai Demokrat ada Marzuki Alie, Pramono Edie, dan Ali Maskur Musa. Pihak yang sudah menyatakan netral adalah Dino Pati Jalal. Media : MNC TV,Global TV,RCTI,ANTV,TV One. Dengan bergabungnya anggota 77 anggota DPD telah memberikan dukungan secara resmi pada pasangan ini juga akan memberikan mesin kerja dalam meraih suara makin terbuka lebar. Hal ini disebabkan masing-masing anggota memiliki loyalis-loyalis dan konstituen di daerahnya masing-masing. Hal ini dapat dilihat dalam penjabaran Pasal 13 dan 30 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR,DPRD, dan DPD bahwa dari tiap provinsi dibutuhkan anggota DPD 4 orang dengan batasan wilayah dan penduduk dari 1 juta sampai diatas 15 juta. Sementara itu partai lokal Aceh (Partai Damai Aceh, Partai Nasional Aceh, dan Partai Aceh) terindikasi akan merapat ke pasangan ini. Partai Aceh sendiri sudah resmi memberikan dukungan. NGO dan organisasi kepemudaan seperti Pemuda Pancasila dsb banyak memberikan pada pasangan ini. Nama-nama tokoh nasional pendukung pasangan Jokowi-Kalla adalah sebagai berikut: Khofifah Indar Parawansa, Teten Masduki, Hendro Priyono. Pecahan dari alumni hasil konvensi Partai Demokrat ada Anies Baswedan,Dahlan Iskan. Dukungan media massa: Metro TV.
Gaya kedua kandidat capres adalah Prabowo aktif dalam kegiatan seminar dan diskusi publik, sebagai contoh menghadiri acara PGRI, Buruh, dan pembicara dalam Keluar Besar Putra Putri Polisi (KBPPP). Sedangkan pasangan Jokowi lebih menyentuh pada rakyat, sebagai contoh masih tetap dengan gaya blusukannya. Para kepala daerah yang berasal dari partai pengusung masing-masing pasangan juga akan memberikan perubahan pola suara yang ada di masing-masing daerah. Terkait hal ini sepintas sudah saya jabarkan pada kinerja mesin partai tersebut diatas. Pada posisi ini kubu pasangan Prabowo-Hatta lebih unggul karena para kadernya menduduki tempat-tempat strategis di seluruh tanah air. Jika solid dan mampun memberikan pergerakan secara masif maka suara dari daerah akan banyak mengalir pada pasangan ini. Apalagi jika menggunakan suara PNS di daerah masing-masing akan dapat memberikan suara yang significant. Walaupun PNS harus netral, akan tetapi tetap memiliki hak konstitutional dan jika dapat dikondisikan secara struktural dan sistematis karena dalam politik itu sah-sah saja.
Kalkulasi suara perolehan suara
Pada fase terbentuknya gerbong dukungan massa terhadap masing-masing pasangan ini seperti saya ibaratkan partai “catch-all”. Kumpulan dalam partai ini (Ichlasul Amal, 2012: xviii). Kumpulan dalam partai ini tujuan utamanya adalah memenangkan pemilihan dengan cara menawarkan program-progran dari ideologi partai masing-masing. Program kerja tersebut berkumpul menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dispisahkan dengan terbentuknya simpul politik. Hal lain lagi menurut saya adalah terjadinya oposan yang menyebabkan tidak stabilnya pemerintahan karena mengkritik kepada pemerintah melainkan bertujuan untuk mengatasnamakan tantangan-tantangan yang sedang dihadapi oleh negara dan bangsa secara bersama-sama (Toto Pandoyo, 1981: 150)
Pada pasangan Prabowo-Hatta partai pendukungnya adalah  Gerindra (14.760.371 suara atau   11,81%), PPP (8.157.488 suara   6,53%),PAN (9.481.621 suara atau   7,57%),PKS (8.480.204 suara atau    6,79%),Golkar (18.432.312 suara atau 14,75%) dan PBB (1.825.750 suara atau 1,46%)
Partai Demokrat (12.728.913 suara atau   10,19%) yang merupakan satu-satunya partai yang secara formal menyatakan netral, tetapi sesuai prediksi saya sejak awal suaranya akan diberikan pada kubu ini. Hal yang menguatkan adalah hasil opsi petisi kaolisi point (2) hasil rapimnas pada tanggal 18 Mei 2014 dari hasil voting 56% memang netral dan sisanya jelas memilih opsi (2) tersebut. Pada tanggal 1 Juni 2014 diadakan pemaparan visi dan misi oleh pasangan Prabowo-Hatta di forum Partai Demokrat. SBY tidak dalam forum tersebut dan menandakan masih mencari posisi netralitas yang melekat sebagai figur presiden. Selain itu sudah banyak tokoh-tokoh dari kader Partai Demokrat yang sudah menyatakan mendukung secara terang-terangan kubu tersebut. Sinyal dan kontroversi peristiwa 1 Juni 2014 tersebut telah mengarahkan secara tidak langsung terhadap dukungan yang diberikan. Bukti kongkrit lainnya adalah adalah ketua fraksi Partai Demokrat yang ada di DPR dan seluruh jajarannya telah resmi memberikan dukungan pada pasangan ini pada tanggal 18 Juni 2014. Partai ini memang bermain halus dengan gaya santun tersebut dapat dikatakan main dua kaki dengan alasan ketua umumnya sebagai figur presiden.
Jadi total suaranya adalah sebagai berikut:  73.866.659
Pada pasangan Jokowi-Kalla adalah PDIP (23.681.471 suara atau  18,95%),Nasdem (8.402.812 suara atau    6,72%),PKB (11.298.957 suara atau    9,04%), Hanura (6.579.498 suara atau  5,26%), dan PKPI (1.143.094 atau 0,91%).
Jadi total suaranya adalah sebagai berikut: 51.105.832
Terlepas ada kutu loncat para kader dari masing-masing partai pendukung yang lari memberikan dukungan suara ke pasangan lain, menurut saya hal ini tidak akan memberikan pengaruh dan perubahan suara. Jika jaringan masing-masing partai diperluas maka suara masing-masing akan bertambah dan meminimalisir angka golput yang ada.
Seluruh suara sah nasional adalah 124.972.491 suara
Angka golput adalah 24,89%
Angka golput ini akan berkurang dan cenderung akan menggunakan hak pilihnya. Alasan yang logis digunakan para pemilih ketika pileg tanggal 9 April 2014 adalah belum percaya pada anggota dewan yang akan dipilih. Selain itu terlalu banyak pilihan dari calon wakil rakyat yang justru membuat bingung para pemilih. Pada pilpres tanggal 9 Juli 2014 mendatang tentunya mereka akan cenderung menggunakan hak pilihnya demi presiden yang diharapkan karena pilihannya hanya 2 pasangan dan terminimalisir dari kebingungan.

Polemik tata negara Prabowo
SK Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tertanggal 21 Agustus 1998 adalah Prabowo dipecat, akan tetapi disisi lain juga terdapat Keputusan Presiden (Keppres) No.62/ABRI/1998 tertanggal 20 November 1998 adalah Prabowo diberhentikan secara hormat. Pertanyaannya adalah Keppres dengan SK DKP tinggi mana?bahkan mengingat pada Pasal 7 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 tentang PPP tidak lagi mengenal Keppres. Jadi keduanya secara normatif masih belum legalitas formal semua dan masih multi tafsir. Logika yang dapat digunakan adalah dari tafsir Pasal 10 UUD 1945 bahwa presiden adalah pemegang kekuasaan tertinggi atas AD,AL, dan AU. Dengan demikian Keppres derajatnya lebih dapat dipertanggung jawabkan dari pada SK. Muncul lagi pertanyaan kepangkatan istilah Purnawirawan muncul setelah SK atau Keppres?Jawaban lebih dekat adalah dari Keppres, akan tetapi masih dapat ditafsirkan lain hanya dengan tafsir konstitusi, UU dan pendekatan teori hukum. Dengan demikian jika dengan pendekatan hukum masalah hukum ini menurut saya telah selesai dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Jika ada pertanyaan mengapa baru muncul sekarang maka jawabannya adalah dapat dengan pendekatan politis dan historis. Pada pendekatan politis jelas kubu faksi jendral telah terbelah diantara kedua pasangan baik Prabowo-Hatta maupun Jokowi-Kalla. Pada pendekatan historis dapat ditelaah dari rivalitas sejak Akmil Magelang Tahun 1969,peristiwa dari tahun 1980 sampai 1990. Awal 1990 an ketika terjadi separatis daerah,peristiwa 27 Juli 1996,akhir 1997 (terbelahnya dukungan dan faksi pada orde baru sampai terbentuknya Tim Mawar),awal tahun 1998 dengan pergantian Panglima ABRI pada Wiranto sampai meletus peristiwa Mei 1998 dan uji coba kekuatan militer pada November 1998. Kedua pendekatan ini belum saya kupas pada fase ini. Itu hanya gambaran secara umum.
Lebih lanjut dalam telaah tata negara maka kekuatan hukumnya seperti apa jika sekarang dipertanyakan?Legalitas adanya Keppres adalah Tap MPR No.XX/1966 jo No.V/1973 tentang adanya hierarki perundang-undangan. Jika ditelaah kasuistis dan waktunya berarti tahun 1998 aturan hukum yang digunakan adalah 2 Tap MPR tersebut. Walaupun Tap MPR No.III/2000 Keppres justru hilang dan dengan dikeluarkannya hukum positif berupa UU No. 10 Tahun 2004 justru Keppres diganti dengan Perpres. Dengan demikian dari dogma hukum positif terkait polemik SK DKP dan Keppres yang menjadi polemik sudah terjawab dan tidak perlu diperdebatkan lagi.

Polemik tata negara Jokowi
Jokowi ketika akan mencalonkan diri sebagai calon presiden juga terganjal dalam hal aturan mengingat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Pilihannya ada 2 yaitu mengundurkan diri atau berhenti sementara dengan mengambil izin cuti. Pada proses selanjutnya ternyata pilihannya adalah berhenti sementara dengan mengambil izin cuti. Izin cuti ini diberikan kepada presiden. Sewajarnya juga harus ada Keppres atau Perpres sebagai legalitas formalnya. Dalam Pasal 29 (1) UU No. 32 Tahun 2004 jo UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena : a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; atau c. diberhentikan”. Pada tafsir ini menurut saya Jokowi mengambil “diberhentikan” dengan atas persetujuan dari presiden. Kepala daerah sebagai wakil dari pemerintah pusat di daerah ( pasal 37 UU No. 32 Tahun 2004 jo UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah). Plt atau Pjs sebagai pejabat ad interim untuk sementara dipegang oleh wakilnya Ahok. Dengan demikian dalam tahap pencalonan Jokowi tidak ada masalah hukum yang diperdebatkan lagi. Semua telah melalui mekanisme dan prosedur dalam ketata negaraan.

Analisis debat capres dan cawapres sebagai parameter kualitas R1-7
1.      Debat dengan tema “pembangunan demokrasi, pemerintahan yang bersih dan kepastian hukum”, tanggal 9 Juni 2014.

Pada tahapan debat ini menghadirkan para kandidat capres dan cawapres. Pada debat ini dibagi dalam 6 sesi baik penyampaian visi dan misi, penajaman visi dan misi, pertanyaan dari moderator dan saling tanya tanya jawab antar para kandidat. Pada debat ini saya akan lebih cenderung memberikan pendapat terkait substansi dan korelasinya dengan tema yang diberikan. Konsep demokrasi dari kedua pasangan masih seperti dengan gaya dan karakter kepemimpinan yang dimilikinya. Pasangan Prabowo-Hatta lebih bersifat normatif, sedangkan pasangan Jokowi-Kalla bersifat empiris berdasarkan hasil kerja nyata dari pengalaman pemerintahan dri Jokowi selama menjabat jadi Wali Kota Solo  dan Gubernur DKI Jakarta.
Hal yang menarik di awal pertanyaan dari moderator adalah pasangan Prabowo-Hatta diberikan pertanyaan yang lebih pada reformasi. Pasangan ini diberikan pertanyaan tentang upaya pemberantasan korupsi dan solusinya. Pasangan ini memberikan jawaban yang menurut saya berani menantang publik terkait isu sensitif dalam pemberantasan korupsi. Apalagi sudah berani memberikan wacana terkait adanya kebocoran keuangan negara baik ditingkat pusat dan daerah melalui APBN dan APBD. Penambahan penyidik  dari KPK juga diwacakan oleh pasangan ini. Disisi lain pasangan Jokowi-Kalla diberikan pertanyaan yang ada kaitannya dengan era pemerintahan orde baru tentang konsep negara dalam jangka pendek dan pajangnya. Jawabannya pun masih masih normatif belum memberikan hal kongkrit. Logika pembalikan dari adu argumen ini adalah menurut saya akan memberikan wacana baru ditengah isu yang masih memberikan dikotomi terhadap orde baru dan reformasi.
Pada pertanyaan selanjutnya lebih pada konsep demokrasi dan dukungan partai politik di parlemen. Hal ini juga dikenal dengan konsep legislatif heavy dan eksekutif heavy. Hal ini dipertanyakan menurut saya akan relevan karena gerbong koalisi yang dibangun oleh masing-masing ada plus minusnya masing-masing. Dalam jawabannya yang diberikan dua kandidat menurut saya belum mampu memberikan jawaban kongkrit terhadap masalah hukum tata negara tersebut. Padahal dalam Pasal 5 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 disebutkan konsep eksekutif heavy. Disisi lain Pasal 20 ayat (1) disebutkan konsep legislatif heavy. Substansi dari pertanyaannya adalah pada aturan tersebut karena baik pasangan siapa pun yang terpilih pasti akan terkendala dan tersandra dengan masalah tersebut.
Ketika diberikan pertanyaan tentang konsep Bhineka Tunggal Ika pasangan Prabowo-Hatta menurut saya memiliki grand design lebih jelas dan kongkit berdasarkan penjabaran tujuan negara dan konsep kebangsaan yang terdapat pada alenia IV UUD NRI Tahun 1945. Berbeda dari pasangan Jokowi-Kalla belum dijawab pada substansi pertanyaannya. Justru lebih dijawab dengan fakta kongkrit bukan konseptualnya.
      Pada sesi tanya jawab kedua pasangan pasangan Prabowo-Hatta lebih cenderung memberikan wacana terhadap pemilukada secara langsung dan pemekaran wilayah. Dalam konteks ketata negaraan kedua pasangan menurut saya pertanyaan dan jawbannya masih bersifat absurd dan belum memberikan deskripsi yang jelas. Pada sesi tanya jawab selanjutnya isu pelanggaran HAM kembali menjadi isu boomerang khususnya pada pasangan Prabowo-Hatta yang selama ini dikenal bahwa Prabowo terindikasi memiliki rekam jejak terkait isu pelanggaran HAM. Pada adu argument ini seharusnya Prabowo lebih memberikan uraian kongkrit dan jelas bahwa jejaring peristiwa 1998 yang pasti banyak melibatkan para petinggi TNI agar lebih terungkap.
     
Kesimpulan: Pada fase ini 1-0 buat  kemenangan pasangan Jokowi-Kalla

2.      Debat dengan tema “pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial”, tanggal 15 Juni 2014.

Pada debat ini hanya menghadirkan para calon presiden. Tidak jauh beda dengan debat sebelumnya terdiri dari 6 sesi. Pada penyampaian yang telah diberikan Prabowo lebih menekankan “ekonomi kerakyatan” dan Jokowi lebih menekankan pada “ekonomi berdikari”. Kedua konsep ini menurut saya  telah dijabarkan pada visi dan misi yang telah diberikan pada KPU. Walaupun dalam debat tersebut hanya dijabarkan secara umum. Pada visi dan misi keduanya Prabowo lebih memperkuat dengan sistem MP3EI. Sedangkan Jokowi lebih pada praktek dengan konsep besarnya yaitu “jalan perubahan untuk Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian”.
Pada tahap memperkuat visi misinya keduanya sama-sama berorasi meyakinkan masyarakat terkait sistem ekonomi dalam memajukan kesejahteraan sosial. Prabowo lebih dengan pendekatan dengan adanya kebocoran keuangan negara sebagai titik masalah yang melanda ekonomi Indonesia. Disisi lain dengan gaya kepemimpinannya Jokowi lebih memberikan contoh terkait program nyatanya berupa “Kartu Indonesia Pintar” dan “Kartu Indonesia Sehat”. Pada tahap adu argument berkenaan dengan pengentasan kemisikinan dan penanggulangan ketenagakerjaan keduanya berusaha meyakinkan masyarakat. Prabowo lebih pada grand design kebangsaan yang telah dijadikan visi dan misinya sejak awal. Sektor pertanian yang ada di desa-desa akan menjadi titik sentral dalam mengembangkan tingkat kesejahteraan masyarakat kecil dan dalam menyerap ketenagakerjaan. Pada sesi ini Jokowi menurut saya masih terkungkung dengan adanya 2 kartu tersebut dianggap akan mampu menanggulangi kemiskinan dan dapat meningkatkan harkat dan derajat masyarakat. Jawabannya pun belum mengarah  pada substansi pertanyaan dan belum memberikan solusi yang nyata. Apalagi dirasa dengan konsep “revolusi mental” akan dapat menjawab persoalan bangsa. Konsep revolusi mental ini menurut saya terobosan dalam menganggulangi krisis multi dimensi dalam menanggulangi degradasi moralitas. Akan tetapi masih sekedar wacana dan konsep yang diberikan masih belum jelas baik substansi dan metodologinya.
Pada fase tanya jawab menurut saya keduanya tidak menguasai apa yang ditanyakan dan apa yang menjadi pertanyaan. Konsep DAU,DAK dan TPID hanya space nya kecil dan bukan seorang kapasatis pertanyaan seorang presiden apalagi dalam menyelasaikan persoalan bangsa. Pertanyaan tersebut masih sebatas dalam tata pemerintahan daerah masih terlalu sederhana untuk diperdebatkan. Hal ini konsep DAU dan DAK khususnya sudah diatur dengan jelas baik aturan atau pun mekanismenya dalam UU No.32 Tahun 2004 jo UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah atau dalam UU No.33 Tahun 2004 tentang Hubungan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Selain itu perdebatan antara dana yang akan ditransfer ke desa 1 M atau lebih hanya perdebatan logika tata negara dan peruntukannya pada masyarakat.
Kesimpulan: Pada fase ini 1-0 buat  kemenangan pasangan Prabowo-Hatta
3.      Debat dengan tema “politik internasional dan ketahanan nasional”, tanggal 22 Juni 2014.
Pada debat ini masih tetap menggunakan metode yang sama dibagi dalam 6 sesi. Debat ini masih tetap hanya menghadirkan 2 calon presiden tanpa melibatkan calon wakil presidennya. Pada tema ini ada hal beda yang ditunjukan oleh Prabowo dan Jokowi. Prabowo yang berlatar belakang dari militer tidak menonjolkan kecerdasan dan penguasaan terhadap tema yang diberikan justru ketika Jokowi ada ide ia dukungan karena akan memberikan kemanfaatan terhadap bangsa. Disisi lain Jokowi ingin menampilkan penguasaan terhadap tema yang ada dengan menjelaskan detail terkait alat-alat TNI termasuk pro kontra terhadap tank yang dibeli Indonesia dari luar negeri.
Pada penyampaian visi dan misi yang disampaikan Prabowo lebih menekankan ketahanan nasional adalah kemakmuran rakyat dan rakyat bebas dari kemiskinan. Ekonomi kerakyatan dianggap akan mampu memberikan ketahanan nasional. Terkait dengan politik internasional lebih menekankan pada pertahanan wilayah NKRI agar tetap berdaulat dan tidak ada wilayah yang akan diambil dari Indonesia. Jokowi lebih menekankan politik internasional yang bebas aktif dengan banyak diadakan jalan diplomasi. Selain itu wujud kongkritnya adalah dengan memberikan jaminan dan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina. Ketahanan nasional ditekankan pada kesejahteraan prajurit dan penambahan sarana dan prasarana TNI.
Pada sesi 2 menurut saya ada hal yang berbeda karena moderator seolah-olah bertindak sebagai panelis dalam penajaman visi dan misi dari masing-masing calon presiden. Hal ini dapat dilihat dari wacana dan pertanyaan yang diberikan tidak menunjukan pertanyaan yang telah disediakan oleh KPU dan moderator hanya membacakan saja. Hal ini disebabkan karena pertanyaannya langsung mengarah pada visi dan misi yang baru saja diberikan. Pemanfaatan dan perlindungan SDA dalam ketahanan nasional serta terkait modernisasi alutsista. Menjadi titik fokus dalam kajian moderator. Prabowo tetap menggunakan kemakmuran rakyat dengan pemanfaatan SDA sebagai titik mula terjadinya ketahanan nasional. Analogi dari Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 digunakan sebagai pisau analisisnya. Disini terlihat dengan tata kelola kebangsaan dan ekonomi kerakyatan yang digunakan lebih konsisten dan memberikan dampak kongkrit terhadap masyarakat. Pada modernisasi Prabowo belum begitu memberikan rincian terkait mekanismenya. Jokowi lebih menekankan pada pencegahan adanya ilegal logging dan ilegal fishing sebagai upaya dalam memenfaatkan SDA. Dalam kaitannya dengan adanya alutsista akan digunakan dengan metode cyber. Pada sesi 3 kedua calon presiden menurut saya belum banyak memberikan ulasan detail terkait pertanyaan oleh moderator terkait upaya hubungan bilateral dan penguatan diplomasi agar hubungan kedua negara dan militernya dapat berjalan dengan baik. Selain itu wacana perlindungan TKI di luar negeri dan peranan di ASEAN juga menjadi titik fokus dalam menggali grand design yang ingin disampaikan oleh masing-masing calon presiden. Pada fase ini Prabowo lebih unggul karena pengalamannya selama jadi militer dan peranannya di ASEAN. Terkait perlindungan TKI juga lebih unggul karena sering melakukan upaya pembelaan TKI di luar negeri dengan para tim nya. Akan tetapi Jokowi dalam fase ini juga memberikan ide bagus yang juga di dukung oleh Prabowo terkait mekanisme seleksi TKI sebelum dikirim keluar negeri.
Pada sesi 4 dan 5 kedua calon presiden saling memberikan pertanyaan dan memberikan sanggahan atas jawaban yang diberikan. Hal menarik pada sesi ini adalah ternyata kedua kubu masih mengharapkan dukungan dari Partai Demokrat dengan komando dari SBY. Hal itu secara tidak langsung tersirat dari pertanyaan Jokowi yang seolah-olah akan mengkonfrontir atas kebijakan SBY dengan memberikan pertanyaan pada Prabowo terkait politik luar negeri yang harus dirubah dari SBY?dan dibenturkan dengan ketegangan antara Australia dan Indonesia selama ini. Pertanyaan ini ada unsur jebakan terhadap Prabowo karena yang notabenya telah banyak mendapat dukungan dari kader Partai Demokrat agar dapat berubah ke kubu Jokowi jika jawabannya akan menjatuhkan pemerintahan SBY. Kubu Partai Demokrat memang telah pecah mengingat sifat netral yang dihasilkan atas rapimnas terakhir. Jubir Partai Demokrat dan kepercayaan SBY Ruhut Sitompul juga telah resmi memberikan dukungan terhadap Jokowi selang beberapa hari fraksi yang ada di DPR juga telah resmi memberikan dukungan pada Prabowo. Hal ini menurut saya Prabowo cerdas dan tanggap dengan tegas atas kebijakan SBY sudah berjalan baik dan akan melanjutkan kebijakan luar negeri yang belum dilaksanakan. Bahkan banyak memuji pemerintahan SBY. Akan tetapi sedikit kritik juga diberikan dengan bungkusan yang normatif karena demi perbaikan NKRI.
Pada perdebatan peranan WTO bagi Indonesia keduanya belum begitu menguasai materi dan masih bersifat normatif. Perdebatan yang mulai saling adu argumen adalah ketika dibenturkan saling bertanya antara kekuatan militer di Indonesia dan tank leopard revolution modern yang baru dibeli dari Jerman. Makin memenas lagi adalah ketika Prabowo melontarkan pertanyaan tentang konflik laut China Selatan. Pada sesi ini lah Jokowi menunjukan kemahirannya soal militer yang dianggap publik tidak dapat tegas dan menguasai tema. Akan tetapi argumen tersebut telah dicederai sendiri dan publik pun dapat menilai ketika Jokowi masih membawa catatan dan membaca ketika memberikan jawaban maupun tanggapan. Puncak dari perdebatan ini adalah ketika Prabowo menanyakan terkait penjualan Indosat di era pemerintahan Megawati. Jokowi pun memberikan ketegasan pada publik akan membeli kembali jika terpilih jadi presiden. Rasionalisasi yang diberikan alasan dijual adalah karena adanya dampak krisis tahun 1998.
Kesimpulan: Pada fase ini 1-0 buat  kemenangan pasangan Prabowo-Hatta
Kesimpulan akhir : Pada fase debat ini 2-1 buat  kemenangan pasangan Prabowo-Hatta. Pada 2 debat lainnya saya sudah tidak gunakan lagi sebagai indikator kemenangan selain akan menghadirkan pola, gaya dan substansi yang sama juga sudah terlihat penguasaan masalah kebangsaan dan solusi tawar yang akan diberikan.

Polemik dan potensi krisis konstitusi
Pada Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 (diderivatifkan juga pada Pasal 159 ayat (1) UU No.42 Tahun 2008 tentang pemilu presiden dan wakil presiden) agar resmi menjadi presiden dan wakil presiden adalah  suara 50% lebih dari jumlah suara pemilu dengan sedikitnya 20% disetiap provinsi yang tersebar dari ½ jumlah provinsi di  Indonesia. Tafsirnya adalah dapat berupa fakultatif dan komulatif. Jika fakultatif maka jika ada pasangan dapat suara lebih dari 50% maka sah menjadi pasangan presiden dan wakil presiden. Jika tafsirnya adalah komulatif maka wajib ada semua. Pada fase komulatif pun masih ada kerancuan jika mengacu kata “ 20% disetiap  provinsi” artinya tanpa ada klausula lain maka juga sah melegalkan pasangan. Atau tafsir lain adalah 20% nya harus lebih dari 17 provinsi karena ada 33 provinsi (ingat juga sudah ada provinsi baru sebagai provinsi ke-34 di Kalimantan, jika juga ikut ditafsirkan pada fase ini maka dapat juga ada tafsir lain). Jika Mahkamah Konstitusi tidak segera memberikan tafsir maka jangan sampai pasangan presiden dan wakil presiden terpilih di uji materi Mahkamah Konstitusi dan mengabulkan maka gugur lah pasangan tersebut (dapat berkaca dari PM Thailand baru saja dilengserkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, walau beda kasus akan tetapi masih linear dalam bingkai konstitusi).
Dengan adanya polemik tafsir konstistusi tersebut tidak menutup kemungkinan pilpres akan dilaksanakan pada 2 putaran. Hal terburuk adalah jika dalam 2 putaran tersebut tetap belum ada 50% lebih suara nasional. Jika kita cermati dari dari aturan konstitusi tersebut hanya dikenal dengan sistem pilpres dalam 2 putaran. Setelah 2 putaran dianggap telah selesai. Andaikata lebih dari 2 putaran akan menimbulkan tafsir lagi?dan akan lebih berpotensi terhadap adanya titik buntu konstitusi. Mari kita tunggu tafsir Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir konstitusi di Indonesia.

Perang dan validitas lembaga survey
Survey ini merupakan hasil jajak pendapat yang diadakan oleh lembaga-lembaga baik di tingkat nasional maupun lokal terlepas hasilnya dapat dipertanggung jawabkan secara publik atau pun tidak, benar atau tidak dan tingkat kesalahannya seperti apa. Penulis berpendapat bahwa dengan adanya hasil survey baik untuk prediksi perolehan suara partai politik maupun calon presiden dan wakil presiden merupakan bentuk pola komunikasi politik untuk meraih dukungan dari pihak-pihak tertentu dengan maksud-maksud tertentu juga. Dalam kaitannya dengan hasil survey ini Penulis mencoba memperkuat dengan teori sosial politik yang dikemukan oleh Richard Fagen (Michael Rush dan Phillip Althoff, 2011:273-274) yang mengemukan tentang konsepsi “pendapat umum”. Hal ini menunjukan dengan pendapat umum tidak dibentuk dalam isolasi dan tidak hanya menjadi satu bagian terintegrasi dari proses komunikasi politik saja. Akan tetapi juga dari proses-proses sosialisasi, partisipasi dan rekrutmen. Bahkan di dalam suatu bagian dari pendapat itu diketahui hanya dapat dipikirkan dalam kaitannya dengan kelompok-kelompok saja. Kenyataan dalam praktek menunjukan adanya jumlah yang tidak terbatas dari pendapat umum mengenai jajaran persoalan yang tiada terbatas pula. Dalam pemaknaan dari substansi pendapat umum ada istilah pengaturan masyarakat. Hal ini dimaksudkan kecil kemungkinannya jika persetujuan sedemikian itu bisa berlaku bagi hal-hal yang mempengaruhi beberapa individu (atau kelompok-kelompok individu) tertentu dan tidak mempengaruhi individu atau kelompok individu lainnya atau mempengaruhi beberapa orang yang kuat dari pada yang lainnya atau lagi mempengaruhi beberapa orang dengan cara tertentu sedang yang lainnya dengan cara yang berbeda.
Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Robert Lane dan David Sears bahwa pendapat umum itu akan memberikan pengarahan. Ini berarti bahwa beberapa individu akan menyetujui satu sudut pandangan tertentu sedangkan individu yang lain menentangnya. Orang mungkin merasa tidak pasti untuk menyatakan pendapatnya dengan cara lain. Pengarahan merupakan ciri pokok dari suatu pendapat karena hal itu mengindikasikan bentuk dasarnya. Ada dua parameter yang menunjukan bentuk dari pengarahan tersebut. Pertama, intensitas dengan mana pendapat itu dilontarkan bila seseorang menganut suatu pendapat yang sangat kuat. Kedua, masalah atau problem erat hubungannya dengan intensitas, akan tetapi juga berkaitan dengan berbagai pendapat yang mungkin dianut oleh seseorang. Hal ini dianggap lebih penting daripada yang lainnya dan mungkin saja terjadi penonjolan pembicaraan pada suatu pendapat tertentu.
Berkaitan dengan pemaknaan survey tersebut maka menurut saya berapa pun hasil survey belum dapat dijadikan ukuran kemenangan, karena mengingat swing voters masih lebih dari 40%. Belum lagi ditambah dengan para pemilih pemula yang belum masuk DPT sebagai objek survey. Sebagai contoh Hasil LSI akhir tahun 2012 selisih antara Prabowo dan Jokowi ada 17%. Berubah lagi hasil dari hasil LSI pada tanggal 9 Mei 2014 hanya 8% yaitu  Prabowo 27% dan Jokowi 35 %. Berbeda juga dengan hasil  Pusat Kajian Labijakan dan Pembangunan Strategis yang dirilis pada tanggal 24 Mei 2014 yaitu Prabowo 40% dan Jokowi 43%. Berbeda juga dari hasil Pusat Data Bersatu yang telah dirilis pada 6 sampai 11 Juni 2014 Prabowo-Hatta sebesar 31,8% sedangkan Jokowi-Kalla sebesar 29,9%. Fakta ini menunjukan dengan metode dan cara yang dilakukan oleh lembaga survey berbeda dan hasilnya pun tidak akan sama. Hasil survey LSN kebanyakan lebih mengunggulkan pasangan Prabowo-Hatta sedangkan Kompas ada kecenderungan pada pasangan Jokowi-Kalla.
Swing voters merupakan basis massa atau para pemilih yang berada diluar struktur partai politik,tim relawan dan simpatisan dari partai maupun dari masing-masing figur capres dan cawapres. Angka golput dari hasil pileg,pemilih pemula (bertambah dewasa karena telah berumur 17 tahun), dan para lansia yang juga masuk DPT akan menjadi penentuk kemanangan masing-masing pasangan. Dengan demikian suvey yang ada sekarang parameternya juga bervariasi dan berbeda-beda, sehingga menurut saya belum dapat dijadikan sebagai batu uji siapa yang pantas dan berhasil menang dalam pilpres. Politik bersifat dinamis tiap saat berubah apalagi tipe pemilih yang juga tidak dapat dijamin konsistensinya dalam menentukan pilihan.

Alasan Tata Negara Prabowo-Hatta sedikit lebih baik
Sifat terbuka dari ideologi sistem politik demokrasi memungkinkan dan bahkan menghendaki komunikasi politik mengembangkan dialog yang wajar dan sehat dan arah timbal balik secara vertikal maupun horizontal (Alfian, 1993: 13). Komunikasi politik yang terjadi sekarang kecenderungan pada fase konsolidasi demokrasi. Hal tersebut ditandai dengan beberpa ketakutan dan kekhawatiran terhadap kegoncangan tata negara dan politik pasca terjadinya reformasi. Ketakutan dari negara luar negeri adalah jika Prabowo jadi presiden (dapat dilihat dari berita-berita yang ada) artinya kewibawaan Indonesia sudah dijadikan parameter dunia internasional karena memang Indonesia adalah bagian dari dunia (alenia IV UUD NRI tahun 1945). Visi dan Misi Prabowo-Hatta lebih dekat dan dapat menanggulangi permasalahan ini bangsa baik secara nasional dan internasional. Visi dan misinya lebih jelas dan kongkrit. Apalagi telah didukung jauh hari dengan 6 aksi program Partai Gerindra. Hal ini telah mengindikasikan bahwa jauh hari telah ada solusi tawar terhadap permasalahan bangsa. Ketakuatan jika terpilih sebagai presiden adalah kembalinya rezim otoriter orde baru. Hal ini adalah ketakutan yang berlebihan. Dengan pasangan Hatta Rajasa sebagai wakilnya dengan dukungan partai koalisi yang ada justru akan memperkuat Prabowo. Tidak mengembalikan orde baru, akan tetapi membersihkan praktek orde baru dengan kelebihan era reformasi akan digabung dan diramu menjadi satu. Dapat dibedakan waktu rezim orde baru dwi fungsi ABRI masih bersatu (TNI-POLRI), utusan daerah, dan suara Partai Golkar logis dapat dikatakan rezim otoriter karena eksekutif (presiden) mengatakan “A” maka “A” tersebut bakal terjadi. Semua suara di DPR akan mendukung. Sekarang pasca amademen konstitusi khususnya Pasal 5 dan 20A UUD NRI Tahun 1945 kekuatan legislatif dan eksekutif adalah sama. Tidak dapat saling menjatuhkan dan mendominasi. Jadi jika beranggapan bahwa rezim orde baru akan kembali, maka itu hanyalah asumsi dan a priori belaka.
Hasil perolehan kursi yang lolos parliementary threshold 3,5% (Pasal 208 UU No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR,DPD, dan DPRD) adalah 10 partai yaitu sebagai berikut: PDIP ada 109 kursi, Golkar ada 91 kursi, Gerindra ada 73 kursi, Demokrat ada 61 kursi, PAN ada 49 kursi, PKB ada 47 kursi, PKS ada 40 kursi, PPP ada 39 kursi, Nasdem ada 35 kursi, dan Hanura ada 16 kursi. Jumlah total yang sudah dapat dipastikan perang koalisi adalah sebagai berikut:
1.      Prabowo-Hatta dengan gerbong dari Gerindra, PPP,PAN,PKS,Golkar dan PBB (tidak lolos PT 3,5%, sehingga tidak dapat kursi di DPR) = 73+39+49+40+91= 292.
2.      Jokowi-Kalla dengan gerbong dari PDIP,Nasdem,PKB,dan Hanura = 109+35+47+16 = 207.
Misalkan saja Partai Demokrat merapat pada pasangan Prabowo-Hatta (90% jelas iya dan dapat dilihat dari tulisan saya sebelumnya) jadinya = 292+61 = 353. Hasilnya 207+ 353 adalah 560 sesuai dengan jumlah kursi yang ditentukan di DPR dan diperebutkan di 77 dapil se-Indonesia.
Melihat kondisi ini maka dogma eksekutif heavy dan legislatif heavy (Erman Rajagukguk, 2009: 47) menurut saya akan memberikan peranan dalam parlemen. Pasal 5 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 telah memberikan legitimasi terhadap presiden dalam membuat undang-undang dan kebijakan lainnya. Hal ini juga harus didukung dengan suara legislatif (Pasal 20A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945). Pertanyaannya adalah apakah akan senasib dengan SBY dengan konsep Sekretatis Gabungan (Setgab) dan saling sandra antar partai?. Melihat realitas dan gaya kepemimpinannya dari pasangan tersebut akan terhindar dari politik saling sandra. Apalagi dengan konsep terobosan tata negara dengan adanya “menteri utama” (terlepas perdebatan yang ada dari Pasal 17 UUD NRI Tahun 1945) manurut saya akan mampu memberikan hal beda dalam pemerintahan. Pasal 20A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 adanya hak dari DPR  berupa hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Hal ini jelas jika mayoritas suara di DPR tidak dominan akan menimbulkan kegoncangan pemerintahan.
Bukti historis dalam tata negara ketika suara minoritas dan terjadi perdebatan dengan mayoritas suara di DPR. Zaman Gus Dur terkait “hak interpelasi” adanya pembubaran Pembubaran departemen sosial dan departemen penerangan  (18 November 1999). Usulan dari semua fraksi kecuali PKB dan diterima. Zaman Megawati lepasnya pulau sipadan ligitan (24 Juni 2003) usulan semua fraksi kecuali PDIP dan diterima. Zaman SBY dukungan pemerintah atas resolusi PBB ttg isu nuklir Iran (5 Juni 2007) usulan dari Partai Demokrat ada 280 orang dan diterima. Kaitannya dengan “hak angket” di zaman Gus Dur adanya dana bulog dan sultan Brunei Buloggate dan Bruneigate (28 Agustus 2000). Usulan dari semua fraksi kecuali PKB dan PDKB. Zaman Megawati yaitu Divestasi PT Indosat (Januari 2003). Ususlan dari PBR,PKB,PDU 137 orang. Zaman SBY adanya penjualan tanker pertamina (7 Juni 2005) dan usulan dari semua fraksi dan diterima. Pengelolaan blok cepu (30 Mei 2006) yang mengancam nasional Indonesia. Hal kongkrit ini banyak membuat kerugian terhadap negara?Akankah terulang lagi dan kita mau melihat saja keadaan tersebut?
Hal tersebut telah terjawab oleh pasangan Prabowo-Hatta yang memiliki suara mayoritas di DPR agar tetap solid dan meminimalisir terjadinya konflik. Kebijakan dari pemerintah jika tidak dapat mendapat dukungan mayoritas suara DPR akan mengalami deadlock dan chaos. Pada pasangan ini kedua lembaga menadapat dukungan penuh dalam mengamankan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. Jalannya pemerintah akan relatif berjalan stabil.
Hal menarik perlu saya analisis adalah Pasal 4 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 terkait legalitas adanya wakil presiden sebagai pembantu presiden dalam menjalankan kewajibannya. Klausula nya adalah “dibantu” jadi wakil presiden hanya akan menjalankan kewajibannya jika sudah dapat mandat dari presiden. Kinerja antara keduanya akan memberikan dampak baik dan buruknya pada kestabilan pemerintah. Bagaimana dengan pasangan Jokowi-Kalla? Sudah banyak diketahui Jusuf Kall adalah pemimpin yang tegas, cepat bertindak dan eksekutor. Banyak kerja nyata yang telah diberikannya salah satuny adalah pengadaan gas LPG bagi masyarakat luas. Hal tersebut baik dan memang telah terbukti selama mendampingi SBY periode 2004-2009 mereka saling menutupi kekurangannya. Akan tetapi beda pasangan tentu juga akan beda impikasinya?Jokowi sendiri adalah satu tipe dengan Jusuf Kalla tipe eksekutor dan lapangan. Lalu bagaimana jika dalam pemerintahnnya hal tersebut akan terjadi dan saling mendominasi dan tidak mau ada yang ngalah?mengingat Jusuf Kalla sudah cerdas dalam mengambil celah sekecil apa pun dalam pemerintahan maka Jokowi akan banyak kecolongan kebijakan yang diambil alih dan pastinya akan tumpang tindih. Hal ini akan berdampak pada kebijakan secara nasional. Dengan demikian kestabilan pemerintah akan sulit terealisasi.
Lalu bagaimana dengan pasangan Prabowo-Hatta?. Prabowo dengan visi dan misi serta grand design kebangsaan yang luas dengan diderivatifkan dari alenia IV UUD NRI Tahun 1945 sebagai tujuan negara yang meliputi semua aspek kehidupan baik politik, ekosbud, dan hankam akan memberikan konsep yang jelas negara ini akan dibawa kemana?. Kongkritnya adalah dapat dilihat dari penyampaian visi dan misi ketika kampanye maupun debat berlangsung. Konsep kebangsaan yang besar tersebut akan diimbangi oleh pengalaman dalam bidang ekonomi khususnya oleh pasagannya Hatta Rajasa. Dengan demikian dogma “ekonomi kerakyatan” akan lebih dapat terealisasi dan jelas implikasinya. Dibawah ini adalah sebagian kecil kelebihan pasangan Prabowo-Hatta dalam berbagai bidang yaitu sebagai berikut:
Dalam bidang politik
Tujuan bernegara adalah dalam pembukaan alenia IV UUD NRI Tahun 1945 sebagai konsep kebangsaan. Prinsip demokrasi pasangan Prabowo-Hatta lebih jelas dan kongkrit grand design yang ditawarkan dalam mengatasi permasalahan bangsa. Visi dan misi kebangsaannya pun lebih tersistematis. Hal ini dapat dicermati dari visi dan misi yang ditawarkan. Selain itu juga dijabarkan dalam debat capres dan cawapres I. Dengan didukung mayoritas partai politik akan dapat meningkatkan keseimbangan di parlemen, sehingga antara Pasal 5 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 atas dominasi presiden dapat seimbang dengan Pasal 20 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 atas dominasi DPR.
Dalam bidang Ekonomi
Dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 terkait dengan ekonomi telah dikonsepkan dalam “ekonomi kerakyatan”. Substansi aturan tersebut bahwa pemerintah dapat sebagai “aktor dan regulator”. Konsep nasionalisasi asset dan telaah ulang renegoisasi atas perusahaan asing yang ada di Indonesia merupakan terbosan besar dalam merubah tata kelola perekonomian masyarakat. Keberanian ini terkadang mendapat pertentangan dari luar negeri yang akan menanamkan investasinya. Akan tetapi dengan visi dan misinya kepentingan perekonomian nasional tetap menjadi skala prioritas.
Dalam sosial, budaya dan pendidikan
Dalam Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 disebutkan jaminan adanya agar warga negara berhak adanya penghidupan yang layak dan pekerjaan. Hal ini telah dijamin dengan salah satunya penandatanganan kontrak politik dan komitmen dengan para buruh di GBK tentang penghapusan pekerja kontrak. Pasal 31 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 disebutkan dana pendidikan minimal 20% dianggarkan dari APBN dan APBD. Hal ini telah dijabarkan dalam visi dan misi wajib belajar 12 tahun dengan biaya negara, tunjangan serftifikasi guru, mengadakan alokasi Dana Perbaikan Kualitas Fasilitas Pendidikan 150 juta per sekolah. Selain itu alokasi dana 20 T selama periode 2014-2019.
Dalam bidang hukum
Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 disebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam kaitannya ini dari awal pencalonan telah berani mewacakan dalam upaya penegakan hukum khususnya dalam pemberantasan korupsi. Padahal isu korupsi masih sensitif untuk diperdebatkan karena ada beberapa mitra koalisi yang terindikasi tersangkut kasus korupsi. Akan tetapi dengan sudah ada etikad baik dalam upaya pemberantasan korupsi. Apalagi jika dikaitkan dengan adanya koboconran keuangan negara dan upaya menutupinya. Hal ini menurut saya logis dan demikian adanya. Hal ini telah jauh hari terkait bahanya korupsi keuangan baik dari APBN dan APBD telah saya kupas dalam buku perdana saya yang berjudul “Otonomi Daerah vs Gurita Korupsi APBD di Indonesia”, setebal 250 halaman. Terbit pada Juli 2013 dari Total Media Yogyakarta. Selain terkait kebocoran keuangan kinerja KPK dengan penambahan para penyidiknya yang masih terbatas juga menjadi titik fokus dalam upaya pemberantasan korupsi.
Dalam kajian selanjutnya saya mencoba membenturkan dengan teori sibernetika dari Talcot Parson. Dalam sibernetika dikatakan bahwa berbagai sub sistem dalam masyarakat yaitu politik, ekonomi, sosial dan kultur terikat menjadi satu dalam pola pengaturan sendiri secara otomatis (Satjipto Rahardjo,2009:73). Hal ini akan saling memberikan pengaruh dan antara yang satu dengan yang lain tidak dapat dispisahkan. Dengan demikian jika semua bidang dapat berjalan seimbang akan menghasilkan out put dogma kesesimbangan dalam sistem ketatanegaraan.

Penutup
Dengan berbagai pertimbangan, analisis baik secara tata negara dan politik serta demi kemajuan NKRI buat 5 tahun kedepan (karena semua kandidat adalah putra terbaik bangsa ini), maka menurut saya kemenangan pasangan Prabowo-Hatta sekitar 53% dan Pasangan Jokowi-Kalla sebesar 47%. Dengan demikian yang lebih baik untuk menempati sebagai R1-7 adalah Prabowo Subianto.
Demikianlah uraian dan prediksi saya terkait pilpres tahun 2014. Bersamaan ini pula sebagai sikap politik sebagai warga negara dalam menggunakan hak pilih saya yang telah dijamin dalam konstitusi (selama ini banyak pihak yang tanya kepada saya akan menentukan pilihan ke pasangan mana?. Menentukan pilihan bukan berarti “iya milih dan pokok e”, akan tetapi butuh kajian baik secara teoretis maupun praktis kondisi lapangan seperti apa? (telah diuji dengan rekan-rekan di berbagai daerah dan survey yang dilakukan dan di uji coba dengan dengan visi dan misi masing-masing capres dan cawapres) agar mendapatkan jawaban yang logis dan rasional dalam kepemimpinan nasional dan kemajuan NKRI. Tafsir 4 kali dan sedikit tulisan saya ini menurut saya lebih dari cukup buat menggambarkan siapa yang pantas sebagai R1-7. Jauh hari telah saya gambarkan secara umum kondisi NKRI baik dalam konteks tata negara dan politik lewat buku karangan ke-2 saya yang telah terbit jauh hari sebelum pileg tanggal 9 April tahun 2014 dimulai. Tepatnya pada tanggal 2 April 2014 buku saya launching. Judul buku tersebut adalah “Gejolak Politik Hukum Vs Dilematika Tata Negara Indonesia (Menuju 2014)”. Tebal 214. Terbitan dari Liberty Yogyakarta).
Berbeda pilihan bukan berarti berbeda tujuan dalam mengawal NKRI ini. Kita memiliki latar belakang keilmuan dan kapasitas masing-masing. Silahkan menentukan pilihan yang terbaik. Jika apa yang saya katakan benar dan sesuai dengan rekan-rekan semua maka sudah selayaknya dengan kapasitas masing-masing agar memberikan suara pada pasangan Prabowo-Hatta demi NKRI fase 5 tahun kedepan. Akan tetapi jika sebaliknya jika apa yang saya katakan belum sepaham dengan  rekan-rekan semua, maka beda bukan berarti tidak akan saling berdiskusi dan selalu memberikan kritikan dan masukan dalam mengawal NKRI ini. Ibarat menaburi garam dalam lautan hanya sebatas ini lah keilmuan saya. Ibarat menyelami lautan hanya sedangkal ini lah keilmuan saya. Ibarat bagian terkecil dari bintang yang ada di langit saya hanya bagian terkecil dari keilmuan ini. Maka dengan hati terbuka untuk selalu saling memberikan transfer ilmu dan tukar pendapat itu adalah jalan dan cara terkecil agar kita saling mengingatkan sebagai sahabat dan saudara seperjuangan bahwa sebesar ilmu kita tidak ada artinya dengan ilmu Allah SWT yang tidak terbatas dan tidak terlukiskan kata-kata maupun dijangkau oleh logika.
Sebagai bentuk tanggung jawab terkecil kita terhadap NKRI tercinta ini, maka gunakanlah hak pilih rekan-rekan semua. Jangan golput. Golput bukan solusi. Jika kondisi bangsa ini masih seperti ini, kenapa kita tidak ikut andil dengan hal terkecil dalam menggunakan hak pilih kita?.Bukan kah kita makan dan mancari penghidupan di negeri ini? Kenapa tidak memberikan sumbangsih dengan partisipasi ikut dalam pilpres mendatang?Jika kita merasa putra dan putri yang hidup di Indonesia, maka sudah sepatutnya kita gunakan hak konstitutional sebagai warga negara pada tanggal 9 Juli 2014 mendatang. Selamat menentukan pilihan.
Akhir kata mari bersama-sama dengan kapasitas masing-masing membangunkan Indonesia. Bersama-sama berbuat, bermanfaat,buat umat, bangsa, dan  negara.




No comments:

Designed By Mas Say