Melalui
produk hukum Undang-Undang No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi
Ras dan Etnis adalah salah satu legalitas yang diberikan oleh negara terhadap
warga negaranya. Setiap manusia berkedudukan sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa
karena dilahirkan dengan martabat, derajat, hak dan kewajiban yang sama. Pada
dasarnya, manusia diciptakan dalam kelompok ras atau etnis yang berbeda-beda
yang merupakan hak absolut dan tertinggi dari Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
demikian, manusia tidak bisa memilih untuk dilahirkan sebagai bagian dari ras
atau etnis tertentu. Adanya perbedaan ras dan etnis tidak berakibat menimbulkan
perbedaan hak dan kewajiban antar-kelompok ras dan etnis dalam masyarakat dan
negara
Kondisi
masyarakat Indonesia, yang berdimensi majemuk dalam berbagai sendi kehidupan,
seperti budaya, agama, ras dan etnis, berpotensi menimbulkan konflik. Ciri
budaya gotong royong yang telah dimiliki masyarakat Indonesia dan adanya
perilaku musyawarah/mufakat, bukanlah jaminan untuk tidak terjadinya konflik,
terutama dengan adanya tindakan diskriminasi ras dan etnis. Kerusuhan rasial
yang pernah terjadi menunjukkan bahwa di Indonesia sebagian warga negara masih
terdapat adanya diskriminasi atas dasar ras dan etnis, misalnya, diskriminasi
dalam dunia kerja atau dalam kehidupan sosial ekonomi. Akhir-akhir ini di
Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan,
perusakan, pembakaran, perkelahian, pemerkosaan dan pembunuhan. Konflik
tersebut muncul karena adanya ketidakseimbangan hubungan yang ada dalam
masyarakat, baik dalam hubungan sosial, ekonomi, maupun dalam hubungan
kekuasaan. Konflik di atas tidak hanya merugikan kelompok-kelompok masyarakat yang
terlibat konflik tetapi juga merugikan masyarakat secara keseluruhan. Kondisi
itu dapat menghambat pembangunan nasional yang sedang berlangsung. Hal itu juga
mengganggu hubungan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian dan keamanan
di dalam suatu negara serta menghambat hubungan persahabatan antarbangsa.
Dalam
sejarah kehidupan manusia, diskriminasi ras dan etnis telah mengakibatkan
keresahan, perpecahan serta kekerasan fisik, mental, dan sosial yang semua itu
merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Untuk mengatasi hal itu,
lahirlah Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Rasial, yang disetujui oleh Perserikatan Bangsa Bangsa melalui Resolusi Majelis
Umum PBB 2106 A (XX) tanggal 21 Desember 1965. Bangsa Indonesia sebagai anggota
Perserikatan Bangsa Bangsa telah meratifikasi konvensi tersebut dengan
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan International Convention
on The Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965 (Konvensi
Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965).
Selain meratifikasi, Indonesia juga mempunyai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.
Pancasila
sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar yang menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia yang tercermin dalam sila kedua, kemanusiaan yang adil
dan beradab. Asas ini merupakan amanat konstitusional bahwa bangsa Indonesia bertekad
untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi ras dan etnis. Dalam rangka
pengamalan Pancasila dan pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Indonesia pada dasarnya telah menetapkan peraturan
perundang-undangan yang mengandung ketentuan tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
ras dan etnis, tetapi masih belum memadai untuk mencegah, mengatasi, dan
menghilangkan praktik diskriminasi ras dan etnis dalam suatu undang-undang.
No comments:
Post a Comment