Undang-Undang
No.10 Tahun 2016 tentang Pemilukada sebagai perubahan kedua dari aturan
sebelumnya memiliki kekuatan dalam mencipatkan proses demokratisasi pemilukada
tahun 2017. Ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota
masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota
dipilih secara demokratis. Untuk mewujudkan amanah tersebut telah ditetapkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi
Undang-Undang.
Beberapa ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 dirasakan masih menyisakan sejumlah kendala
dalam pelaksanaannya. Di sisi lain, beberapa ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2015 perlu diselaraskan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi
sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut, antara lain: a. tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi,
antara lain terkait: 1) persyaratan atas
kewajiban bagi pegawai negeri sipil untuk menyatakan pengunduran diri sejak
penetapan sebagai pasangan calon pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota; 2) persyaratan atas
kewajiban bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk menyatakan pengunduran diri sejak
penetapan sebagai pasangan calon pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota; 3) persyaratan
terkait mantan terpidana dapat maju sebagai pasangan calon pada pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota jika telah mengumumkan kepada masyarakat luas bahwa yang bersangkutan
pernah menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum; 4) dihapusnya persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan
dengan petahana; 5) pengaturan terkait
pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
serta Walikota dan Wakil Walikota jika hanya terdapat 1 (satu) pasangan; b. penegasan terkait pemaknaan atas
nomenklatur Petahana untuk menghindari multitafsir dalam implementasinya; c. pengaturan mengenai pendanaan kegiatan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota
dan Wakil Walikota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan
dapat didukung melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; d. penyederhanaan penyelesaian sengketa
proses pada setiap tahapan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota agar keserentakan pencoblosan
maupun pelantikan dapat terjamin; e.
penetapan mengenai waktu pemungutan suara untuk pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota pada tahun
2020 dan 2024; f. pengaturan mengenai
pelantikan serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta
Walikota dan Wakil Walikota dilantik secara serentak oleh Presiden di ibu kota
Negara serta penegasan terkait waktu pelantikan agar selaras dengan kebijakan
penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
serta Walikota dan Wakil Walikota secara serentak, yang pelantikan tersebut
dilaksanakan pada akhir masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota sebelumnya yang paling
akhir; g. pengaturan sanksi yang jelas
bagi yang melakukan politik uang (money politic) dalam pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota; h. pengaturan terkait
pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau
Walikota dan Wakil Walikota yang diberhentikan.
No comments:
Post a Comment