Breaking News

19 January 2014

PRAHARA AWAS ANAS SERANG CIKEAS? (TELAAH THE OCTOPUS BEHAVIOUR THEORY)


KPK dalam menetapkan sebagai tersangka menggunakan Pasal 12 a UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK beranggapan sudah ada 2 alat bukti yang sah karena menerima hadiah atau janji ketika masih menjabat sebagai anggota DPR RI. Akan tetapi apakah sudah berdasarkan Pasal 183 KUHAP?jika yang disangkakan hanya pada gratifikasi mobil Toyota Harrier dari PT Adhi Karya?. Ini akan menjadi perdebatan dalam persidangan. Sprindik yang bocor apakah ada unsur kesengajaan atau kesalahn administrasi saja?.Hal ini bisa menjadi ranah pidana ketika ada unsur kesengajaan dengan maksud tertentu. Pelakunya juga dapat dipidanakan.
Polemik surat pemanggilan KPK pada Anas Urbaningrum terdapat dua kutub yang saling berbeda dalam menafsirkan KUHAP. Dalam perspektif PPI dkk menggunakan Pasal 112 ayat (1) yang berbunyi “Penyidik yang melakukan pemeriksaan dengan menyebutkan alasan panggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut”. Pihak mereka mempermasalahkan tentang  “panggilan secara jelas”, karena masih disebut dalam surat panggilan kasus Hambalang dan proyek lain. Proyek lain tidak identik dengan klasula “penggilan secara jelas”. Disisi lain pihak KPK menggunakan Pasal  51a KUHAP yang berbunyi “Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya waktu pemeriksaan dimulai”. Klausula pada “dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti” ini menurut saya akan menjadi gugur ketika pihak tersangka mengelak tidak mengerti. Akan tetapi ironi jika dari awal ditetapkan sebagai tersangka tidak mengerti pasal-pasal yang disangkakan. Buat apa menunjuk kuasa hukum jika tidak mengerti?.Ini adalah permainan bahasa hukum. Logika hukum, penafsiran, dan debat teori bisa terjadi pada tahapan ini. Kuatnya argumentasi yuridis dengan bungkusan logika filsafat yang akan menang. Hal ini juga akan menjadi debat argumentasi hukum awal pada proses hukum selanjutnya.
Pada 10 Januari 2014 Anas Urbaningrum resmi ditahan KPK. Apakah polemiknya kenapa datang sendiri tanpa didampingi kuasa hukumnya?. Kenapa alasan penahanan karena menerima uang 2 M pada waktu Kongres Partai Demokrat?Kenapa tidak disebutkan sejak awal bersamaan gratifikasi penetapan sebagai tersangka?. Dalam karyanya Sayfudin dalam buku perdana terbit Juli 2013 pada bagian yang mengupas tentang pola,modus dan gaya korupsi pejabat ada hal yang menarik untuk perlu dikaji bersama. Dapat dikaji pada (2013:244). Ia melahirkan konstruksi hukum dan penalaran teori baru dalam pidana. Ia beri nama “The Octopus Behaviour Theory” atau “Teori Gurita Bertindak”. Sebagai penjelasan secara umum adalah hewan gurita merupakan konteks paradigma filosofis metafisis kinerja dalam sebuah birokrasi yang korup. Adapun makna umum dalam teori ini adalah sebagai berikut: Otak gurita, merupakan para penguasa dalam sebuah birokrasi atau pihak atasan; Mata gurita, merupakan aturan formal (kamuflase tingkat 1) dalam melegalkan sebuah kebijakan publik atau pihak menengah; Kaki panjang gurita, merupakan aturan materiil (kamuflase tingkat 2) dalam melegalkan sebuah kebijakan publik atau pihak menengah; dan Kaki gurita, merupakan anak buah sebagai peserta dalam pengambilan kebijakan atau pihak bawahan.
Keempat komponen tersebuat akan saling bekerja sama dan akan saling mempengaruhi. Mereka tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Jika salah satu mesin tersebut tidak ada yang bekerja salah satu saja maka tidak dapat dikatakan teori ini akan berlaku dalam menganalisis sebuah kasus. Goal setting dari seluruh pergerakan komponen tersebut adalah “kinerja tim’ dan “tindakan dalam kamuflase hukum” yang dilakukan secara bersama-sama. Setiap tindakan-tindakan yang dilakukan hanyalah upaya menutupi kesalahan dengan pengeluaran kebijakan publik sebagai alasan pembenaran. Pembenaran akan menjadi hukum setelah mendapat tutup berupa payung hukum melewati kebijakan publik dari pihak eksekutif maupun legislatif.
Terlihat aneh dan janggal, akan tetapi uji teori tersebut sudah banyak terjadi dan validisasinya terbukti pada kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat yang korup khususnya di daerah. Bagaimana teori ini bekerja pada kasus Anas Urbaningrum?. Siapakah penguasa dalam lingkaran kasus yang menjeratnya? (Hambalang yang sudah dibuktikan oleh KPK dan proyek lain). Apa saja aturan formal dan materiilnya?.Menurut saya juga tidak kalah penting adalah siapa saja yang terlibat ikut secara berjamaah pada kasus tersebut?.
Pada fase pertama, dapat dikatagorikan para pengambil kebijakan teratas ini yaitu para pejabat di birokrat pemerintah sebagai legalisator tertinggi di masing-masing instansi. Presiden pada lembaga kepresidenan. Pimpinan Banggar DPR RI sebagai alat kelengkapan negara pada proses pencaiaran dana. Menteri keuangan pada dapartemen keuangan sebagai celah dilegalkannya uang negara dari APBN. Menteri pemuda dan olah raga karena aktivitas pada jeratan kasus korupsi ini melibatkan lembaga ini dan menjadi kewenangan di bawah instansi ini juga. Pada fase ini terkait siapa yang termasuk orangnya seperti dalam Pasal 55 KUHP yaitu “orang yang melakukan, yang menyuruh lakukan, turut serta melakukan, dan penganjur”. Dalam hal ini orang yang terlibat adalah SBY,Andi Malarangeng, Agus Martowardoyo, Wayan Koster, Kahar Muzakkir, dan Olly Dondokambey.
Pada fase kedua, dapat dikatagorikan sebagai aturan yang bersifat formil dan payung hukumnya yaitu berupa peraturan yang diambil dalam aturan konstitusi dan peraturan perundang-undangan. KUHP dan KUHAP masuk dalam katagori ini. UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK. UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada fase ketiga, dapat dikatagorikan sebagai aturan yang bersifat materiil dan payung hukumnya yaitu aturan yang lebih teknis dan peraturan pelaksana lainnya. Dapat juga berupa Peraturan Pemerintah, peraturan atau keputusan dari instansi pemerintah atau swasta. Dalam katagori ini dapat juga yang bersifat personal dari sebuah peraturan maupun dalam bentuk keputusan. Pada fase ini menurut saya dapat masuk dalam siklusnya peraturannya berupa Perpres No.54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/atau jasa pemerintah. Pada Pasal 7 sampai Pasal 11 disebutkan tentang kinerja dan siklus dari Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sumber dana utama adalah dari APBN.
Pada fase keempat,dapat dikatagorikan peserta tambahan dan ikut melaksanakan kesuksesan tindak pidana korupsi yaitu setiap orang yang terlibat pada fase kedua dan ketiga baik yang mengeluarkan maupun yang mendapatkan mandat dari atasannya. Katagori orang dalam fase ini dapat dilihat dalam Pasal 56 KUHP sebagai pembantu dalam melakukan kejahatan yaitu “orang yang sengaja melakukan kejahatan” dan “orang yang memberikan kesempatan,sarana, dan keterangan untuk melakukan kejahatan”.
Pada fase ini orang-orang yang dapat dikatakan terlibat adalah Anas Urbaningrum, Nazzarudin, Angielina Sondahk, Edie Baskoro, Syariah Sofiah (kepala badan perizinan Terpadu Kabupaten Bogor), Burhanudin (kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor), Achmad A. Ardiwinata (Pejabat Pembuat Komitmen kegiatan studi amdal tahun 2007), Yani Hassan (Kepala Dinas Tata Bangunan dan Permukiman Kabupaten Bogor), Joyo Winoto (Kepala Badan Pertanahan Nasional/BPN), Managam Manurung (Sestama dan Plt Deputi II BPN), Binsar Simbolon (Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah BPN), Erna Widayati (Staf Pengolah Data Deputi II BPN), Luki Ambar Winarti (Kepala Bagian Persuratan BPN), Wafid Muharam (Sekretaris Kemenpora), Dedy Kusdinar (Kabiro Perecanaan Kemenpora dan Pejabat Pembuat Komitmen), Anny Ratnawati (Dirjen Anggaran Kemenkeu), Mulia P Nasution (Sekjen Kemenkeu), Dewi Pudjiastuti Handayani (Direktur Anggaran II Kemenkeu), Sudarto (Kasubdit II E Ditjen Anggaran Kemenkeu), Rudi Hermawan (Kasie II E-4 Ditjen Anggaran Kemenkeu), Ahmad Maliq (Staf Seksi II E-4 Ditjen Anggaran Kemenkeu), Guratno Hartono (Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian PU), Dedi Permadi (Pengelola Teknis Kementerian PU), Wafid Muharam (Sekretaris Kemenpora), Wisler Manalu (Ketua Panitia Pengadaan Kemenpora), Jaelani (anggota Panitia Pengadaan Kemenpora), Bambang Siswanto (Sekretaris Panitia Pengadaan Kemenpora), Rio Wilarso (Staf Biro Perencanaan Kemenpora), M. Arifin (Komisaris PT Metaphora Solusi Global/MSG), Asep Wibowo (Manajer Marketing PT MSG), Husni Al Huda (staf PT Yodya Karya), Aman Santoso (Direktur PT Ciriajasa Cipta Mandiri/CCM), Mulyatno (Manajer Pemasaran PT CCM), Aditya Gautama (staf PT CCM), Rudi Hamarul (staf PT CCM), RM Suhartono (staf PT CCM), Yusuf Sholikin (staf PT CCM), Malemteta Ginting (Staf PT CCM sekaligus Team Leader Manajemen Konstruksi), Teguh Suhanta (staf PT Adhi Karya), R Isnanta (Kabag Keuangan Kemenpora), Teuku Bagus Muh Nur (Kepala DK-1, PT Adhi Karya sekaligus Kuasa KSO Adhi-Wika), Machfud Suroso (Dirut PT Dutasari Citralaras), R. Isnanta (Panitia Pemeriksa/Penerima Pengadaan Barang/Jasa Pada Pembangunan Lanjutan P3SON Hambalang), Teuku Bagus Nur (Kepala DK-I PT Adhi Karya sekaligus Kuasa KSO Adhi-Wika), Bu pur sebagai pihak yang ingin proyek hambalang 2,5 T dimenangkan.
Setiap orang yang terlibat wajib diperiksa dan dipanggil oleh KPK tanpa terkecuali SBY. Terlepas nanti terbukti atau tidak itu persoalan lain. Dalam teori ini kinerja tim dalam lingkaran birokrasi adalah pekerjaan berjamaah ketika melakukan kejahatan. Tidak mungkin sendiri-sendiri pasti melibatkan semua yang masuk dalam lingkaran birokrasi tersebut. Jika Anas Urbaningrum terlibat dan sah terbukti bersalah jelas tidak mungkin tidak ada orang yang bersertanya, artinya dari fase 1 dan 2 wajib diperiksa. Jika semua terbukti wajib masuk penjara semua. Berhubung proyek lain ini masih dalam pemeriksaan maka saya tidak memasukannya dalam telaah teori ini. Apa kemungkinan secara pidana yang dilakukan oleh Anas Urbaningrum? Ia harus membuktikan bahwa tidak menerima gratifikasi dengan pembuktian terbalik dan bukti-bukti secara tertulis atau dari saksi-saksi yang dihadirkan. Ia juga harus membantah dan membela diri dari setiap testimoni yang telah menyebutnya dalam keterlibatan kasus tersebut. Terakhir adalah apa berani memberikan kesaksian atas keterlibatan pata petinggi Partai Demokrat termasuk SBY dan putra mahkotanya Edie Baskoro karena sebelumnya telah disebut oleh Yulianis sebagai Justice Collaborator?. Ini adalah hal yang paling ditunggu publik.
Dalam kasus Hambalang banyak yang terlibat dari yang baru ditahan sampai penjatuhan vonis. Kaitannya ini saya hanya mengambil beberapa  contoh saja. Pada 20 April 2012 Nazarudin telah divonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda 200 juta. Ia dikenakan Pasal 12 b UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi .Angelina Sondahk pada 20 November 2012 di tingkat kasasi MA dari vonis 4 tahun 6 bulan menjadi 12 tahun penjara dan denda pengganti sebesar 74,4 M. Ia dikenakan Pasal 12a UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada 17 Oktober 2013 Andi Malaranging ditahan. Ia dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Anas Urbaningrum sama persis dengan jerat hukum dari Angelina Sondahk. Apakah vonisnya akan sama?atau justru akan ditambah dengan jeratan hukum pencucian uang mengingat ada proyek lain selain Hambalang?.Atau justru sebaliknya akan lebih ringan atau bebas mengingat perdebatan hukum dan pembuktian materiil di persidangan. Ingat ada beberapa jenis vonis seperti dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP dapat diputus “bebas” jika kesalahannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Selanjutnya pada Pasal 191 ayat (2) dapat diputus “lepas dari segala tuntutan hukum” jika perbuatannya bukan jenis tindak pidana. Hal ini juga sama dengan isi Pasal 38B ayat (6) UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

No comments:

Designed By Mas Say