Pertumbuhan ekonomi nasional dalam beberapa tahun terakhir
cenderung mengalami perlambatan yang berdampak pada turunnya penerimaan pajak
dan juga telah mengurangi ketersediaan likuiditas dalam negeri yang sangat
diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di sisi lain,
banyak Harta warga negara Indonesia yang ditempatkan di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, baik dalam bentuk likuid maupun nonlikuid, yang
seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah likuiditas dalam negeri yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Permasalahannya adalah bahwa sebagian dari Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut belum dilaporkan oleh pemilik Harta dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilannya sehingga terdapat konsekuensi perpajakan yang mungkin timbul apabila dilakukan pembandingan dengan Harta yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang bersangkutan. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan para pemilik Harta tersebut merasa ragu untuk membawa kembali atau mengalihkan Harta mereka dan untuk menginvestasikannya dalam kegiatan ekonomi di Indonesia.Selain itu, keberhasilan pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pembayaran pajak. Agar peran serta ini dapat terdistribusikan dengan merata tanpa ada pembeda, perlu diciptakan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum. Hal ini didasarkan pada masih maraknya aktivitas ekonomi di dalam negeri yang belum atau tidak dilaporkan kepada otoritas pajak. Aktivitas yang tidak dilaporkan tersebut mengusik rasa keadilan bagi para Wajib Pajak yang telah berkontribusi aktif dalam melaksanakan kewajiban perpajakan karena para pelakunya tidak berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan nasional.
Permasalahannya adalah bahwa sebagian dari Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut belum dilaporkan oleh pemilik Harta dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilannya sehingga terdapat konsekuensi perpajakan yang mungkin timbul apabila dilakukan pembandingan dengan Harta yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang bersangkutan. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan para pemilik Harta tersebut merasa ragu untuk membawa kembali atau mengalihkan Harta mereka dan untuk menginvestasikannya dalam kegiatan ekonomi di Indonesia.Selain itu, keberhasilan pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pembayaran pajak. Agar peran serta ini dapat terdistribusikan dengan merata tanpa ada pembeda, perlu diciptakan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum. Hal ini didasarkan pada masih maraknya aktivitas ekonomi di dalam negeri yang belum atau tidak dilaporkan kepada otoritas pajak. Aktivitas yang tidak dilaporkan tersebut mengusik rasa keadilan bagi para Wajib Pajak yang telah berkontribusi aktif dalam melaksanakan kewajiban perpajakan karena para pelakunya tidak berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan nasional.
Untuk itu, perlu diterapkan langkah khusus dan terobosan
kebijakan untuk mendorong pengalihan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sekaligus memberikan jaminan keamanan bagi warga negara
Indonesia yang ingin mengalihkan dan mengungkapkan Harta yang dimilikinya dalam
bentuk Pengampunan Pajak. Terobosan kebijakan berupa Pengampunan Pajak atas
pengalihan Harta ini juga didorong oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk
menyembunyikan kekayaan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
karena semakin transparannya sektor keuangan global dan meningkatnya intensitas
pertukaran informasi antarnegara.
Kebijakan Pengampunan Pajak dilakukan dalam bentuk pelepasan
hak negara untuk menagih pajak yang seharusnya terutang. Oleh karena itu, sudah
sewajarnya jika Wajib Pajak diwajibkan untuk membayar Uang Tebusan atas
Pengampunan Pajak yang diperolehnya. Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang
ini, penerimaan Uang Tebusan diperlakukan sebagai penerimaan Pajak Penghasilan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dalam jangka pendek, hal ini akan dapat meningkatkan
penerimaan pajak pada tahun diterimanya Uang Tebusan yang berguna bagi Negara
untuk membiayai berbagai program yang telah direncanakan. Dalam jangka panjang,
Negara akan mendapatkan penerimaan pajak dari tambahan aktivitas ekonomi yang
berasal dari Harta yang telah dialihkan dan diinvestasikan di dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari aspek yuridis, pengaturan kebijakan
Pengampunan Pajak melalui Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak sesuai dengan
ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
karena berkaitan dengan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, sanksi
administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan. Undang-Undang
ini dapat menjembatani agar Harta yang diperoleh dari aktivitas yang tidak
dilaporkan dapat diungkapkan secara sukarela sehingga data dan informasi atas
Harta tersebut masuk ke dalam sistem administrasi perpajakan dan dapat
dimanfaatkan untuk pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan di masa
yang akan datang.
Kebijakan Pengampunan Pajak seyogianya diikuti dengan
kebijakan lain seperti penegakan hukum yang lebih tegas dan penyempurnaan
Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang
tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta kebijakan strategis lain
di bidang perpajakan dan perbankan.
Dengan berpegang teguh pada prinsip atau asas kepastian
hukum, keadilan, kemanfaatan, dan kepentingan nasional, tujuan penyusunan
Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak adalah sebagai berikut: mempercepat
pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara
lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai
tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi; mendorong
reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta
perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan
terintegrasi; dan meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan
digunakan untuk pembiayaan pembangunan.
No comments:
Post a Comment