Bahwa manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa
akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang
baik dan yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku
dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu, maka manusia
memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Di
sampaing itu, untuk mengimbangi kebebasan tersebut manusia memiliki kemampuan
untuk bertanggungjawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Kebebasan dasar
dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada
manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang, Maha Esa. Hak-hak ini tidak
dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari
martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi
apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada
setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu
menjadi titik tolak, dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bemegara.
Sejalan dengan pandangan di atas, Pancasila sebagai
dasar negara mengandung pemikiran bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha
Esa dengan menyandang dua aspek yakni, aspek individualitas (pribadi) dan aspek
sosialitas (bermasyarakat). Oleh karena itu, kebebasan setiap orang dibatasi
oleh hak asasi orang lain. Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban
mengakui dan menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku bagi
setiap organisasi pada tataran manapun, terutama negara dan pemerintah, Dengan
demikian, negara dan pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati,
melindungi, membela, dan menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan
penduduknya tanpa diskriminasi. Kewajiban menghonnati hak asasi manusia tersebut,
tercennin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan
pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan
warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai
dengan agama dan kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran.
Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat
berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh
perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit,
budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin dan status sosial lainnya.
Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hakasasi
manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap
warga negara atau sebaliknya) maupun horizontal (antar warga negara sendiri)
dan tidak sedikit yang masuk dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia yang
berat (gross violation of human rights). Pada kenyataannya selama lebih lima
puluh tahun usia Republik Indonesia, pelaksanaan penghormatan, perlindungan,
atau penegakan hakasasi manusia masih jauh dari memuaskan. Hal tersebut
tercermin dari kejadian berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan, penganiayaan,
perkosaan, penghilangan paksa, bahkan pembunuhan, pembakaran rumah tinggal dan
tempat ibadah, penyerangan pemukaagama beserta keluarganya. Selain itu, terjadi
pula penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik dan aparat negara yang seharusnya
menjadi penegak hukum, pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat, tetapi justru
mengintimidasi, menganiaya, menghilangkan paksa dan/atau menghilangkan nyawa
No comments:
Post a Comment