Pajak dan ekonomi nasional tidak dapat dipisahkan
dengan yang lainnya. Pajak adalah penopang utama dalam pertumbuhan ekonomi
nasional. Dalam Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan
perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting dalam
membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945.
Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh manfaat
dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, karena mendapat sesuatu
hak dari kekuasaan negara, wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang
diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran
pajak.
Sebelum berlakunya Undang-undang ini, terhadap tanah yang tunduk pada hukum
adat telah dipungut pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Prp Tahun 1959 dan
terhadap tanah yang tunduk pada hukum barat dipungut pajak berdasarkan
Ordonansi Verponding Indonesia 1923, dan Ordonansi Verponding 1928. Di samping
itu terdapat pula pungutan pajak atas tanah dan bangunan yang didasarkan pada
Ordonansi Pajak Rumah Tangga 1908 serta lain-lain pungutan daerah atas tanah
dan bangunan.
Sistem perpajakan yang berlaku selama ini, khususnya
pajak kebendaan dan kekayaan telah menimbulkan tumpang tindih antara satu pajak
dengan pajak lainnya sehingga mengakibatkan beban pajak berganda bagi
masyarakat. Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Garis-garis Besar Haluan
Negara perlu diadakan pembaharuan sistem perpajakan yang berlaku dengan sistem
yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
serta memenuhi haknya di bidang perpajakan sehingga dapat mewujudkan dan
meningkatkan kesadaran kewajiban perpajakan serta meratakan pendapatan
masyarakat.
Oleh karena itu Ordonansi Pajak Rumah Tangga 1908,
Ordonansi Verponding Indonesia 1923, Ordonansi Verponding 1928, Ordonansi Pajak
Kekayaan 1932, Ordonansi Pajak Jalan 1942, Pasal 14 huruf j, huruf k, dan huruf
l Undang-undang Darurat Nomor 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak
Daerah, Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda), dan lain-lain peraturan perundang-undangan
tentang pungutan daerah sepanjang mengenai tanah dan bangunan perlu dicabut. Peraturan
Perundang-undangan lainnya terutama yang selama ini menjadi dasar bagi penyelenggaraan
pungutan oleh Daerah, khususnya seperti pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor
masih berlaku.
Dengan mengadakan pembaharuan sistem perpajakan
melalui penyederhanaan yang meliputi macam-macam pungutan atas tanah dan/atau
bangunan, tarif pajak dan cara pembayarannya, diharapkan kesadaran perpajakan
dari masyarakat akan meningkat sehingga penerimaan pajak akan meningkat pula. Obyek
Pajak dalam Undang-undang ini adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di
wilayah Republik Indonesia. Dalam memcerminkan keikutsertaan dan
kegotongroyongan masyarakat di bidang pembiayaan pembangunan, maka semua Obyek
Pajak dikenakan pajak. Dalam Undang-undang ini, bumi dan/atau bangunan yang
dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dikenakan Pajak. Penentuan
pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan atas Obyek Pajak yang digunakan oleh Negara
untuk penyelenggaraan pemerintahan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Hasil penerimaan pajak ini diarahkan kepada tujuan
untuk kepentingan masyarakat di daerah yang bersangkutan, maka sebagian besar
hasil penerimaan pajak ini diserahkan kepada
Pemerintah
Daerah. Penggunaan pajak yang demikian oleh daerah akan merangsang masyarakat
untuk memenuhi kewajibannya membayar pajak mereka yang sekaligus mencerminkan
sifat kegotongroyongan rakyat dalam pembiayaan pembangunan. Karena Pajak Bumi
dan Bangunan sebagian besar akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah maka
dirasakan perlu untuk menetapkan tempat-tempat pembayaran yang lebih mudah dan dekat
sehingga Pemerintah Daerah yang bersangkutan dapat segera memanfaatkan hasil penerimaan
pajak guna membiayai pembangunan di masing-masing wilayahnya. Tempat yang lebih
dekat tersebut adalah seperti Bank, Kantor Pos dan Giro serta tempat-tempat lain
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Bagi Wajib Pajak dimungkinkan memperoleh
pengurangan atas pembayaran pajaknya, karena sebab-sebab tertentu atau dalam
hal Obyek Pajak ditimpa bencana alam atau sebab lain yang luar biasa, sehingga
Wajib Pajak tidak mampu membayar hutang pajaknya.
No comments:
Post a Comment