Adanya
Undang-Undang No.33 Tahun 2004 adalah legitimasi dalam menata keuangan dan
hubungan harmonis antara pemerintah pusat dan daerah. Negara Kesatuan Republik
Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk
mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945. Dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerahdaerah kabupaten
dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Pasal
18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, Pasal ini
merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam penyelenggaraan
Otonomi Daerah dan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi atas
Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA merekomendasikan kepada Pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat agar melakukan perubahan yang bersifat mendasar dan
menyeluruh terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejalan dengan amanat TAP MPR tersebut
serta adanya perkembangan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Keuangan
Negara yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara, menyebabkan terjadinya perubahan yang bersifat mendasar dan menyeluruh
dalam sistem Keuangan Negara. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1999 perlu diperbaharui serta diselaraskan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk
mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah yang
diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut
menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa
pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung
jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Perimbangan keuangan antara
Pemerintah dan Pemerintahan Daerah mencakup pembagian keuangan antara
Pemerintah dan Pemerintahan Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan
transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan Daerah. Pemerintah
pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi distribusi, fungsi stabilisasi,
dan fungsi alokasi. Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih
efektif dan tepat dilaksanakan oleh Pemerintah, sedangkan fungsi alokasi oleh Pemerintahan
Daerah yang lebih mengetahui kebutuhan, kondisi, dan situasi masyarakat setempat.
Pembagian ketiga fungsi dimaksud sangat penting sebagai landasan dalam penentuan
dasar-dasar perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.
Dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan
pemerintahan kepada Daerah secara nyata dan bertanggung jawab harus diikuti dengan
pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil, termasuk
perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Sebagai daerah
otonom, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan tersebut dilakukan berdasarkan
prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas. Pendanaan
penyelenggaraan pemerintahan agar terlaksana secara efisien dan efektif serta untuk
mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang pemerintahan,
maka diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan
kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dibiayai dari
APBN, baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau
ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dan/atau Desa atau sebutan lainnya dalam rangka
Tugas Pembantuan. Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintahan Daerah
terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan
Lain-lain Pendapatan Yang Sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan
Daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil
pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah
dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan
asas Desentralisasi.
Dana
Perimbangan merupakan pendanaan Daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri
atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus
(DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai
kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan
pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan
pemerintahan antar-Daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan ini merupakan
sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.
No comments:
Post a Comment