Pendahuluan
Idealisme dan nasioalisme sering didengung-dengungkan oleh berbagai
kalangan khususnya dari para mahasiswa dan pemuda yang aktif di organisasi.
Idealisme bukan hanya sebuah perkataan atau sekedar wacana agar dibilang
mahasiswa dan pemuda yang memiliki “taring”. Idealisme ini adalah ruang khusus
dalam pemikiran mahasiswa dan pemuda. Ketika ruang tersebut kemasukan zat atau
pun pemikiran lain, maka saat itulah idealisme sering dipertanyakan. Salah
masuk ruang tersebut, maka idealisme tersebut berpeluang akan “tergadaikan” dan
bahkan akan “diperjualbelikan”. “Kejujuran” adalah salah satu langkah awal agar
istilah “tergadaikan” dan “diperjualbelikan” tidak akan muncul. Hal ini yang
menjadi sebab kegelisahan di hati Penulis selama ini. Bukan berarti Penulis
sudah mampu dan merasa bisa untuk merealisasikannya. Akan tetapi Penulis
mengajak kepada semua pihak bahwa idealisme ini merupakan tantangan besar dan
godaan akan menjadi “mulia” atau justru akan “terhina”.
Politik
organisasi atau politik institusi (karena wajib dan mutlak cerdas,bijak, dan
rasional) beda dengan politik praktis. Setiap pemimpin yang paham dengan tugas
dan wewenangnya pasti akan menggunakan logika berpolitik institusi karena dia
paham lawan-lawannya adalah para pemain dan lobying
dalam politik praktis. Politik organisasi atau politik institusi ada space nya masing-masing. Salah satu
batas dari idealisme yang terkadang gagal dalam memahami adalah ketika
dihadapkan dengan posisi antara “politik organisasi atau politik institusi” vs
“politik praktis”.
Tempaan
mahasiswa dan pemuda akan lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan proses
idealisme yang dibawa sebagai “jalan terang”. Diantara samping kanan dan kiri
“jalan terang” tersebut ada sisi gelap dan bahkan ada ranjau-ranjau yang setiap
saat dapat meledak. Ketika proses jalan pun terkadang pesakitan dan ujian
kemiskinan selalu menyelimuti. Dalam diri mahasiswa dan pemuda sejatinya telah
tumbuh dan berkembang secara alamiah untuk menjadi seorang pemimpin. Pemimpin
tentunya identik dengan tugas dan wewenang yang dimilikinya sebagai pimpinan
baik di dalam organisasi di semua jenjang dan jenis,lembaga dan/atau LSM.
Pemimpin tentunya tidaklah serta merta menjadi seorang pemimpin tanpa melalui
proses dan perjalanan panjang. Regenerasi dalam dalam organisasi di semua
jenjang dan jenis,lembaga dan/atau LSM menjadi momentum untuk mengawali setiap
peranan mahasiswa dan pemuda untuk tampil menjadi pemimpin. Menjadi mahasiswa
adalah sebagian proses menjadi seorang pemuda dan merupakan langkah awal untuk
menjadi pemimpin. Proses pencarian jati diri biasanya diawali ketika menjadi
mahasiswa. Perbedaan lingkungan sebelum kuliah dan karakter temah kuliah yang
berbeda-beda akan menjadikan titik awal proses penyesuain diri. Hal tersebut
pasti diikuti dengan eratnya perbedaan ras,agama,suku,bahasa dan lain
sebagainya yang menjadikan proses pergaulan akan terpengaruh pada hal-hal yang
baru. Pergaulan yang positif dan negatif akan menjadi pertaruhan bagi seorang
mahasiswa. Prinsip dan pedoman hidup khsusunya ajaran agamanya masing-masing
sangat diperlukan untuk membentangi diri masing-masing agar tidak terjerumus ke
dalam pergaulan yang negatif Jiwa kepemimpinan tersebut tentunya akan dijadikan
sebagai bekal untuk mempersiapkan kepimpinan nasional yang jauh lebih besar
dengan tanggung jawab yang besar juga. Pemimpin nasional tentunya tidak serta
merta menjadi seorang pemimpin tanpa melalui proses panjang dari bawah terlepas
jalan yang berbeda-beda.
Menurut
Prof. Dr. Mustopadidjaja bahwa kepemimpinan
nasional
diartikan sebagai sistem kepemimpinan dalam rangka
penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsameliputi berbagai unsur dan
srtuktur kelembagaan yang berkembang dalam kehidupan pemerintahan
negara dan masyarakatyang berperan mengemban misi perjuangan mewujudkan
cita-cita dan tujuan bangsa sesuai dengan posisi masing-masing dalam pemerintahan
dan masyarakat
mernurut niali-nilai kebangsaan dan perjuangan yang
diamanatkan konstitusi negara. Secara struktural kepemimpinan nasional
terdiri dari pejabat lembaga-lembaga pemerintahan negara dan pemimpin
lembaga-lembaga yang berkembang dalam masyarakatyang secara fungsional berperan
dan berkewajiban memimpin orang dan lembaga yang dipimpinnya dalam upaya
mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara. Pemimpin nasional
adalah sosok yang mampu memahami kebutuhan dan aspirasi rakyat Indonesia secara
keseluruhan dan menghayati nilai-nilai yang berlakuagar mempunyai kemampuan
memberi inspirasi kepada bangsa Indonesiadan mempunyai visi yang sesuai dengan
cita-cita bangsa Indonesia [1].
Out put
kongkrit dari lulusnya idealisme tersebut adalah memahami demokratisasi.
Demokrasi adalah salah satu ruang bebas setelah pengekangan dalam ruang sempit
dan penuh kegelapan. Demokrasi memang tercermin dalam keadaan bagaimana dan
seperti apa untuk bernegara. Demokrasi dalam makna yang lebih luas tidak hanya
dalam bernegara. Akan tetapi juga dapat dipraktekan dalam institusi lain selain
yang ada hubungannya dengan semangat idealisme. Praktek berdemokrasi jika
dilandasi dengan sifat idealisme kuat akan melahirkan karakter negarawan. Sifat
negarawan sangatlah penting guna menopang keberlangsungan bernegara. Para
pemimpin negeri ini kebanyakan lahir dari partai politik dan hal itu wajar
karena bagian dari infra struktur politik adalah adanya partai politik. Dalam
partai politik itu adalah rumah dan tempaan tersendiri agar sifat negarawan
lahir, tumbuh dan berkembang. Sifat negarawan pada fase ini juga dipertaruhkan.
Sifat negarawan terkadang digadaikan dan lebih mementingkan kepentingan partai
atau kelompoknya. Baju boleh dari partai politiknya, akan tetapi jika sudah
dibenturkan dengan urusan rakyat dan bernegara, maka baju harus ditanggalkan
dan bahkan jangan dipakai lagi. Maka pada fase ini proses bernegara dengan
negarawan akan terbukti demi tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang bermartabat dan berdaulat.
Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah bagian dan
sesuatu hal yang telah melekat pada diri seorang pemimpin. Dalam konteks ini
bahwa pemimpin tentunya sangat berbeda dengan kepemimpinan. Pemimpin adalah
pelakunya. Sedangkan kepemimpinan adalah proses dari bagi pelaku tersebut.
Pemimpin dan kepemimpinan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara
yang satu dengan lainnya. Semuanya saling akan memberikan pengaruh. Dalam
telaah lanjut Penulis memberikan makna baik pemimpin atau kepemimpinan dari
berbagai sumber. Hal ini Penulis jadikan sebagai rujukan awal dalam kajian
akademis. Walaupun demikian tentang kepemimpinan dan pemimpin juga memiliki
pandangan yang berbeda dari berbagai sumber yang ada dan bahkan dari berbagai
tokoh yang ada.
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin
kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah melakukannya dalam kerja dengan praktik
seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi.Dalam
hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan
pengajaran atau instruksi[2].Kepemimpnan adalah keterampilan dan kemampuan
seseorang mempengaruhi perilaku orang lain, baik yang kedudukannya lebih tinggi
maupun lebih lebih rendah daripada nya dalam berfikir dan bertindak agar
perilaku yang semula mungkin individualistik dan egosentrik berubah menjadi
perilaku organisasional[3].
Pemimpin
adalah orang yang memimpin kelompok dua orang atau lebih, baik organisasi
maupun keluarga. Sedangkan kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpin untuk
mengendalikan, memimpin, mempengaruhi fikiran, perasaan atau tingkah laku orang
lain untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya[4].Pemimpin terdiri dari pemimpin formal (formal leader) dan pemimpin informal (informal leader). Pemimpin formal adalah seorang (pria
atau wanita) yang oleh organisasi tertentu (swasta atau pemerintah) ditunjuk
(berdasarkan surat-surat keputusan pengangkatan dari organisasi yang
bersangkutan) untuk memangku sesuatu jabatan dalam struktur organisasi yang ada
dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya untuk mencapai
sasaran-sasaran organisasi tersebut yang ditetapkan sejak semula. Sedangkan
kepemimpinan adalah merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang
yang memimpin yang tergantung dari macam-macam faktor, baik faktor intern
maupun faktor ekstern[5].
Dengan
demikian menurut Penulis anasir dalam kepemimpinan wajib dapat memenuhi unsur
sebagai berikut:
a.
Adanya
seorang pemimpin;
b.
Adanya
yang dipimpin
c.
Adanya
suatu wadah organisasi dan/atau dengan sebutan lainnya;
d.
Adanya
hak dan kewajiban masing-masing pihak;
e.
Adanya
tujuan yang tercermin dalam visi dan misi; dan
f.
Adanya
suatu cara atau metode.
Gaya kepemimpinan
Dalam mencapai tujuan dalam kepemimpinan untuk dapat
menguasai atau mempengaruhi serta memotivasi orang lain, maka dalam penerapan
Manajemen Sumber
Daya
Manusia lazimnya digunakan 4 (empat) macam gaya kepemimpinan yairu sebagai
berikut[6]:
a.
Democratic Leadership adalah suatu
gaya kepemimpinan yang menitikberatkan kepada kemampuan untuk menciptakan moral
dan kemampuan untuk menciptakan kepercayaan;
b.
Dictatorial atau Autocratic Leadership yakni suatu gaya leadership yang menitikberatkan kepada
kesanggupan untuk memaksakan keinginannya yang mampu mengumpulkan
pengikut-pengikutnya untuk kepentingan pribadinya dan/atau golongannya dengan
kesediaan untuk menerima segala resiko apapun;
c.
Paternalistic Leadershipyakni bentuk antara
gaya pertama (democratic) dan kedua (dictatorial) diatas. Yang pada dasarnya
kehendak pemimpin juga harus berlaku, namun dengan jalan atau melalui
unsur-unsur demokratis. Sistem dapat diibaratkan diktator yang berselimutkan
demokratis; dan
d.
Free Rein Leadership yakni salah satu gaya
kepemimpinan yang 100% menyerahkan sepenuhnya seluruh kebijakan pengoperasian
Manajemen Sumber Daya Manusia kepada bawahannya dengan hanya berpegang kepeda
ketentuan-ketentuan pokok yang ditetapkan oleh atasan mereka. Pimpinan disini
hanya sekedar mengawasi dari atas dan menerima laporan kebijaksanaan pengoperasian
yang telah dilaksanakan oleh bawahannya.
Dalam
perkembangan dan dinamika yang terjadi menurut Penulis terdapat banyak
perubahan baik dari arti atau penerapan tentang gaya kepemimpinan. Perkembangan
tersebut juga dikenal dengan kepemimpinan transformasional. Terdapat 4 faktor untuk dalam mempengaruhi atau menuju
kepemimpinan tranformasional yaitu idealized
influence, inspirational motivation,
intellectual stimulationdan individual consideration.Berdasarkan
hasil kajian literatur yang dilakukan seseorang yang dapat menampilkan
kepemimpinan transformasional ternyata dapat lebih menunjukkan sebagai seorang
pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik.Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan,
mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi dan bawahan harus
menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya. Pemimpin transformasional
merupakan pemimpin yang kharismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis
dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga
harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya
serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada
apa yang mereka butuhkan. Pemimpin transformasional harus mampu membujuk para
bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri
demi kepentingan organisasi yang lebih besar. Pemimpin transformasional
mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi
bawahan dengan cara yang intelektual dan menaruh parhatian pada
perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Keberadaan para pemimpin
transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi
maupun pada tingkat individu[7].
Seorang pemimpin adalah pada hakikatnya
pemimpin bagi dirinya sendiri. Dia bukanlah hasil karya dari orang lain karena
secara lahiriah dan kodrat setiap manusia telah ditakdirkan dan diberikan
tanggung jawab sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri. Dengan berbekal inilah
tentunya seorang pemimpin akan memiliki cara tersendiri dalam memimpin. Berawal
dari cara inilah sebenarnya dapat terlihat bagaimana karakteristik atau
kepribadian yang dimilikinya. Kepribadian dalam awal-awal kepempinan akan
berbanding lurus atau linear dengan kepribadian yang dimiliki. Seriring proses
waktu yang berjalan tentunya kepribadian tersebuat akan sulit dibedakan antara
kepribadian yang sesungguhnya ketika bersamaan dengan cara kepemimpinan yang
dilakukan. Berawal dari “cara” akan berubah dengan “sikap” yang akan menjadi
salah satu ukuran bagi seseorang dalam melakukan proses kepemimpinan. Sikap
inilah yang akan menjadikan topeng bahkan kemunafikan jika tidak berhati-hati
dan bijak dalam bersikap. Tentunya ketika sudah melewati proses “cara” dengan
berubah ke “sikap” inilah yang menjadi fase sebenarnya “gaya kepemimpinan” dari
seseorang akan terbentuk seperti apa. Pada fase “sikap” inilah seorang
pempimpin dituntut untuk selalu tetap menjadi diri sendiri. Perlu diketahui
bahwa memang dalam memberikan kebijakan-kebijakan tertentu butuh sikap yang
“cerdas dan bijak” serta “benar” caranya agar semua produk kebijakan yang
dihasilkan tidak menimbulkan pro dan kontra yang lebih besar. Dalam bersikap
inilah tentunya adakalanya ada “hal yang perlu ditutupi” dan tidak semua
diberikan penjelasan terbuka pada orang yang dipimpin. Ada yang perlu dibuka
dan ada yang memang harus ditutupi. Dengan sikap menutupi bukan berarti
bersikap tidak jujur atau memutarbalikan fakta atau bahkan melakukan rekayasa.
Sikap menutupi dimaksudakan agar dapat tercipta keadilan dalam hasil kebijakan
yang dikeluarkan. Pasa fase inilah yang menurut Penulis akan menimbulkan
konflik pribadi dari seorang pemimpin. Dengan demikian proses pendewasaan dari
seorang pemimpin akan diuji dan akan diihat kualitasnya dengan kebijakan yang
akan dan telah diambil. Pada fase inilah timbul munafik atau bukan?tentunya
setiap kebijakan selain dicapai dengan musyarawah mufakat pasti akan melahirkan
pro dan kontra. Hal tersebut adalah wajar dan wajib dipahami dan diterima oleh
semua pihak khususunya bagi orang yang dipimpin.
Pada proses internalisasi dengan konflik
yang demikian tentunya seorang pemimpin wajib terus melakukan instropeksi diri
agar baik dan buruk kebijakan yang telah diambil dapat dipertanggung jawabkan
tidak hanya dalam waktu jangka pendek, akan tetapi juga dalam masa panjang.
Setelah melalui proses internalisasi yang panjang sudah waktunya untuk
aktualisasi diri dengan kebijakan-kebijakan yang akan dikelaurkan. Produk
kebijakan ini lah yang menurut Penulis menjadi parameter utama tentang “gaya
kepemimpinan”. Setiap pemimpin akan melahirkan sejarah tersendiri. Hal ini
disebabkan karena keadaan dan karakteristik orang-orang yang dipimpin tidaklah
beda dengan pemimpin terdahulu atau di masa yang akan datang sekalipun.
Kalaupun gaya kepimpinan seseorang identik atau meniru seseorang apakah
boleh?.Tentunya tidak ada aturan manapun yang melarang agar tidak
memperbolehkan hal tersebut. Identik atau meniru dengan gaya kepimpinan ada
sah-sah saja dengan syarat ada batas-batas tertentu dengan tidak mereduksi
sifat asli kepemimpinan yang dilakukan. Pedoman, prinsip dan keyakinan yang
telah didapatkannya jangan sampai berubah atau bahkan hilang sama sekali. Jika
hal itu terjadi maka dapat dikatakan seseorang “plin-plan” dalam bersikap
sebagai pemimpin. Dengan demikian menurut Penulis batu uji dari gaya
kepemimpinan seseorang adalah dapat terlihat yaitu sebagai berikut:
a.
Proses internalisasi dari pemimpin;
b.
Pedoman,prinsip dan keyakinan dari
pemimpin;
c.
Karakteristik kepribadian yang
dipimpin;dan
d.
Waktu peridiosasi dari kepepimpinan.
Kepemimpinan dan organisasi
Dalam menjalani praktek kepemimpinan
tentunya tidaklah mudah dan memerlukan wadah untuk merealisasikan hal tersebut.
Praktek disini jangan dimaknai hanya sekedar coba-coba atau hanya sekedar
memanfaatkan waktu laung daripada tidak ada kegiatan lain. Jika sudah
mendapatkan amanah wajib dengan segera menanamkan bahwa kita adalah pemimpin
dan memiliki tanggung jawab yang besar karena melibatkan banyak orang yang akan
dipimpin. Opportunity never comes twice
and better later than never?. Itulah yang menurut Penulis untuk
menggambarkan keadaan pemimpin yang baru
menyadari bahwa dirinya adalah pemimpin. Kesempatan tidak akan pernah datang
untuk kedualinya dan lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Kepemimpinan dapat lahir dari sekedar forum diskusi atau sebuah komunitas
tertentu. Forum atau komunitas-konunitas tersebut adalah wadah yang paling
kecil untuk merealisasikan tentang kepemimpinan.
Kepemimpinan dalam sebuah organisasi
kampus baik ekstra maupun intra tentunya cara berpikirnya adalah dengan
intelektual denagan semangat akademis yang tertanam di dalam jiwa. Hal yang
tentunya akan berbeda substansi jika wadah organisasinya dalam ruang lingkup
masyarakat. Cara berpikir dan pola pikir dalam ruang lingkup kampus tentunya
jauh berbeda dengan keadaan yang ada di dalam masyarakat. Baik di dalam
lingkungan kampus atau masyarakat ada yang berbentuk formal dan bukan. Dalam
keadaan ini tentunya juga membutuhkan jiwa kepemimpinan yang berbeda baik
dengan pola pikir maupun cara menyikapinya.
Proses puncak dari diri seseorang yang
telah memiliki jiwa kepemimpinan adalah mampu memberikan konstribusi bukan lagi
dalam ruang lingkup kampus atau masyarakat, akan tetapi sudah berbicara
nasional atau Indonesia. Berbicara Indonesia tentunya berbicara tentang
kepemimpinan nasional. Kepemimpinan nasional dapat meliputi di lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Siapa pun yang mampu menempati pos-pos
dalam jenjang struktural tersebut tentunya sudah melalui tahapan yang
dilaluinya baik dahulu dalam ruang lingkup kampus,masyarakat atau lokal.
Kuncinya adalah mampu memberikan manfaat bagi masyarakat dengan kapasitas dan
kelilmuan masing-masing. Ide-ide dan gagasan serta pencerahan bagi setiap
permasalahan bangsa wajib menjadi skala prioritas.
Tantangan mahasiswa dan pemuda dalam
mempertahankan idealisme adalah pemenang sebagai pejuang atau penghianat
sebagai pecundang adalah pertaruhan yang tentunya tidak lepas ketika dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya. Sifat oportunis dan skeptis terhadap persoalan yang dihadapi adalah awal rapuhnya
idealisme yang dimiliki mahasiswa dan pemuda. Dalam sebuah analogi Penulis
sebutkan yaitu sebagai berikut:
“Waktu
ujian,cobaan,dan rintangan datang sebagai badai besar, maka kebanyakan orang
akan membangun kincir angin hanya dengan niat dan tujuan demi kemanfaatan
pribadinya sendiri. Badai yang datang dianggap akan memberikan keuntungan dan
manfaat yang besar jika dengan cepat dibangun kincir angin. Itulah yang disebut
sebagai “pecundang”. Berbeda halnya dengan pemikiran orang dengan sekuat
tenaga,pemikiran bijak dan rasional dengan rasa optimistis akan membangun
tembok besar kokoh dan kuat agar badai yang datang tidak merusak yang ada.
Orang tersebut rela jika waktu membangun tembok tersebut akan terkena hempasan
badai yang penting orang-orang yang ada disekitarnya aman. Itulah yang disebut
sebagai “pejuang”.
Penutup
Dalam diskusi-diskusi ilmiah sebagai
penutup fase betapa pahitnya mempertahankan sebuah idealisme bagi kalangangan
mahasiswa dan pemuda khususnya dalam menjaga amanah dari seorang pemimpin Penulis
mencoba gambarkan dan analogikan yaitu sebagai berikut:
Kalimat
ini sering Penulis gunakan sebagai awal dalam mengisi diskusi-diskusi dan
seminar-seminar yaitu sebagai berikut:
“Jangan pernah
menjadi loyalis-loyalis buta sebagai awal lahirnya sifat penghianat dan
penjilat terhadap intelektual muda serta menggadaikan idealisme dengan menutup
mata akan makna kebenaran. Jika salah katakan salah dan jika benar maka jangan
takut bersuara demi kebenaran dan keadilan dengan cerdas,bijak dan rasional.
Idealisme bukan lagi persoalan akan dapat apa, akan tetapi kenapa dan bagaimana
kewajiban itu dilaksanakan dengan baik dan benar”.
Daftar
Pustaka
Sumber
buku
Ermaya Suradinata. 1995. Psikologi Kepegawaian dan Peranan Pimpinan Dalam
Motivasi Kerja. Bandung:CV Ramadan.
Hendri Tanjung dkk. 2003. Manajemen Motivasi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana
Indonesia
Siagian, S. P. 1982. Administrasi Pembangunan. Jakarta:Gunung Agung.
Winardi. 1990. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta:PT. Rineka Cipta.
Sumber
internet
Anonim. 2015. Kepemimpinan,
dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan/diakses
pada tanggal 5 Oktober 2015 pukul 03.00 WIB
Anonim. 2015. Kepemimpinan
di Indonesia, dalam https://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/12/konsep-kepemimpinan-di-indonesia/diakses
pada tanggal 5 Oktober 2015 pukul 07.00 WIB
[1]Anonim. 2015. Kepemimpinan di Indonesia, dalam https://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/12/konsep-kepemimpinan-di-indonesia/diakses pada tanggal 5 Oktober 2015 pukul 07.00 WIB
[2]Anonim. 2015. Kepemimpinan, dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan/diakses pada tanggal 5 Oktober 2015 pukul 03.00 WIB
[3]Siagian, S. P. 1982. Administrasi Pembangunan (Jakarta:Gunung
Agung, hal.12)
[4]Ermaya Suradinata .
1995. Psikologi Kepegawaian dan Peranan
Pimpinan Dalam Motivasi Kerja (Bandung:CV Ramadan, hal.11)
[5]Winardi. 1990. Kepemimpinan Dalam Manajemen (Jakarta:PT.
Rineka Cipta, hal. 32)
[6]Hendri Tanjung dkk. 2003. Manajemen
Motivasi (Jakarta: Penerbit PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, hal. 23)
[7]Anonim. 2015. Kepemimpinan, dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan/diakses pada tanggal 5 Oktober 2015 pukul 03.00 WIB
No comments:
Post a Comment