Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan
tersebut, maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal 24 ayat
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa
kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan,
khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Perubahan tersebut antara lain
menegaskan bahwa: kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Mahkamah
Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang
Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia
Tahun 1945. Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim.
Pada
dasarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman telah
sesuai dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 di atas, namun substansi Undang-Undang tersebut belum mengatur secara
komprehensif tentang penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, yang merupakan
kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan
Selain
pengaturan secara komprehensif, Undang-Undang ini juga untuk memenuhi putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU/2006, yang salah satu amarnya telah
membatalkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut juga telah membatalkan
ketentuan yang terkait dengan pengawasan hakim dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Sehubungan dengan hal tersebut, sebagai
upaya untuk memperkuat penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dan mewujudkan
sistem peradilan terpadu (integrated justice system), maka Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai dasar penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman perlu diganti.
Hal-hal
penting dalam Undang-Undang ini antara lain sebagai berikut: a. Mereformulasi
sistematika Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
terkait dengan pengaturan secara komprehensif dalam Undang-Undang ini, misalnya
adanya bab tersendiri mengenai asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Pengaturan
umum mengenai pengawasan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. c. Pengaturan umum
mengenai pengangkatan dan pemberhentian hakim dan hakim konstitusi. d.
Pengaturan mengenai pengadilan khusus yang mempunyai kewenangan untuk
memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk
dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung.
Pengaturan mengenai hakim ad hoc yang
bersifat sementara dan memiliki keahlian serta pengalaman di bidang tertentu
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara. f. Pengaturan umum mengenai
arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. g.
Pengaturan umum mengenai bantuan hukum bagi pencari keadilan yang tidak mampu
dan pengaturan mengenai pos bantuan hukum pada setiap pengadilan. h. Pengaturan
umum mengenai jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi.
No comments:
Post a Comment