Hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah dapat
dirunut dari alinea ketiga dan keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Alinea ketiga memuat pernyataan kemerdekaan bangsa
Indonesia. Sedangkan alinea keempat memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan
kemerdekaan, yang pertama kali dibentuk adalah Pemerintah Negara Indonesia
yaitu Pemerintah Nasional yang bertanggung jawab mengatur dan mengurus bangsa
Indonesia. Lebih lanjut dinyatakan bahwa tugas Pemerintah Negara Indonesia
adalah melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Selanjutnya Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan
yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai Negara kesatuan adalah
dibentuknya pemerintah Negara Indonesia sebagai pemerintah nasional untuk
pertama kalinya dan kemudian pemerintah nasional tersebutlah yang kemudian
membentuk Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian Pasal
18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus
sendiri Urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan
diberikan otonomi yang seluas-luasnya.
Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui
otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan
daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan
dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pemberian otonomi yang seluas-seluasnya kepada
Daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan. Dalam negara kesatuan kedaulatan
hanya ada pada pemerintahan negara atau pemerintahan nasional dan tidak ada
kedaulatan pada Daerah. Oleh karena itu, seluas apa pun otonomi yang diberikan
kepada Daerah, tanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemerintahan Daerah akan
tetap ada ditangan Pemerintah Pusat. Untuk itu Pemerintahan Daerah pada negara kesatuan
merupakan satu kesatuan dengan Pemerintahan Nasional. Sejalan dengan itu,
kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh Daerah merupakan bagian integral
dari kebijakan nasional. Pembedanya adalah terletak pada bagaimana memanfaatkan
kearifan, potensi, inovasi, daya saing, dan kreativitas Daerah untuk mencapai
tujuan nasional tersebut di tingkat lokal yang pada gilirannya akan mendukung pencapaian
tujuan nasional secara keseluruhan.
Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus Daerahnya sesuai aspirasi dan
kepentingan masyarakatnya sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum
nasional dan kepentingan umum. Dalam rangka memberikan ruang yang lebih luas
kepada Daerah untuk mengatur dan mengurus kehidupan warganya maka Pemerintah
Pusat dalam membentuk kebijakan harus memperhatikan kearifan lokal dan sebaliknya
Daerah ketika membentuk kebijakan Daerah baik dalam bentuk Perda maupun
kebijakan lainnya hendaknya juga memperhatikan kepentingan nasional. Dengan
demikian akan tercipta keseimbangan antara kepentingan nasional yang sinergis
dan tetap memperhatikan kondisi, kekhasan, dan kearifan lokal dalam penyelenggaraan
pemerintahan secara keseluruhan.
Pada hakikatnya Otonomi Daerah diberikan kepada
rakyat sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan untuk
mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan yang diberikan oleh Pemerintah
Pusat kepada Daerah dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh kepala daerah dan
DPRD dengan dibantu oleh Perangkat Daerah. Urusan Pemerintahan yang diserahkan
ke Daerah berasal dari kekuasaan pemerintahan yang ada ditangan Presiden.
Konsekuensi dari negara kesatuan adalah tanggung jawab akhir pemerintahan ada ditangan
Presiden. Agar pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah
berjalan sesuai dengan kebijakan nasional maka Presiden berkewajiban untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah.
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan
dibantu oleh menteri negara dan setiap menteri bertanggung atas Urusan Pemerintahan
tertentu dalam pemerintahan. Sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi tanggung
jawab menteri tersebut yang sesungguhnya diotonomikan ke Daerah. Konsekuensi
menteri sebagai pembantu Presiden adalah kewajiban menteri atas nama Presiden
untuk melakukan pembinaan dan pengawasan agar penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Agar
tercipta sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah, kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian berkewajiban membuat norma, standar, prosedur, dan
kriteria (NSPK) untuk dijadikan pedoman bagi Daerah dalam menyelenggarakan
Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah dan menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. Presiden
melimpahkan kewenangan kepada Menteri sebagai koordinator pembinaan dan
pengawasan yang dilakukan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian melakukan pembinaan dan pengawasan yang bersifat teknis,
sedangkan Kementerian melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang bersifat umum.
Mekanisme tersebut diharapkan mampu menciptakan harmonisasi antar
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah secara keseluruhan.
Berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat
yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah. DPRD dan kepala
daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi
mandat rakyat untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada
Daerah. Dengan demikian maka DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar
yang mempunyai fungsi yang berbeda. DPRD mempunyai fungsi pembentukan Perda,
anggaran dan pengawasan, sedangkan kepala daerah melaksanakan fungsi
pelaksanaan atas Perda dan kebijakan Daerah. Dalam mengatur dan mengurus Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tersebut, DPRD dan kepala daerah
dibantu oleh Perangkat Daerah.
Sebagai konsekuensi posisi DPRD sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah maka susunan, kedudukan, peran, hak, kewajiban,
tugas, wewenang, dan fungsi DPRD tidak diatur dalam beberapa undang-undang
namun cukup diatur dalam Undang-Undang ini secara keseluruhan guna memudahkan
pengaturannya secara terintegrasi. Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat Urusan Pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dikenal dengan istilah urusan
pemerintahan absolut dan ada urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan
konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan
yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi, dan Daerah
kabupaten/kota. Urusan Pemerintahan Wajib dibagi dalam Urusan Pemerintahan
Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak
terkait Pelayanan Dasar. Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan
Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional
masyarakat. Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Daerah provinsi dengan
Daerah kabupaten/kota walaupun Urusan Pemerintahan sama, perbedaannya akan
nampak dari skala atau ruang lingkup Urusan Pemerintahan tersebut. Walaupun
Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota mempunyai Urusan Pemerintahan
masing-masing yang sifatnya tidak hierarki, namun tetap akan terdapat hubungan
antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaannya
dengan mengacu pada NSPK yang dibuat oleh Pemerintah Pusat.
Di samping urusan pemerintahan absolut dan urusan
pemerintahan konkuren, dalam Undang-Undang ini dikenal adanya urusan pemerintahan
umum. Urusan pemerintahan umum menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala
pemerintahan yang terkait pemeliharaan ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, menjamin hubungan
yang serasi berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan sebagai pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara serta memfasilitasi kehidupan demokratis.
Presiden dalam pelaksanaan urusan pemerintahan umum di Daerah melimpahkan
kepada gubernur sebagai kepala pemerintahan provinsi dan kepada bupati/wali
kota sebagai kepala pemerintahan kabupaten/kota.
Mengingat kondisi geografis yang sangat luas, maka
untuk efektifitas dan efisiensi pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota, Presiden
sebagai penanggung jawab akhir pemerintahan secara keseluruhan melimpahkan
kewenangannya kepada gubernur untuk bertindak atas nama Pemerintah Pusat untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Daerah kabupaten/kota agar
melaksanakan otonominya dalam koridor NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat. Untuk efektifitas pelaksanaan tugasnya selaku wakil Pemerintah Pusat, gubernur
dibantu oleh perangkat gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Karena perannya
sebagai Wakil Pemerintah Pusat maka hubungan gubernur dengan Pemerintah Daerah
kabupaten/kota bersifat hierarkis
Salah satu aspek dalam Penataan Daerah adalah
pembentukan Daerah baru. Pembentukan Daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan
pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
disamping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Untuk itu maka
Pembentukan Daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan
ekonomi, potensi Daerah, luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan dari aspek
sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta pertimbangan dan
syarat lain yang memungkinkan Daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan
tujuan dibentuknya Daerah. Pembentukan Daerah didahului dengan masa persiapan
selama 3 (tiga) tahun dengan tujuan untuk penyiapan Daerah tersebut menjadi Daerah.
Apabila setelah tiga tahun hasil evaluasi menunjukkan Daerah Persiapan tersebut
tidak memenuhi syarat untuk menjadi Daerah,
statusnya
dikembalikan ke Daerah induknya. Apabila Daerah Persiapan setelah melalui masa
pembinaan selama tiga tahun memenuhi syarat untuk menjadi Daerah, maka Daerah
Persiapan tersebut dibentuk melalui undang-undang menjadi Daerah.
Setiap Daerah sesuai karakter Daerahnya akan
mempunyai prioritas yang berbeda antara satu Daerah dengan Daerah lainnya dalam
upaya menyejahterakan masyarakat. Ini merupakan pendekatan yang bersifat asimetris
artinya walaupun Daerah sama-sama diberikan otonomi yang seluas-luasnya, namun
prioritas Urusan Pemerintahan yang dikerjakan akan berbeda satu Daerah dengan
Daerah lainnya. Konsekuensi logis dari pendekatan asimetris tersebut maka
Daerah akan mempunyai prioritas Urusan Pemerintahan dan kelembagaan yang
berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan karakter Daerah dan kebutuhan masyarakatnya.
Besaran organisasi Perangkat Daerah baik untuk
mengakomodasikan Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan
paling sedikit mempertimbangkan faktor jumlah penduduk, luasan wilayah, beban
kerja, dan kemampuan keuangan Daerah. Untuk mengakomodasi variasi beban kerja
setiap Urusan Pemerintahan yang berbeda-beda pada setiap Daerah, maka besaran
organisasi Perangkat Daerah juga tidak sama antara satu Daerah dengan Daerah
lainnya. Dari argument tersebut dibentuk tipelogi dinas atau badan Daerah sesuai
dengan besarannya agar terbentuk Perangkat Daerah yang efektif dan efisien. Untuk
menciptakan sinergi dalam pengembangan potensi unggulan antara organisasi
Perangkat Daerah dengan kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian di
pusat, diperlukan adanya pemetaan dari kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian di pusat untuk mengetahui Daerah-Daerah yang mempunyai potensi
unggulan atau prioritas sesuai dengan bidang tugas kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian yang kewenangannya didesentralisasikan ke Daerah. Dari
hasil pemetaan tersebut kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian akan
mengetahui Daerah-Daerah mana saja yang mempunyai potensi unggulan yang sesuai
dengan bidang tugas kementerian/ lembaga pemerintah nonkementerian yang bersangkutan.
Daerah tersebut yang kemudian akan menjadi stakeholder utama dari kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian terkait.
Penyerahan sumber keuangan Daerah baik berupa pajak
daerah dan retribusi daerah maupun berupa dana perimbangan merupakan konsekuensi
dari adanya penyerahan Urusan Pemerintahan kepada Daerah yang diselenggarakan
berdasarkan Asas Otonomi. Untuk menjalankan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, Daerah harus mempunyai sumber keuangan agar Daerah tersebut mampu
memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di Daerahnya. Pemberian
sumber keuangan kepada Daerah harus seimbang dengan beban atau Urusan
Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Keseimbangan sumber keuangan ini
merupakan jaminan terselenggaranya Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada
Daerah. Ketika Daerah mempunyai kemampuan keuangan yang kurang mencukupi untuk
membiayai Urusan Pemerintahan dan khususnya Urusan Pemerintahan Wajib yang
terkait Pelayanan Dasar, Pemerintah Pusat dapat menggunakan instrumen DAK untuk
membantu Daerah sesuai dengan prioritas nasional yang ingin dicapai.
Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah, kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah
membuat Perda sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam menyelenggarakan Otonomi
Daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat serta kekhasan dari Daerah
tersebut. Perda yang dibuat oleh Daerah hanya berlaku dalam batas-batas
yurisdiksi Daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian Perda yang ditetapkan
oleh Daerah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan
perundang-undangan. Disamping itu Perda sebagai bagian dari sistem peraturan
perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana
diatur dalam kaidah penyusunan Perda.
Daerah melaksanakan Otonomi Daerah yang berasal dari
kewenangan Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan. Mengingat tanggung jawab
akhir penyelenggaraan pemerintahan ada di tangan Presiden, maka konsekuensi
logisnya kewenangan untuk membatalkan Perda ada ditangan Presiden. Adalah tidak
efisien apabila Presiden yang langsung membatalkan Perda. Presiden melimpahkan
kewenangan pembatalan Perda Provinsi kepada Menteri sebagai pembantu Presiden
yang bertanggungjawab atas Otonomi Daerah. Sedangkan untuk pembatalan Perda
Kabupaten/Kota, Presiden melimpahkan kewenangannya kepada gubernur selaku Wakil
Pemerintah Pusat di Daerah.
Untuk menghindari terjadinya kesewenang-wenangan
dalam pembatalan Perda, maka Pemerintah Daerah provinsi dapat mengajukan keberatan
pembatalan Perda Provinsi yang dilakukan oleh Menteri kepada Presiden.
Sedangkan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dapat mengajukan keberatan
pembatalan Perda Kabupaten/Kota yang dilakukan gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat kepada Menteri. Dari sisi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,
keputusan yang diambil oleh Presiden dan Menteri bersifat final. Dalam rangka
menciptakan tertib administrasi pelaporan Perda, setiap Perda yang akan
diundangkan harus mendapatkan nomor register terlebih dahulu. Perda Provinsi
harus mendapatkan nomor register dari Kementerian, sedangkan Perda
Kabupaten/Kota mendapatkan nomor register dari gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat. Dengan adanya pemberian nomor register tersebut akan
terhimpun informasi mengenai keseluruhan Perda yang dibentuk oleh Daerah dan
sekaligus juga informasi Perda secara nasional
Majunya suatu bangsa sangat ditentukan oleh inovasi
yang dilakukan bangsa tersebut. Untuk itu maka diperlukan adanya perlindungan terhadap
kegiatan yang bersifat inovatif yang dilakukan oleh aparatur sipil negara di
Daerah dalam memajukan Daerahnya. Perlu adanya upaya memacu kreativitas Daerah
untuk meningkatkan daya saing Daerah. Untuk itu perlu adanya kriteria yang
obyektif yang dapat dijadikan pegangan bagi pejabat Daerah untuk melakukan
kegiatan yang bersifat inovatif. Dengan cara tersebut inovasi akan terpacu dan berkembang
tanpa ada kekhawatiran menjadi obyek pelanggaran hukum Pada dasarnya perubahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditujukan untuk
mendorong lebih terciptanya daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah dalam menyejahterakan masyarakat, baik melalui peningkatan
pelayanan publik maupun melalui peningkatan daya saing Daerah. Perubahan ini
bertujuan untuk memacu sinergi dalam berbagai aspek dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah dengan Pemerintah Pusat
Melalui Undang-Undang ini dilakukan pengaturan yang
bersifat afirmatif yang dimulai dari pemetaan Urusan Pemerintahan yang akan
menjadi prioritas Daerah dalam pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya. Melalui
pemetaan tersebut akan tercipta sinergi kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian
yang Urusan Pemerintahannya di desentralisasaikan ke Daerah. Sinergi Urusan
Pemerintahan akan melahirkan sinergi kelembagaan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah karena setiap kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian akan tahu
siapa pemangku kepentingan (stakeholder) dari kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian tersebut di tingkat provinsi dan kabupaten/kota
secara nasional. Sinergi Urusan Pemerintahan dan kelembagaan tersebut akan
menciptakan sinergi dalam perencanaan pembangunan antara kementerian/lembaga
pemerintah
nonkementerian
dengan Daerah untuk mencapai target nasional. Manfaat lanjutannya adalah akan
tercipta penyaluran bantuan yang terarah dari kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian terhadap Daerah-Daerah yang menjadi stakeholder utamanya
untuk akselerasi realisasi target nasional tersebut.
Sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah akan sulit
tercapai tanpa adanya dukungan personel yang memadai baik dalam jumlah maupun
standar kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah. Dengan cara tersebut Pemerintah Daerah akan mempunyai
birokrasi karir yang kuat dan memadai dalam aspek jumlah dan kompetensinya.
Langkah berikutnya adalah adanya jaminan pelayanan
publik yang disediakan Pemerintah Daerah kepada masyarakat. Untuk itu setiap
Pemerintah Daerah wajib membuat maklumat pelayanan publik sehingga masyarakat
di Daerah tersebut tahu jenis pelayanan publik yang disediakan, bagaimana mendapatkan
aksesnya serta kejelasan dalam prosedur dan biaya untuk memperoleh pelayanan
publik tersebut serta adanya saluran keluhan manakala pelayanan publik yang
didapat tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Langkah akhir untuk
memperkuat Otonomi Daerah adalah adanya mekanisme pembinaan, pengawasan,
pemberdayaan, serta sanksi yang jelas dan tegas. Adanya pembinaan dan
pengawasan serta sanksi yang tegas dan jelas tersebut memerlukan adanya
kejelasan tugas pembinaan, pengawasan dari Kementerian yang melakukan pembinaan
dan pengawasan umum serta kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang
melaksanakan pembinaan teknis. Sinergi antara pembinaan dan pengawasan umum
dengan pembinaan dan pengawasan teknis akan memberdayakan Daerah dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah. Untuk pembinaan dan pengawasan terhadap Daerah kabupaten/kota
memerlukan peran dan kewenangan yang jelas dan tegas dari gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat untuk melaksanakan tugas dan fungsi
pembinaan
dan pengawasan terhadap Daerah kabupaten/kota.
No comments:
Post a Comment