Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 telah mengalami perubahan yang mendasar diantaranya Pasal 23 ayat (5) mengenai
kedudukan dan tugas Badan Pemeriksa Keuangan. Para Pembentuk Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyadari bahwa pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab Pemerintah tentang keuangan negara merupakan kewajiban yang
berat, sehingga perlu dibentuk suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang terlepas dari
pengaruh dan kekuasaan Pemerintah. Tuntutan reformasi telah menghendaki
terwujudnya penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi
dan Nepotisme (KKN) menuju tata pemerintahan yang baik, mengharuskan perubahan
peraturan perundang-undangan dan kelembagaan negara. Perubahan Ketiga
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan salah satu
reformasi atas ketentuan Pasal 23 ayat (5) tentang Badan Pemeriksa Keuangan
telah memperkokoh keberadaan dan kedudukan BPK yaitu sebagai satu lembaga
negara yang bebas dan mandiri. Kedudukan BPK sebagai lembaga negara pemeriksa
keuangan negara perlu dimantapkan disertai dengan memperkuat peran dan
kinerjanya. Kemandirian dan kebebasan dari ketergantungan kepada Pemerintah
dalam hal kelembagaan, pemeriksaan, dan pelaporan sangat diperlukan oleh BPK
agar dapat melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Penyelenggaraan pemerintahan negara di pusat dan di
daerah telah mengalami perubahan antara lain penyelenggaraan otonomi daerah
yang disertai penyerahan sebagian besar urusan Pemerintah Pusat kepada Daerah.
Selain itu sebagai pelaksanaan Pasal 23C, Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang
menggantikan sebagian besar ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perbendaharaan
Indonesia (Indische Comptabiliteitswet/ICW Stbl. 1925 No. 448)
dan Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer (IAR
Stbl. 1933 No. 320).
Berdasarkan perubahan-perubahan konstitusi, penyelenggaraan
pemerintahan di pusat dan daerah, peraturan perundang-undangan dan ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan tidak memadai lagi, sehingga perlu
dicabut. 1. Pencabutan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 diharapkan mampu mengakomodasikan
dan mendukung perubahan-perubahan meliputi kedudukan, tugas, kewajiban, dan
kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dan menggantikan ketentuan-ketentuan dalam Indische
Comptabiliteitswet (ICW), Instructie en verdere bepalingen voor de
DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 18 Algemene Rekenkamer (IAR)
Stbl. 1933 No. 320, dan peraturan perundang-undangan lainnya. 2. Untuk menjamin
mutu pemeriksaan sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara, sistem
pengendalian mutu BPK ditelaah oleh badan pemeriksa keuangan negara lain yang
menjadi anggota organisasi badan pemeriksa keuangan sedunia yang ditunjuk oleh
BPK atas pertimbangan DPR. 3. Guna menjamin peningkatan peran dan kinerja Badan
Pemeriksa Keuangan sebagai lembaga yang bebas dan mandiri serta memiliki profesionalisme,
selain pemilihan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dilakukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan
diresmikan oleh Presiden, juga didukung oleh kemandirian pemeriksaan dan
pelaporan. 4. Sejalan dengan perubahan penyelenggaraan pemerintahan negara di pusat
dan daerah, maka terjadi peningkatan pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara. Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu lembaga negara pemeriksa
keuangan negara memiliki perwakilan di setiap provinsi. Dengan meningkatnya
ruang lingkup pekerjaan, maka jumlah Anggota Badan Pemeriksa Keuangan
ditetapkan menjadi 9 (sembilan) orang.
No comments:
Post a Comment