Untuk mewujudkan kedaulatan
rakyat berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, diperlukan lembaga perwakilan rakyat yang mampu
menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat guna mewujudkan tujuan nasional
demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara optimal.
Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945)
menyatakan bahwa, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar.” Selanjutnya ketentuan Pasal 17 ayat (1) UUD NRI
Tahun 1945 menyatakan bahwa, “Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara” dan
ayat (2) yang menyatakan bahwa “Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden”
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah memuat pengaturan
yang lengkap mengenai MPR, DPR, DPD, dan DPRD dalam rangka mewujudkan lembaga
yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi serta menyerap dan
memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun masih terdapat beberapa ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat serta sistem
pemerintahan presidensial, sehingga dipandang perlu untuk melakukan
penyempurnaan melalui perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Beberapa ketentuan yang perlu
disempurnakan adalah ketentuan mengenai penggunaan hak interpelasi, hak angket,
hak menyatakan pendapat atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan kepada:
a. pejabat negara
atau pejabat pemerintah yang mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi
DPR atau tidak melaksanakan keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi
atau rapat kerja gabungan komisi serta permintaan DPR kepada Presiden untuk
menjatuhkan sanksi administratif kepada pejabat negara atau pejabat pemerintah
tersebut; dan b. badan hukum atau warga negara yang mengabaikan atau tidak
melaksanakan rekomendasi DPR atau tidak melaksanakan keputusan dan/atau
kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi serta permintaan
DPR kepada instansi yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi kepada badan hukum
atau warga negara tersebut.
Di
samping itu perlu dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai susunan
pimpinan alat kelengkapan DPR yaitu komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran,
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan Badan Urusan
Rumah Tangga dilakukan dengan cara menambah jumlah wakil ketua sebanyak 1
(satu) orang pada setiap alat kelengkapan DPR tersebut guna meningkatkan
kinerja DPR dalam melaksanakan fungsi, wewenang, dan tugasnya agar lebih
optimal serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap DPR sebagai lembaga
perwakilan yang mencerminkan representasi rakyat.
No comments:
Post a Comment