Negara Republik Indonesia sebagai
negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum
bagi setiap warga negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik
mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan, dan peristiwa hukum yang dibuat di
hadapan atau oleh Notaris
Notaris sebagai pejabat umum yang
menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu
mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Jaminan
perlindungan dan jaminan tercapainya kepastian hukum terhadap pelaksanaan tugas
Notaris telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Namun, beberapa ketentuan dalam Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu dilakukan
perubahan, yang juga dimaksudkan untuk lebih menegaskan dan memantapkan tugas,
fungsi, dan kewenangan Notaris sebagai pejabat yang menjalankan pelayanan
publik, sekaligus sinkronisasi dengan undang-undang lain.
Beberapa
ketentuan yang diubah dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris, antara lain: 1. penguatan persyaratan untuk dapat diangkat menjadi
Notaris, antara lain, adanya surat keterangan sehat dari dokter dan psikiater
serta perpanjangan jangka waktu menjalani magang dari 12 (dua belas) bulan
menjadi 24 (dua puluh empat) bulan; penambahan
kewajiban, larangan merangkap jabatan, dan alasan pemberhentian sementara
Notaris; 3. pengenaan kewajiban kepada
calon Notaris yang sedang melakukan magang; 4. penyesuaian pengenaan sanksi yang
diterapkan pada pasal tertentu, antara lain, berupa pernyataan bahwa Akta yang
bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan,
peringatan lisan/peringatan tertulis, atau tuntutan ganti rugi kepada Notaris; 5.
pembedaan terhadap perubahan yang terjadi pada isi Akta, baik yang bersifat
mutlak maupun bersifat relatif; 6. pembentukan majelis kehormatan Notaris; 7.
penguatan dan penegasan Organisasi Notaris; 8. penegasan untuk menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dalam pembuatan Akta autentik; dan 9. penguatan fungsi, wewenang, dan kedudukan
Majelis Pengawas.
No comments:
Post a Comment