Breaking News

21 September 2011

ARTIKEL KASUS CLASS ACTION


Dalam sebuah peristiwa hukum yang  ada di Jakarta Pusat banyak hak dari warga negara yang telah dirugikan oleh adanya kebijakan pemerintah. Adapun tindakan sewenang-wenang tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Slamet seorang Kuli Panggul Pasar Cipinang dilakukan tindakan kekerasan oleh petugas DKI Jakarta.
2.    Nurohman seorang Montir Bengkel, oleh petugas diduga sebagai tukang parkir saat itu juga korban langsung diseret ke dalam mobil dan dibawa ke panti sosial Cipayung.
3.    Saman Bin Sanimah seorang Pemulung (spesialis Aqua)
4.    Slamet seorang Supir bajaj, setelah istirahat dari kerja petugas langsung memegang bahu korban dan memaksanya untuk ikut sambil mendorong korban sampai jatuh. Anak korban (Dian Damarwulan (P) berumur 5 tahun) yang saat itu sedang bersama korban turut juga digelandang.
5.    Yoga dan Kiki seorang Pengamen, pada tanggal 26 November 2006 pukul 10.00 WIB mereka sedang beristirahat di Pesing. Tiba-tiba datang (terdiri dari 2 mobil operasi dan 15 petugas) dan langsung menangkap korban secara paksa disertai tindakan kekerasan berupa pukulan.
6.    Fadli seorang tukang parkir Pasar Uduk, langsung menangkap korban  tanpa terlebih dahulu menanyakan maksud dan tujuan serta kemudian menggelandang korban ke mobil dan membawanya ke Panti Sosial.
7.    Sugiarti seorang Joki Three in One, pada tanggal 5 september 2006 Aparat Trantib Joki lainnya yang tertangkap selanjutnya dibawa keliling daerah Menteng sebelum akhirnya dibawa ke kantor Kecamatan Menteng, jakarta Pusat. Disana ditampar pipi kirinya dan bersama joki lainnya yang ditangkap dan dipaksa untuk duduk di dekat got, kemudian rambut dipotong secara acak-acakan dengan disaksikan oleh anak-anaknya.

Mereka adalah korban dari tindakan sewenang-wenang dari negara. Akibat dari tindakan dari negara tersebut maka mereka bermaksud untuk melakukan gugatan melalui Advokat Publik dan Asisten Advokat Publik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Urban Poor Consortium, dan LBH Apik. Mereka tergabung dalam Rakyat Miskin Tolak Operasi Yustisia (RMTOY) yang memilih domisili di Jl. Mendut No. 3 Jakarta Pusat. Gugatan tersebut ditujukan yaitu kepada: Negara Republik Indonesia cq. Kepala daerah/Gubernur provinsi DKI Jakarta, beralamat di Jalan Merdeka selatan blok 8-9, Jakarta Pusat,

            Dalam gugatan yang dilakukan oleh para warga tersebut diatas tindakan negara yang telah melakukan penertiban secara paksa dan telah banyak membawa kerugian bagi mereka. Adapun menurut mereka terhadap adanya pelanggaran hukum yang telah dilakukan oleh negara terkait Operasi Yustisi yaitu:
1.    Operasi yustisi baik penertiban identitas kependudukan/operasi yustisi kependudukan) yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta  digelar setiap tahun dan didasarkan pada Perda No. 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum dan Perda No. 4 Tahun 2004 tentang pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil;
2.    Adanya operasi yustisi dilakukan oleh tim yang terdiri dari Dinas Ketentraman dan Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Pemprov DKI Jakarta dan Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan Pemprov DKI Jakarta;
3.    Operasi yustisi dilakukan di tempat-tempat umum seperti ditepian jalan, di taman-taman,  di terminal bus, dan Stasiun kereta Api serta di kampung-kampung di Jakarta;
4.    Adanya operasi yustisi pada pendatang baru di Jakarta dan didapati mereka tidak membawa tidak memiliki Kartu Identitas Penduduk jakarta dan surat pindah dari daerah asal, mereka ditangkap dan ditahan di panti KEDOYA dan panti CIPAYUNG;
5.    Bagi penduduk yang tidak mempunyai KTP DKI mereka dikenakan sanksi di luar peri kemanusiaan dan telah menyalahi aturan Perda No. 4 tahun 2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

 (Sumber:http//:www.republika.com/diakses pada tanggal 15 Mei 2010 pada pukul 22.00  WIB dengan berbagai perubahan dari Penulis)

ANALISIS KASUS

Berdasarkan kasus tersebut diatas menurut saya termasuk gugatan Citizen Lawsuit yang merupakan jenis gugutan perdata berdimensi publik. Paradigma yang menjadi substansi dalam gugatan ini masih menjadi controversial dalam sisten hukum di Indonesia. Komparasi yang menjadi konstelasi dan tarik ulur dalam sistem hukum civil law dan common law terkait gugutan perdata berdimensi public ini masih belum ada kejelasan hanya a priori belaka dan belum ada kesepakatan dari ahli hukum di Indonesia. Mengapa demikian? menurut saya Indonesia lebih cenderung menganut civil law dari pada common law, tapi banyak fenomena yang terjadi dan bahkan menjadi jurisprudence (gugatan  atas nama Munir, gugatan Penelantaran Negara terhadap TKI Migran yang dideportasi di Nunukan  dikabulkan Majelis Hakim Jakarta Pusat dengan Ketua Majelis Andi Samsan Nganro. Hasilnya adalah UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia). Dalam penerapan konsep gugatan Citizen Lawsuit ada dan telah diakui di Indonesia. Alasan saya kenapa cenderung pada prinsip Citizen Law tidak pada Actio Popularis walau pun dalam criteria ini hampir sama, tapi sebenarnya berbeda. Adapun criteria saya mencantumkan kasus tersebut dengan pendekatan konsep Citizen Lawuit yaitu sebagai berikut:
1.    Adanya pelanggaran hukum dari kebijakan pemerintah dan telah membawa kerugian pada warganya yang menyangkut hak asasi dari warga negaranya. Jika pada Actio Popularis tidak hanya hak, tapi lebih luas dari hak asasi warga negara termasuk kewajiban dan kepentingan warga yang dilanggar dengan kebijakan pemerintah.
2.    Bertolak dari doktrin Louis Althauser (Ahli Hukum Perancis) ada dua criteria terhadap tindakan pemerintah yang menjadi parameter yaitu Ideological States Apparatus (lebih cenderung pada konsep Citizen Lawsuit, karena lebih pada adanya hegemoni terampasnya hak asasi warga negara dalam mendapatkan hak asasinya), tapi berbeda konteks jika saya menggunakan dengan pendekatan Represif States Apparatus (lebih cenderung pada konsep Actio Popularis, karena selain terampasnya hak dari warga negara juga adanya kewajiban yang tidak dilakukan oleh warga negara).
3.    Akibat kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan pemerintah yang bertindak sewenang-wenang telah merendahkan kehormatan,martabat dan derajat kemanusiaan yang selayaknya didapatkan oleh warga negara dan harus mendapatkan perlindungan dari negara, jika dalam paradigma konsep Actio Popularis kerugiaan yang ditimbulkan masih bersifat umum dan walau pun secara materiil ada, tapi tidak sampai untuk merendahkan derajat warga negaranya.
4.    Dalam konsep Citizen Lawsuit terdapat ancaman terhadap lingkuangan hidup yang dapat merugikan hak asasi manusia akibat penyelenggara negara, tapi dalam konsep Actio Popularis tidak hanya akibat yang berkenaan dengan ancaman linkungan saja. Walau pun dalam kasus tersebut tidak mengena pada adanya ancaman lingkungan dengan mengacu pada adanya jurisprudence maka kasus tersebut dapat masuk dalam parameter Citizen Lawsuit.

Mekanisme dan fakta hukum yang menjadi argumentasi saya dalam mengarahkan kasus tersebut diatas dalam konsep Citizen Lawsiut yaitu:
1.    Slamet seorang Kuli Panggul Pasar Cipinang dilakukan tindakan kekerasan oleh petugas DKI Jakarta, Nurohman seorang Montir Bengkel, Saman Bin Sanimah seorang Pemulung (spesialis Aqua), Slamet seorang Supir bajaj, Yoga dan Kiki seorang Pengamen, Fadli seorang tukang parkir Pasar Uduk, Sugiarti seorang Joki Three in One. Mereka semua adalah korban yang hak-hak asasinya terampas dan menjadi terkekang tidak mendapatkan hak yang seharusnya didapatkan. Harkat dan derajat mereka dirampas oleh akibat kebijakan pemerintah melalui Petugas Yustisi di Jakarta Pusat. Tindakan yang sewenang-wenang atas otoritas kekuasaan pemerintah telah mengakibatkan banyak kerugian terhadap para korban. Adapun kerugiaan yang telah diderita oleh para korban yaitu kehilangan penghasilan selama ditahan, khusus bagi Slamet seorang Supir bajaj korban harus tetap membayar uang setoran pada majikannya. Akibat penangkapan dan penahanan ini, korban menderita kerugian materiil dikarenakan korban tidak dapat bekerja dan mencari nafkah bagi keluarga. Semua perbuatan aparat pemerintah tersebut jelas menurut saya telah melanggar UUD Negara Republik Indonesia pasal 27 ayat (2) yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas perkerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, dan pada pasal 28D ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan,jaminan,perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
2.    Operasi yustisi yang dilakukan para petugas ketertiban cenderung ada indikasi terhadap upaya lepas tangan pada pemerintah terhadap pemenuhan hak asasi terhadap warga negaranya. Hal ini saya berpedoman pada Pasal 71 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah". Dari kasus tersebut diatas telah kongkrit ditujukan pada Saman bin Sanimah yang seorang tuna wisma sekaligus pemulung, ketika diusir secara paksa dan diperlakukan tindakan sewenang-wenang oleh para petugas tidak diberikan tempat tinggal baru atau bantuan yang dapat meringankan beban kehidupannya.
3.    Tindakan yang dilakukan pada para korban dengan melakukan penangkapan dengan tindakn kekerasan dan sewenang-wenang juga telah meyalahi aturan yang dapat menyebabkan pada penghinaan terhadap harkat dan martabat manusia. Perbuatan yang dapat merendahkan derajat kemanusiaan dan menimbulakn kerugiaan imaterii ini adalah salah satu sebab kasus tersebut masuk dalam criteria Citizen Lawuit. Adapun legal reasoning yang saya gunakan adalah berdasarkan pasal 34 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM, yang berbunyi“Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang, dan Pasal 30 ayat (3) Perda DKI No. 11 tahun 1988 tentang ketertiban umum yang berbunyi “Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berwenang melakukan penangkapan, penahanan dan/atau penggeledahan”.
4.    Yoga dan Kiki yang merupakan seorang pengamen dan tidak punya identitas, telah diperlakukan denga tindakan keras atas adanya operasi yustisi dari Jakarta Pusat. Hal tersebut menurut saya juga bertentang dengan Pasal 53 ayat 3 Perda No. 4 tahun 2004 tentang pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang berbunyi Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berwenang melakukan penangkapan, penahanan dan/atau penggeledahan”.

       Dengan demikian kesimpulan saya dari kasus tersebut jika diharmonisasikan dengan konsep Citizen Lawuit yaitu gugatan dapat dilakukan secara perdata di Peradilan Umum oleh warga negara yang hak asasi terampas dan dilanggar oleh kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah. Adanya penghinaan terhadap harkat dan martabat manusia yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam gugutan Citizen Lawsuit dari kasus diatas dapat dilakukan oleh para pihak yang tidak mendapat kerugiaan secara langsung dari kebijakan pemerintah. Kasus tersebut diatas yang telah menjadikan warga negara menjadi korban diwakili oleh rakyat dalam persatuan “Rakyat Miskin Tolak Operasi Yustisi”

No comments:

Designed By Mas Say