Breaking News

19 September 2011

MAKALAH TENTANG TERKURASNYA APBN INDONESIA SELAMA 30 TAHUN DALAM KOMPLIKASI KORUPSI BLBI SEBAGAI WUJUD KEHANCURAN PEREKONOMIAN RAKYAT DAN BANGSA


BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
    Negara Indanesia sekarang ini sudah menjadi negara yang mempunyai citra buruk di dunia internasional. Hal ini disebabkan karena negara kita merupakan negara koruptor. Dua lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lewat STAR (STeall Asset Recovery) dan bank dunia punya daftar 10 besar kekayaan hasil curian yang disusun transparency internasional tahun 2004 lalu. Kwik Kian Gie menyatakan bahwa per tahun kekayaan negara yang dikorupsi jumlahnya sangat besar bahkan melebihi APBN (Kompas, 25 Oktober 2003 hal.3). Pada masa orde baru kebocoran uang negara masih 30 %, setelah reformasi bergulir tahun 1998 indikasi tindak pidana korupsi yang merusak perekonomian dan moral bangsa justru semakin besar. Menurut laporan BPK, penyimpangan uang negara sudah mencapai Rp 166,53 triliun atau sekitar 50 % pada periode Januari-Juni 2004 (Kompas, 2 Oktober 2004 hal.6). Majalah Time menyebut estimasi angka 35 miliar dolar AS, ditambah dengan penyalahgunaan bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diduga merugikan negara sampai 13,5 miliar dolar AS. Bahkan untuk kasus BLBI, perkaranya sampai sekarang berjalan di tempat (www.kapanlagi.com/5 April 2008. Ada sumber dari PERC (Political and Economic Consultancy) yang menyatakan tentang korupsi di Indonesia menempati urutan nomor tiga dengan jumlah kekayaan sebesar 8,03 miliar dolar AS (Kompas, 11 Maret 2008 hal.10) Korupsi yang ada di Indonesia merupakan jenis mercenary corruption. Mercenarry corruption adalah tindakan korupsi yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan pribadi, hal itu bisa terjadi karena adanya bentuk penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan (Guy, Benvineske,hal.110) Jenis korupsi ini telah terjadi dari birokrasi pusat hingga birokrasi bawah.
       Salah satu contoh dari adanya Mercenary Coruption yang di lakukan oleh anggota dewan adlah masalah BLBI, kasus ini memiliki dampak besar bagi kerugian perekonomian bangsa untuk kedepannya.Hal itu menyebutkan bebannya harus ditanggung oleh seluruh rakyat Indonesia berupa pembayaran hutang dalam APBN setiap tahunnya yang diperkurakan baru berakhir pada sekitar tahun 2033.Jumlah minimal yang harus dibayar tersebut mencapai Rp 630 Triliun(berupa BLBI sebesar Rp144,5 triliun,tambahan BLBI Rp 14,47 triliun, program penjaminan Rp 39,3triliun dan obligasi rekap Rp 431,6 triliun). Menurut perhitungan tim interpelator BLBI jumlah dana yang dikeluarkan pemerintah untuk rangkainan penyehatan perbankan adalah sebesar minimal Rp 702,5 triliun yang terdiri dari dana BLBI 144,5 triliun, obligasi rekap Rp 425,5 triliun,program penjaminan Rp 73,8 triliun. Sedangkan berdasarkkan jawaban presiden atas interpelasi BLBI total biaya penyehatan perbankan selama periode 1997-2004 adalah sebesar Rp640,9 triukiun yang terdiri dari BLBI 144,5 triliun,program penjaminan Rp53,8 triliun, penjaminan Bank Exim Rp 20 triliun dan program rekapitalisasi Rp 422,6 triliun. Bahkan dalam terburuk seperti misalnya jika pemerintah setiap tahunnya harus terus melakukan penjadwalan ulang terhadap hutang-hutang tersebut beban yang harus dibayar dapat mencapai Rp 2.000 triliun.bebean hutang yang fantastik tersebut pada akhirnya berujung minimnya kemampuan APBN dalam mengongkosi berbagai kebutuhan negara.Berbagai pos pengeluaran terpaksa harus dipangkas untuk menyesuaiakan diri dengan kondisi keuangan APBN yang pas pasan, sehingga paling mudah untuk penghematan  tersebut lagi-lagi rakyat. Anggaran berbagai pos kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan,subsidi listrikdan BBM harus ditekan semaksiamal mungkin agar tidak mengganggu kemampuan negara dalam membayar hutang. (Marwan Batubara, 2007:1-2/xv-xvi). Jumlah hutang negara sampai bulan juni 2007 mencapai Rp 1.313,3 triliunyang terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 534,7 triliundan surat berharga negara Rp 715,3 triliun serat surat berharga valuta asing Rp 63,4 triliun. Pendapatan Negara dan hibah dalam APBN 2009 direncanakan sebesar Rp985,7 T,meningkat Rp 90,7 T (10,1%) angka iru lebih rendah dari defisit APBN tahun 2008(Harian Seputar Indonesia,Jum’at 14 Hovember 2008, hal.6)
        Hal tersebut juga memaksa pemerintah untuk melakukan penjualan aset-aset negara untuk menutupi terjadinya defisit yang ironisnay harga tersebut sangat jauh dibawah harga pasar dan penjualan ini memiliki dampak jangka panjang bagi kerugian negara, karena aset-aset negara itu merupakan penyumbang rutin bagi pemasukan negara dalam APBN. Moral pejabat yang telah hancur merupakan salah satu sebab terjadinya korupsi. Birokrasi yang seharusnya dijadikan sarana atau alat untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang baik malah dijadikan sarana bagi koruptor untuk memperkaya diri sendiri.
B.Perumusan masalah
    Dari uraian diatas maka dapat diambil beberapa rumusan masalah yaitu:
  1. Apa saja yang mempengaruhi para anggota dewan dapat terperangkap dalam kubangan kasus BLBI dan berapa besarnya dana yang diterima?
  2. Bagaimanakah kronologi terjadinya kasus BLBI?
  3. Apakah dampak terburuk dengan terkurasnya APBN di Indonesia akibat dari kasus korupsi BLBI?

BAB II
PEMBAHASAN

A.   TINJAUAN DAN ANALISIS TENTANG KORUPSI SECARA
      UMUM
     Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang
     Pemberantasan Tindak Tidana Korupsi
          Korupsi adalah “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200juta dan paling banyak 1 milyar.”
      Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
        Korupsi adalah “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 50 juta dan paling banyak 1 milyar.
        
B. TEORI, MATERI, SUBSTANSI SERTA TINJAUAN KORUPSI DARI
      BERBAGAI AHLI HUKUM
              Menurut Sahetapi korupsi adalah dipandang sebagai binatang atau makhluk aneh yang kalau dikatakan tidak ada, ia memang ada. Dan jika dikatakan tidak terlihat, tetapi ia sesungguhnya terlihat dalam wujud terselubung dan dilindungi sampai pada suatu tahap tertentu. Korupsi sebagai binatang atau makhluk aneh itu, tidak hanya berlokasi di negara berkembang saja. Tetapi, telah merajalela dalam setiap birokrasi di setiap negara di dunia.
Menurut Bayley  korupsi dapat dikaitkan dengan perbuatan penyuapan yang berhubungan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan sebagai akibat adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi.
Menurut M.Mc. Mullan seorang pejabat pemerintah dikatakan “korupsi” apabila ia menerima uang yang ia bias lakukan dalam tugas jabatannya padahal ia selama menjalankan tugasnya seharusnya tidak boleh berbuat demikian.
Atau dapat berarti mejalankan kebijaksanaannya secara sah untuk alas an yang tidak benar dan dapat merugikan kepentingan umum. yaitu penyalahgunaan kewenangan kewenangan dan kekuasaan.
           Menurut J.S Nye korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari kewajiban-kewajiban normal suatu peranan jawatan pemerintah karena kepentingan pribadi(kelurga, golongan, dan kawan) demi mengejar status dan gengsi, atau melanggar peraturan dengan jalan atau mencari pengaruh bagi kepentingan pribadi.
           Menurut J.Fiedrich menyatakan pola korupsi dapat dikatakan ada jika pemegang kekuasaan yang berwenang untuk melakukan hal-hal tertentu seperti seorang pejabat yang bertanggung jawab melalui uang atau melalui semacam hadiah lainnya yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang (secara tidak sah) membujuk untuk mengambil langkah yang menolong siapa saja yang menyediakan hadiah dan dengan demikian benar-benar membahayakan kepentingam umum yaitu penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
           Menurut Arnold A.Regant dan H.D. Laswell bahwa suatu perbuatan korupsi telah menodai pertanggung jawaban bagi sedikitnya saut sistim dari tertib hukum dan sudah tentu bertentangan dengan rusaknya sistim tersebut. Sistim yang mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan khusus dan perkosaan terhadap keoentingan umumuntuk memperoleh manfaat tertentu bagi dirinya adalah korup.
           Menurut Syed Husein Alatas dalam makalahnya yang berjudul “The Sosiological of Corruption” terjadinya korupsi adalah apabila seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh seorang dengan maksud mempengaruhi agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan si pemberi. Sesungguhnya istilah ini sering pula juga dikenakan pada pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus bagi kepentingan sendiri.Dengan kata lain mereka yang bersalah melakukan penggelapan atas harga yang seharusnya dibayar oleh publik, (Harum, Pudjiarto,1997:22-29).Jenis Mercenery Corruption adalah yang sering dilakukan oleh para pejabat dalam menggunakan kekuasannya Tindakan korupsi yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan pribadi, jenis korupsi ini meliputi uang sogok dan semir. Korupsi inilah yang dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan dengan alasan untuk memperoleh keuntungan material dan politik. Kekuasaan dijadikannya mesin pemeras dan kekuasaan itu telah jadi ilegal karena kekuasaan untuk mengeluarkan kebijaksanaan.(Guy,Benvineske,1990:12)

C.Sebuah sistem dan ideologi yang bobrok sebagai awal munculnya
    mercenary corruption dalam tubuh anggota dewan yang berdampak
    timbulnya kasus korupsi BLBI
         Tiap parpol mempunyai sebuah ideologi yang berupa politik merit sistim. Substansi dari ajaran ideologi ini adalah semua anggota partai politik harus berintelektual tinggi dan berkualitas di segala bidang kehidupan serta tujuan dari partai itu jelas. Saya pikir semua parpol yang ada  di Indonesia sekarang telah megkooptasi birokrasi-birokrasi dalam instansi pemerintahan, itu disebabkan karena adanya kepentingan-kepentingan individu dan tersembunyi dari partai politik dan dari para anggotanya. Realita yang ada sekarang banyak mental para anggota partai politik yang buruk.Parpol merupakan sebuah wadah politik, dan politik ini lah yang dijadiakan jalan atau sarana untuk mereka guna memasuki sebuah kerajaan birokrasi. Setelah para anggota partai politik berhasil menduduki birokrasi, maka birokrasi inilah dijadikan sebuah mesin untuk menumpuk harta kekayaan. Dalam keadaan inilah mereka telah merasa memiliki kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan itulah yang saya pikir dijadikan sebagai sumber dari segala sumber untuk memperkaya diri sendiri.Parpol yang ada di Indonesia sekarang bagaikan sebuah perusahaan yang tujuannya hanya untuk mencari keuntungan pribadi belaka, dan politik merupakan sebuah mata pencaharian utama bagi anggota partai politik. Sistim dalam partai politik saya rasa sudah hancur ini terbukti dari tiap anggota yang masuk kedalamnya berusaha untuk mengembalikan modal yang telah mereka keluarkan untuk bisa masuk parpol dan inilah yang menjadi salah satu sebab rusaknya birokrasi di Indonesia sekarang.Agar birokrasi dan sistim dalam pemerintahan tertata dengan baik maka birokrasi pemerintahan kita harus segera menyingkir dari dekooptasi partai politik, dan menurut saya dekooptasi ini merupakan jalan terbaik untuk reformasi birokrasi di Indonesia. Partai politik harus sadar bahwa sistim dan idelogi mereka telah rusak dan hancur, dan dari sinilah timbul adanya mercanery corruption. Semua yang dilukukan para dewan itu memang sudah merupakan budaya dan sulit untuk dihilangkan, benar apa yang dikatakan Robert Klitgaard dan adanya uang pelicin untuk mempermudah suatu hal yang sulit. Berawal dari sistem yang salah inilah maka para anggota dewan cenderung untuk melakukan berbagai hal untuk memenuhi hasratnya dalam manivestasi kasus BLBI. Jika melihat fenomena ini maka benar juga teori dari Lord Action ”power tends to but corrupt absolut power corrupt absolutly”. Kekuasaan yang dipegang oleh orang yang berideologi salah seperti di tubuh dewan akan cenderung untuk berpikir mengembalikan dana yang telah dipergunakan sewaktu mereka pada prosesi menjadi calon legislatif. Para anggota dewan telah tepat melakukan teori yang dicetuskan oleh Stein Chistiansen untuk berinvestasi melalui ilicit income generation yang akhirnya menjadi ”The State Capture Corruption” Hal ini telah terbukti dengan adanya korupsi yang melibatkan banyak anggota dewan.  

D.PELAKU DAN JUMLAH UANG HASIL KORUPSI BLBI DARI BERBAGAI KALANGAN
  1.Data-data konglomerat  yang menerima dana BLBI

Nama
Jumlah Dana BLBI
(Rp trilyun)
Syamsul Nursalim (BDNI)
Soedono Salim (BCA)
Usman Admajaya (Bank Danamon)
Bob Hasan (BUN)
Hendra Rahardja (BHS)
37,040
26,596
23.050
12,068
3,866

2. Anggota DPR dari berbagai fraksi yang menerima uang korupsi BLBI

Fraksi dan nama penerima dana korupsi BLBI
Jumlah Dana BLBI
 yang dikorupsi
Fraksi Golkar:
1. TM Nurlif                                                                                           
2. Baharudin Aritonang (sekarang anggotaBPK)                                  
3. Anthony Zeidra Abidin. Hamka tidak tahu besar uang yang diterima Anthony karena dia mengambil sendiri setelah uang diserahkan,
4. Ahmad Hafiz Zawawi                                                                       
5. Asep Ruchimat Sudjana                                                                     6. Boby Suhardirman                                                                             
7. Azhar Muchlis                                                                                    8. Abdulah Zaini (Sekarang wakil ketua BPK)                                    
9. Martin Serandesi                                                                                
10. Hamka Yamdhu                                                                                11. Hengky Baramuli                                                                              12. Reza Kamarulah                                                                                13. Paskah Suzeta
Fraksi PDIP:
untuk 13 anggota Fraksi uang diserahkan empat tahap dengan total       Rp3,55 miliar                                                                                                            1. Dodhie Makmun Murod                                                                     2. Max Moein
3. Poltak Sitorus,
4. Aberson Marle Sihaloho
5. Tjiandra Widjaja
6. Zulvan Lindan
7. Wiiliam Tutuarima
8. Sutanto Pranoto
9. Daniel Setiawan
Fraksi PPP:
1.Daniel Tandjung                                                                                   
2.Sofyan Usman
3.Habil Marati.
Fraksi PKB:
1. Amru Al Mustaqim                                                                               2. Ali As’ad,                                                                                            
3. Aris Azhari Siagian                                                                            
4. Am Muchtar Nurjaya                                                                            5. Amru Almutaqin                                                                                  
Fraksi Reformasi:
Rizal Djalil (penerima dana dan masih ada empat anggota FRaksi
Reformasi lainnya)
TNI Polri:
1.Mayjen D Yusuf
Fraksi KKI
1.Hamid Mappa
2.FX Soemitra
Fraksi PBB
1.MS Kaban (diserahkan langsung Hamka Yamdhu                               
Fraksi PDU
1.Abdullah Alwahdi                                                                                


Rp250 juta
Rp250 juta
-


-
Rp250juta
Rp250juta
Rp250 juta
Rp250juta,
Rp250 juta,
Rp500 juta
Rp250 juta
Rp250 juta
kurang lebih Rp1 miliar





Rp300juta
-
-
-
-
-
-




Rp500 juta
-
-

Rp250juta
Rp250 juta
Rp250 juta
Rp250juta
Rp250 juta


-


-

-
-

-


-

E.PERBANDINGAN KEKAYAAN ANTARA KORUPTOR DAN     UANG HASIL JARAHANNYA
KEWAJIBAN BLBI DARI SALIM GROUP

KEKAYAAN SAAT INI
Kewajiban BLBI:Rp 52,72 T
Posisinya peringkat ke-4 terkaya di dunia
Bisnisnya yersebat di Indonesia, China, Hongkong, India dan Vietnam
Kekayaan:Rp 26,32 T
Pembayaran:Rp19,38 T
Recovery Rate:36,77%
Kerugian Negara:Rp 33,33 T

Sumber: www.berpolitik.com


KEWAJIBAN BLBI DARI SUKANTO TANOTO

KEKAYAAN SAAT INI
Kewajiban BLBI:Rp 14 T + Wesel Eksp or US$ 230 juta=Rp 538 T

Posisinya peringkat ke-21 terkaya di dunia
Bisnisnya yersebat di Indonesia, China, Singapura dan Hongkong
Kekayaan:Rp 12,2 T
Pembayaran:Rp538,6 M
Kerugian Negara:Rp 3,02 T



KEWAJIBAN BLBI DARI SYAMSUL NURSALIM

KEKAYAAN SAAT INI
Kewajiban BLBI:Rp 28,41 T Recovery Rate:17,36%

Posisinya peringkat ke-6 terkaya di dunia
Bisnisnya yersebat di Indonesia, China, Brazil,Malaysia dan Finlandia
Kekayaan:Rp 4,18 T
Pembayaran:Rp 4,92 T
Kerugian Negara:Rp 23,49 T




KEWAJIBAN BLBI DARI ATANG LATIEF

KEKAYAAN SAAT INI
Kewajiban BLBI:Rp 447,45 T Pembayaran:Rp 134,75 T
 Recovery Rate:30,11%

Posisinya peringkat ke-94 terkaya di dunia
Bisnisnya yersebat di Indonesia, China, Singapura dan Hongkong
Kekayaan:Rp 1,03 T
Kerugian Negara:Rp 312,7 T



KEWAJIBAN BLBI DARI USMAN ADMADJAJA

KEKAYAAN SAAT INI
Kewajiban BLBI:Rp 12,53 T Pembayaran:Rp 1,095 T
 Recovery Rate:15,21%

Posisinya peringkat ke-117 terkaya di dunia
Bisnisnya yersebat di Indonesia, China, Singapura dan Hongkong
Kekayaan:Rp 799 T
Kerugian Negara:Rp 11,3 T


Sumber: Marwan Batubara, 2007:266-271
Dari uraian di atas maka mereka yang kaya dan miskin di Indonesia
  • Total kekayaan 150 orang terkaya di Indonesia = > Rp 438 T
  • Nilai kekayaan 150 orang terkaya tersebut        = >
-          Total pendapatan 37,17 juta orang miskin berpenghasilan 167.000 per bulan selama 5,7 tahun
-          Total pendapatan 70 juta orang miskinbepenghasilan US$1 per hari selama 2 tahun

F.KRONOLIGI DAN MEKANISME KERJA TERJADINYA KASUS BLBI

11 Juli 1997
Pemerintah Indonesia memperluas rentang intervensi kurs dari 192 (8 persen) menjadi 304 (12 persen), melakukan pengetatan likuiditas dan pembelian surat berharga pasar uang, serta menerapkan kebijakan uang ketat.
14 Agustus 1997
Pemerintah melepas sistem kurs mengambang terkendali (free floating). Masyarakat panik, lalu berbelanja dolar dalam jumlah sangat besar. Setelah dana pemerintah ditarik ke Bank Indonesia, tingkat suku bunga di pasar uang dan deposito melonjak drastis karena bank-bank berebut dana masyarakat.
1 September 1997
Bank Indonesia menurunkan suku bunga SBI sebanyak tiga kali. Berkembang isu di masyarakat mengenai beberapa bank besar yang mengalami kalah kliring dan rugi dalam transaksi valas. Kepercayaan masyarakat terhadap bank nasional mulai goyah. Terjadi rush kecil-kecilan.
3 September 1997
Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan serta Produksi dan Distribusi berlangsung di Bina Graha dipimpin langsung oleh Presiden Soeharto. Hasil pertemuan: pemerintah akan membantu bank sehat yang mengalami kesulitan likuiditas, sedangkan bank yang ”sakit” akan dimerger atau dilikuidasi. Belakangan, kredit ini disebut bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).\
1 November 1997
16 bank dilikuidasi.
26 Desember 1997
Gubernur Bank Indonesia Soedradjad Djiwandono melayangkan surat ke Presiden Soeharto, memberitahukan kondisi perbankan nasional yang terus mengalami saldo debit akibat tekanan dari penarikan dana nasabah. Soedradjad mengusulkan agar mengganti saldo debit dengan surat berharga pasar uang (SBPU) khusus.
27 Desember 1997
Surat Gubernur BI dijawab surat nomor R-183/M.Sesneg/12/1997 yang ditandatangani Mensesneg Moerdiono. Isinya, Presiden menyetujui saran direksi Bank Indonesia untuk mengganti saldo debit bank dengan SBPU khusus agar tidak banyak bank yang tutup dan dinyatakan bangkrut.
31 Desember 1997
Keran uang Bank Indonesia mulai dibuka, dan mengucurlah aliran dana besar-besaran ke bank-bank yang saat itu mengalami masalah.
15 Januari 1998
Penandatanganan Letter of Intent. Dalam LoI, pemerintah mendapat pembenaran untuk memberikan bantuan likuiditas kepada bank yang sekarat karena krisis ekonomi.
26 Januari 1998
Pemerintah mengeluarkan Keppres No. 26/1998 tentang Program Penjaminan.
27 Januari 1998
BPPN didirikan dan tugas penagihan utang BLBI dialihkan ke BPPN
11 Februari 1998
Gubernur BI Soedradjad Djiwandono diganti oleh Syahril Sabirin. Salah satu direktur BI, Budiono, juga dicopot.
20 Februari 1998
Presiden Soeharto menyetujui pengembalian dana nasabah 16 bank yang dicabut izin usahanya, 1 November 1997.
5 Maret 1998
Pemerintah mengeluarkan Keppres No 34 Tahun 1998 tentang tugas dan wewenang BPPN
2 April 1998
Pemerintah mengumumkan akan mencetak Rp 80 triliun uang baru sebagai pengganti dana BI yang dikucurkan ke bank-bank yang dialihkan ke BPPN
10 April 1998
Menkeu diminta untuk mengalihkan tagihan BLBI kepada BPPN dengan batas waktu pelaksanaan 22 April 1998
Mei 1998
BLBI yang dikucurkan pada 23 bank mencapai Rp 164 triliun, dana penjaminan antarbank Rp 54 triliun, dan biaya rekapitalisasi Rp 103 triliun. Adapun penerima terbesar (hampir dua pertiga dari jumlah keseluruhan) hanya empat bank, yakni BDNI Rp 37,039 triliun, BCA Rp 26,596 triliun, Danamon Rp 23,046 triliun, dan BUN Rp 12,067 triliun.
4 Juni 1998
Pemerintah diminta membayar seluruh tagihan kredit perdagangan (L/C) bank-bank dalam negeri oleh Kesepakatan Frankfurt. Ini merupakan prasyarat agar L/C yang diterbitkan oleh bank dalam negeri bisa diterima di dunia internasional. Pemerintah nterpaksa memakai dana BLBI senilai US$ 1,2 miliar (sekitar Rp 18 triliun pada kurs Rp 14 ribu waktu itu).
21 Agustus 1998
Pemerintah memberikan tenggat pelunasan BLBI dalam tempo sebulan. Bila itu dilanggar, ancaman pidana menunggu.
21 September 1998
Tenggat berlalu begitu saja. Boro-boro ancaman pidana, sanksi administratif pun tak terdengar.
26 September 1998
Menteri Keuangan menyatakan pemerintah mengubah pengembalian BLBI dari sebulan menjadi tahun.
27 September 1998
Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ginandjar Kartasasmita meralat angka lima tahun. Menurut Ginandjar, pemerintah minta pola pembayaran BLBI tunai dalam tempo setahun.
18 Oktober 1998
Hubert Neiss melayangkan surat keberatan. Dia minta pelunasan lima tahun.
10 November 1998
Pengembalian BLBI ditetapkan 4 tahun. Tahun pertama 27 persen, sisanya dikembalikan dalam tiga tahun dalam jumlah yang sama. Jumlah kewajiban BLBI dari BTO (bank take-over) dan BBO (bank beku operasi) saat itu adalah Rp 111,29 triliun.
8 Januari 1999
Pemerintah menerbitkan surat utang sebesar Rp 64,5 triliun sebagai tambahan penggantian dana yang telah dikeluarkan BI atas tagihan kepada bank yang dialihkan ke BPPN.
6 Februari 1999
BI dan Menkeu membuat perjanjian pengalihan hak tagih (on cessie) BLBI dari BI kepada pemerintah senilai Rp 144,53 triliun
8 Februari 1999
Penerbitan Surat Utang Pemerintah No SU-001/MK/1998 dan No SU-003/MK/1998.
13 Maret 1999
Pemerintah membekukan kegiatan usaha 38 bank, mengambil alih 7 bank, dan merekapitalisasi 7 bank
Februari 1999
DPR RI membentuk Panja BLBI
19 Februari 1999
Ketua BPKP Soedarjono mengungkapkan adanya penyelewengan dana BLBI oleh para bank penerima. Potensi kerugian negara sebesar Rp 138,44 triliun (95,78%) dari total dana BLBI yang sudah disalurkan
13 Maret 1999
Pemerintah mengumumkan pembekuan usaha (BBKU) 38 bank
14 Maret 1999
Pemerintah dan BI mengeluarkan SKB Penjaminan Pemerintah
17 Mei 1999
UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia ditandatangani Presiden Habibie. Dalam UU itu disebutkan bahwa BI hanya dapat diaudit oleh BPK, dan direksi BI tak dapat diganti oleh siapa pun.
1 September-7 Desember 1999
BPK mengaudit neraca BI per 17 Mei 1999 dan menemukan bahwa jumlah BLBI yang dapat dialihkan ke pemerintah hanya Rp 75 triliun, sedangkan Rp 89 triliun tidak dapat dipertangggungjawabkan. BPK menyatakan disclaimer laporan keuangan BI. Tapi, pejabat BI menolak hasil audit. Alasannya, dana BLBI itu dikeluarkan atas keputusan kabinet.
28 Desember 1999
Pemerintah melalui Kepala BPPN Glen Yusuf memperpanjang masa berlaku program penjaminan terhadap kewajiban bank.
Desember 1999
BPK telah menyelesai-kan audit BI dan terdapat selisih dari dana BLBI sebesar Rp 51 triliun yang tidak akan dibayarkan pemerintah kepada BI, terutama karena penggunaannya tidak dapat dipertanggung-jawabkan.
5 Januari 2000
Ada perbedaan jumlah BLBI antara pemerintah dan BI. Pemerintah menyebut BLBI sebesar Rp 144,5 triliun plus Rp 20 triliun untuk menutup kerugian Bank Exim (Mandiri). Tapi, menurut BI, masih ada Rp 51 triliun dana BLBI yang harus ditalangi pemerintah. Dana sebanyak itu diberikan BI kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas selama November 1997-Januari 1998.
10 Januari 2000
Bocoran hasil audit KPMG yang ditunjuk BPK untuk mengaudit neraca awal BI beredar di kalangan wartawan. Audit itu menemukan bahwa penyelewengan BLBI berjumlah Rp 80,25 triliun.
29 Januari 2000
Audit BPK menemukan fakta bahwa 95,78 persen dari BLBI sebesar Rp 144,54 triliun berpotensi merugikan negara karena sulit dipertanggung-jawabkan.tersangka dalam kasus cessie Bank Bali.
21 Juni 2000
Gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin, ditahan Kejaksaan Agung dengan status sebagai tersangka
Juli 2000
Menko Ekuin Kwik Kian Gie ingin merevisi MSAA, tapi Ketua BPPN Cacuk Sudarijanto menyatakan MSAA tetap berlaku.

22 Juli 2000
Hasil audit BPKP menunjukkan, dari total BLBI (posisi audit per 31 Januari 2000) sebesar Rp 106 triliun, Rp 54,5 triliun diselewengkan. Jumlah ini diberikan kepada 10 BBO dan 32 BBKU yang men-jadi obyek audit BPKP.
31 Juli 2000
LoI ketiga ditandatangani. BPPN diharuskan mengambil tindakan hukum terhadap semua obligor, termasuk penanda tangan MSAA yang tidak menaati pengembalian BLBI.
1 Agustus 2000
Presiden Abdurrahman menyetujui revisi MSAA, sehingga debitor tetap dapat dituntut bila aset yang mereka serahkan jauh di bawah jumlah utangnya.
Agustus 2000
Kepala BPPN hanya menarget-kan pengembalian utang BLBI sebesar 30-40 persen.
5 Agustus 2000
Giliran BPK mengumumkan hasil audit menyeluruh BLBI: dari Rp 144,5 triliun BLBI, potensi kerugian negara Rp 138,4 triliun; dan dari 48 bank penerima, ada penyelewengan penggunaannya sebesar Rp 84,8 triliun. Yang dapat dipertanggungjawabkan hanya Rp 34,7 triliun (25 persen).
September 2000
Deputi Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, menolak hasil audit BPK. Katanya, potensi kerugian negara dari BLBI yang besarnya Rp 138 triliun tidak proporsional. Lagi pula, dana itu keluar karena kebijakan presiden untuk menolong bank-bank yang sekarat.
9 Oktober 2000
Ketua BPK Billy Judono mengatakan bahwa BLBI sudah diberikan oleh BI sejak 1991 hingga 1996. Jadi, tidak benar bahwa BI hanya bertanggung jawab saat krisis saja.
18 Oktober 2000
Komisi IX DPR yang membidangi perbankan menolak jumlah BLBI yang ditanggung BI hanya sebesar Rp 24,5 triliun. "Jumlah ini merendahkan hasil audit BPK," kata anggota dewan
26 Oktober 2000
Jaksa agung menunda proses hukum terhadap 21 obligor agar mereka punya kesempatan melunasi dana BLBI.
1 November 2000
DPR, Pemerintah dan BI menetapkan keputusan politik menyangkut pembagian beban antara Pemerintah dan BI terhadap dana BLBI yang sudah dikucurkan
Awal November 2000
Sumber di BI menyatakan, tanggung jawab BI terhadap BLBI hanya Rp 48 triliun, terhitung sejak 3 September 1997-29 Januari 1999, bukan sebelum dan sesudahnya
2 November 2000
BPK mengancam BI akan memberikan opini wajar dengan pengecualian terhadap laporan neraca BI jika dana BLBI tidak dapat dituntaskan.
17 November 2000
Pukul 16.30, pejabat teras BI menyatakan mundur serentak. Mereka yang mundur adalah Deputi Senior Gubernur Anwar Nasution, Deputi Gubernur Miranda Goeltom, Dono Iskandar, Achwan, dan Baharuddin Abdullah, dengan alasan tak mendapat dukungan politik pemerintah dan DPR. Sedangkan Syahril Sabirin, Achjar Iljas, dan Aulia Pohan tidak mundur. Pokok-pokok Kesepakatan Bersama antara Pemerintah dan BI ditetapkan. Berdasarkan kesepakatan ini, BI menanggung beban Rp 24,5 triliun dan sisanya menjadi beban Pemerintah.
3 Januari 2001
Dua Deputi BI Aulia Pohan dan Iwan G Prawiranata ditingkatkan berkasnya ke penyidikan berkaitan dengan keterlibatan mereka dalam penyalahgunaan dana BLB
7 Maret 2001
DPR mengusulkan pembentukan Pansus BLBI DPR. Pembentukan Pansus ini dipicu oleh pernyataan Menkeu Prijadi Praptosuhardjo yang menyebutkan pemerintah belum menyepakati jumlah  tanggungan BI sebesar Rp 24,5 miliar.
10 Maret 2001
Pemilik BUN  Kaharuddin Ongko ditahan Kejaksaan Agung atas tuduhan penyelewengan dana BLBI
22 Maret 2001
Pemilik Bank Modern, Samandikun Hartono ditahan Kejaksaan Agung atas tuduhan penyelewengan dana BLBI
9 April 2001
Dirut BDNI Sjamsul Nursalim yang bersatus tersangka penyelewengan dana BLBI dicekal Kejaksaan Agung. Selain Sjamsul, David Nusawijaya (Sertivia) dan Samandikun Hartono (Bank Modern) juga dicekal.
29 Maret 2001
Kejagung mencekal mantan ketua Tim Likuidasi Bank Industri (Jusup Kartadibrata), Presider Bank Aspac (Setiawan Harjono).
2 April 2001
Pelaksanaan Program Penjaminan dana nasabah yang semula diatur melalui SKB antara BI dan BPPN diubah  dengan SK BPPN No 1036/BPPN/0401 tahun 2001.
30  April 2001
Kejagung membebaskan David Nusawijaya, tersangka penyelewengan BLBI. Selain itu, Kejagung juga mencekal 8 pejabat bank Dewa Rutji selama 1 tahun.
2 Mei 2001
Kejagung membebaskan 2 tersangka penyelewengan BLBI (Samandikun Hartono dan Kaharuddin Ongko) dan mengubah statusnya menjadi tahanan rumah.
19 Juni 2001
Wapresider Bank Aspac, Hendrawan Haryono dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dan dikenai denda Rp 500 juta. Ia didakwa telah merugikan negara sebesar Rp 583,4 miliar
21 Juni 2001
Mantan Direksi BI Paul Sutopo ditahan di gedung Bundar oleh aparat Kejagung.
24 Januari 2002
Gubernur BI Syahrir Sabirin mengeluarkan SK No 4/1/KEP.GBI/INTERN/2002 tentang pembentukan Satuan Tugas Penyelesaian BLBI. Satgas ini bertugas mengkordinasikan penyelesaian BLBI dan memberikan rekomendasi penyelesaian BLBI yang mencakup bidang keuangan, bidang hukum dan bidang citra. Satgas ini diketuai oleh M Ali Said, sedangkan Rusli Simandjuntak menjadi ketua I. Satgas dikordinasikan oleh Direktorat Keuangan Intern BI yang dijabat Bun Bunan Hupatea.
31 Mei 2002
Tim Bantuan Hukum Komite Kebijakan Sektor Keuangan menyampaikan Laporan Pemeriksaan Kepatuhan Anthony Salim, Andre Salim dan Sudono Salim untuk memenuhi Kewajiban-kewajibannya dalam MSAA tanggal 21 September 1998. Dalam bagian kesimpulannya, TBH antara lain menyatakan meski telah memenuhi sebagian besar kewajiban-kewajibannya, namun secara yuridis formal telah terjadi pelanggaran, atau kelalaian atau cidera janji atau  ketidakpatuhan, atas kewajiban-kewajibannya dalam MSAA yang berpotensi merugikan BPPN.
11 Januari 2007
Dua petinggi Salim Grup (Anthony Salim dan Beny Setiawan) menjalani pemeriksaan di Mabes Polri atas tuduhan telah menggelapkan aset yang telah diserahkan kepada BPPN sebagai bagian pembayaran utangnya. Aset yang digelapkan itu meliputi tanah, bangunan pabrik dan mesin-mesin di  perusahaan gula Sugar Grup
19 Februari 2007
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung MPR/DPR RI menegaskan terhadap 8 obligor yang bermasalah, pemerintah akan menggunakan kesepakatan awal APU plus denda. “Kami tetap akan menjalankan sesuai keyakinan pemerintah bahwa mereka (delapan obligor BLBI, red) default. Tagihan kepada mereka adalah Rp 9,3 triliun,” tegas. Ke delapan obligor itu adalah James Sujono Januardhi dan Adisaputra Januardhy (Bank Namura), Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian), Lidia Muchtar (Bank Tamara), Marimutu Sinivasan (Bank Putra Multikarsa), Omar Putihrai (Bank Tamara), Atang Latief (Bank Bira), dan Agus Anwar (Bank Pelita dan Istimarat)
18 September 2007
Sejumlah anggota DPR mengajukan hak Interpelasi mengenai BLBI  kepada Pimpinan DPR
 4 Desember 2007
Rapat Paripurna DPR menyetujui Hak Interpelasi Atas Penyelesaian KLBI dan BLBI yang diajukan 62 pengusul.
21 Januari 2008
Ormas-ormas Islam yang tergabung dalam “Jihad Melawan Koruptor BLBI” memberikan penghargaan terhadap sejumlah anggota DPR yang dinilai benar-benar serius hendak mengungkap kasus BLBI.
28 Januari 2008
DPR – RI secara resmi mengirimkan surat kepada Presiden RI agar memberikan keterangan di depan
29 Januari 2008
Ratusan orang yang tergabung dalam GEMPUR berunjuk rasa di depan gedung DPR. Mereka curiga ada anggota DPR yang menjadi beking para obligor BLBI.Rapat Paripurna DPR sekaitan Hak Interpelasi atas penyelesaian KLBI dan BLBI.
12 Februari 2008
Pemerintah yang diwakili Menko Perekonomian Boediono menyampaikan jawaban pemerintah terhadap 10 pertanyaan terkait penyelesaian BLBI di depan Rapat Paripurna DPR. Ketika membacakan keterangan, lebih separuh anggota dewan meninggalkan ruang sidang. Pada awalnya, Rapat Paripurna diwarnai hujan interupsi yang mempersoalkan ketidakhdiran SBY dan lembaran jawaban yang hanya ditandatangani Boediono saja.
29 Februari 2008
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Kemas Yahya Rahman, menyatakan Tim 35 yang melakukan penyelidikan kasus ini BLBI I dan BLBI II tidak menemukan adanya pelanggaran pidana yang dilakukan Anthony Salim dan Sjamsul Nursalim. Menurut Kemas Yahya, sesuai dengan surat penyelesaian utang Master Settlement for Acquisition Agreement atau MSAA, kewajiban debitor kepada pemerintah dianggap selesai jika aset yang dinilai sesuai dengan kewajiban dan diserahkan kepada pemerintah. "Kami sudah berbuat semaksimal mungkin dan kami kaitkan dengan fakta perbuatannya. Hasilnya tidak ditemukan perbuatan melanggar hukum yang mengarah pada tindakan korupsi," kata Kemas Yahya Rachman.  
2 Maret 2008
Jaksa Urip Tri Gunawan yang menjadi ketua Tim Jaksa BLBI II dicokok aparat KPK seusai bertandang ke rumah milik pengusaha Syamsul Nursalim di Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan, Dari tangan Urip, penyidik KPK menyita uang sebesar US$ 660 ribu atau sekitar Rp 6 miliar. Uang ini diduga sebagai uang suap terkait kasus BLBI. Selain Urip, KPK juga menahan Artalyta Suryani, seorang pengusaha yang diketahui dekat dengan Sjamsul Nursalim dan juga Anthony Salim
 2 Maret 2008
Wacana perguliran tentang hak angket mulai mengemuka di kalangan anggota DPR menyusul tertangkapnya jaksa Urip Tri Gunawan.
8 Maret 2008
Guru Besar Hukum Pidana Internasional Unpad Bandung, Romli Atmasasmita. mengusulkan agar KPK mengambil alih pengusutan BLBI. Menurut dia, kasus BLBI telah masuk ranah pidana, karena obligor yang tidak memb 
10 Maret 2008
Usulan hak angket kasus BLBI sudah diedarkan kepada para anggota DPR. Usulan hak angket dimunculkan karena langkah penyelesaian kasus BLBI secara hukum yang dirintis Kejaksaan Agung ternyata berakhir antiklimaks. Kejagung menghentikan penyelidikan kasus yang diduga melibatkan sejumlah pengusaha kelas kakap itu. "Apalagi dengan adanya jaksa yang tertangkap tangan menerima suap. Inilah yang menyebabkan kami akan menggunakan hak angket," ujar Dradjad Wibowo, anggota DPR dari Fraksi PAN menyebabkan negara rugi. Selain itu, ada unsur penipuan di dalamnya, karena tidak ada niat dari obligor nakal untuk melunasi utangnya. Saran ini mengacu pada pasal 8 ayat 2 UU KPK yang memberi wewenang KPK mengambil alih penyidikan atau penuntutan pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan polisi atau jaksa.
13 Maret 2008
Empat orang inisiator hak angket BLBI, Soeripto, Dradjad Wibowo, Abdullah Azwar Anas dan Ade Daud Nasution secara resmi menyerahkan draft hak angket kasus BLBI ke pimpinan DPR, Draft tersebut.
6 Mei 2008
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan Masyarakat Antikorupsi Indonesia terhadap surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Kejaksaan Agung atas kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syamsul Nursalim. Kejaksaan Agung langsung menyatakan banding.

G.KESALAHAN PEMERINTAH TENTANG BLBI DALAM
    PENGAMBILAN KEBIJAKSANAAN
  • Pada tahun 1966 rupiah sudah mengalami over valuasi sebesar 16%, sehingga Indonesia menjadi sasaran empuk bagi para spekulan pada tahun 1997, tapi kondisi ini tidak drespon oleh pemerintah melalui departeman keuangan dan bank Indonesia dengan melakukan devaluasi rupiah
  • Pada kondisi moneter yang sangat rentan, Bank Indonesia justru melaksanakan kebijakan moneter.Akibatnya tingkat suku bunga  inter bank yang biasanya 16%-17% melonjak mencapai 300% pada Agustus 1997. Salah langkah yang diambil pemerintah ini akhirnya mengakibatkan bank-bank mengalami kesulitan likuiditas.
  • Saran kelompok ekonomi Mafia Bakery dalam mengundang IMF untuk menyelesaikan masalah penaganan krisis justru malah memperburuk keadaan. Langkah ini mendorong kebangkrutan dunia usahamakin menambah 40 juta pengangguran dan ekonomi Indonesia anjlok dari rata-rata pertumbuhan 6% per tahun menjadi -12,8% pada tahun 1998. Pada berlomba-lomba untuk menarik uangnya dari bank-bank nasional ke bank asing. Ketidak pastian yang lain adalah larinya modal ke luar negeri sebesar 8 milyar US$, hal ini ,mengakibatkan nilai tukar rupiah menjadi ke level di atas Rp 10.000,00. Dampak lain denagan naiknya harga BBM untuk minyak tanah sebesar 25% dan bensin 71%
  • Penjualan aset yang dilakukan pemerintah lewat BPPN target yang harus diterima adalah sebesar Rp 42 triliun. Hal itu merupakan kerjasama pemerintah dengan pihak IMF yang memerintahkan untuk melakukan privatisasi atas sejumlah BUMN yang dimilikinya. Pemerintah menargetkan Rp 13 triliun per tahun dari privatisasi tersebut.,tapi realita yang makin memperparah makin terkurasnya APBN Indonesia jika penjualan tersebut jauh lebih kecil dari dana yang dikucurkan negara kepada bank-bank tersebut, sebagai contoh dari kucuran dana kepada BCA sebarsar Rp 29,1 triliun melalui BLBI dan Rp 60,9 triliun melalui obligasi rekap, negara ternyata hanya menerima pengembalian sbesar Rp 5,3 triliun.Waktu PT Timor Putra Nasional yang dibeli Vista Bella dari APBN pada tanggal 25 April 2003 dengan harga 521 Milliar padahal hutang yang masih ditanggung TPN kepada BPPN saat pembelian itu dilkukan adalah sebesar  Rp 4,576 triliun. Dengan demikian akibat pembelian itu negara mangalami kerugian sebesar Rp 4,046 triliun.
  • Pada regulasi pemerintahan telah mengeluarkan kebijakan yang tidak rasional yaitu pada pemerintah B.J Habibie melalui pola penyelesaian Out Of  Court Settlement (penyelesaian di luar pangadilan).pada pemerintahan Megawati yang menerbitkan inpres no.8 tahun 2002 tentang release and dischard yang memberikan ampunan kepada obligator dan pada pemerintahan SBY mengeluarkan Surat Keterangan Penyelesaian Kewajiban (SKPK) bagi obligator yang melunasi hutangnya, sehingga akan mengesampingkan kasus pidana yang dilakukannya

 H.DAMPAK BURUK KORUPSI BLBI YANG MENGHANCURKAN
    APBN INDONESIA DALAM KUBANGAN PENDERITAAN
    RAKYAT DAN RUNTUHNYA PEREKONOMIAN BANGSA
·         Hasil audit BPK dan BPKP atas penyaluran dan penggunaan BLBI adalah sebagai berikut dalam hal penayaluran BLBI kerugian negara yang diakibatkan korupsi tersebut sebesar Rp 138,4 triliun atau 95,8% dari total dana BLBI Rp 144,5 triliun. Sedangkan dalam penggunaan BLBI, kerugian negara yang diakibatkan adalah senilai Rp 84,842 triliun atau 58,7% dari total BLBI yang dikucurkan. Negara akan mengalami kerugian karena dilakukan penjualan aset-aset negara yang harganya di bawah harga pasar, selain faktor tersebut memang ada penyimpangan dari penyaluran saldo debet, fasilitas diskonto, fasilitas Surat Berharga Pasar Uang Khusus (FSBPUK), fasilitas saldo debet, Dana Talangan Rupiah dan Dan Talangan Valas
·         Sepintas jika berpedoman akan beban pemerintah untuk menebus dana korupsi BLBI selama 30 tahun ini berarti akan membawa dampak terus merosotnya jumlah APBN, artinya pemerintah akan berusaha dengan berbagai cara untuk menutupi kekurangan itu.Realita yang konkrit adalah dengan dinaikannya BBM akhir-akhir ini, akibatnya rakyat yang mendapat dampak kesengsaraan. Lebih jauh lagi proses pembangunan sarana umum untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat juga akan mengalami penurunan, sehingga perekonomian rakyat juga akan terhambat


·         KORUPTOR BLBI YANG KABUR SEBAGAI WUJUD DARI TERKURASNYA APBN INDONESIA
Nama
Asal Bank
Kerugian Negara
Negrara Persembunyian
Adrian Kiki
Bank Surya
Rp 1,5 triluin
Singapura
Bambang Sutrisno
Bank Surya
Rp 1,5 triluin
Singapura
Eko Adi Putranto
Bank BHS
Rp 1,95 triluin
-
Hendra Raharja
Bank BHS
Rp 1,95 triluin
Australia
Shemy Konjongiang
Bank BHS
Rp 1,95 triluin
-
Samsul Nursalim
BDNI
Rp 6,9 triluin
Singapura

Dari data di atas maka terdapat beberapa analisis sebagai berikut
  1. Adanya tindakan curang dari pernerima BLBI dengan berbagai cara yaitu sengaja tidak mengembalikan bantuan Likuiditas, menunda pembayran bantuan dengan alasan belum adanya kemampuan di perbankan  dan penggunaan dana diluar kesepakatan.
  2. Adanya perilaku yang curang yang sampai dibawa kabur ke luar negeri meyababkan sulitnya melakukan pelacakan dan dampak paling besar adalah makin membengkaknya dana APBN yang ujung-ujungnya harus ditanggung rakyat.
  3. Hendra Raharja yang sudah meninggal dan belum pernah mengembalikan uangnya kepada negara akan menyulitkan pihak aparat penegak hukum untuk melacak dana yang dikorupsi dan mengembalikannya kepada negara
BESARNYA BEBAN BUNGA UTANG DALAM APBN 2002-2008 (Dalam Triliun)
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
61,10
55,00
62,48
65,00
79,00
86,30
91,54
Sumber, Marwan Batubara.2007:144

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.      Adanya realita yang terjadi di negara Indonesia sekarang ini, seharusnya menjadikan aparat penegak hukum KPK, Kejaksaan dan semua elemen aprat penegak hukum harus lebih tegas dalam melakukan pemberantasan korupsi. Para pejabat pemerintah harus lebih fokus dalam memikirkan kesejahteraan rakyat dan berusaha untuk menyelamatkan APBN agar tetap terjaga dananya tiap tahun jangan sampai subsidinya dibebankan kepada rakyat. Hukum dan peratuaran yang ada seharusnya lebih dioptimalkan untuk ditaati, sehingga moment opname dalam hukum dapat terwujud.
2.      Dana Korupsi sebesar Rp 144,5 triliun lebih telah membuat kas negara terkuras dan beban subsidi harus ditanggung rakyat melalui pengurangan pembangunan dan wujud kongkritnya adalah kenaikan BBM yang telah membawa dampak di berbagai sektor. Jika selama 30 tahun akan terus menguras dana APBN, maka tidak akan terbayangkan dampak besar kehancuran perekonomian rakyat dan bangsa.
3.      Dalam penanganan BLBI agar tidak terus menguras APBN justru telah melakukan langkah fatal dengan makin merugikan kasa negara, wujud kongkritnya adalah dengan pejualan aset-aset negara.
4.      Kebijakan yang diambil dalam regulasi pemerintahan dari waktu ke waktu justru memberikan celah melemahnya dalam menyelesaiakan kasus BLBI sebagai contoh pada pemerintah B.J Habibie melalui pola penyelesaian Out Of  Court Settlement (penyelesaian di luar pangadilan).pada pemerintahan Megawati yang menerbitkan inpres no.8 tahun 2002 tentang release and dischard yang memberikan ampunan kepada obligator dan pada pemerintahan SBY mengeluarkan Surat Keterangan Penyelesaian Kewajiban (SKPK) bagi obligator yang melunasi hutangnya, sehingga akan mengesampingkan kasus pidana yang dilakukannya.

DAFTAR PUSTAKA
 
Pudjiarto, Harum. 1997. Memahami Politik Hukum di Indonesia. Yogyakarta:
        Universitas Atmajaya Yogyakarta
Gliitgart,Robert.1998.Membasmi Korupsi.Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, Terjemahan
        Selo Soemardjan
Winarno, Budi. 2006. Sistim Politik Indonesia Era Reformasi. Jakarta. PT Buku Kita.
Syarifudin dkk, 2006. Benang Kusut Peradilan Perbankan. Jakarta: Konsorsium
       Reformasi Hukum Indonesia
Batubara, Marwan Dkk.2007. Skandal BLBI Rame-Rame Merampok Uang
       Negara. Jakarta: Haekal Media Center
Guy, Benveniske. 1990. Birokrasi . Jakarta:  PT Raja Grafindo
Junus A.,George.2007.Korupsi Kepersidenan ”Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga Istana
         Tangsi dan Partai Penguasa”.Yogyakarta: PT Lkis Pelangi Aksara Yogyakarta
Kompas, 11 Maret 2008 hal.10
Kompas, 25 Oktober 2003 hal.3
Kompas, 2 Oktober 2004, hal. 6
Kompas, 21 September 2007, hal. 10
Kompas, Selasa 11 Maret 2008, hal. 10
Harian Surat Kabar Seputar Indonesia, 4 Mei 2008 hal. 1
Harian Seputar Indonesia,Jum’at 14 Hovember 2008, hal.6
www.berpolitik.com
www.kpk.co.id
Disampaikan oleh Marwan Effendy pada Seminar Nasional denagan
        topik”Pemberantasan Korupsi Daerah di Era Otonomi Daerah” yang
        diselanggarakan BEM FH tanggal 14 Agustus 2008

No comments:

Designed By Mas Say