Breaking News

20 September 2011

MAKALAH TENTANG TINJAUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM DARI KOMPLIKASI KASUS KORUPSI BLBI DAN HAK ANGKET DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
       Seiring waktu berjalan gelombang pasang surut tentang kelembagaan Dewan Perwakilan rakyat melalui fase demi fase, dari adanya istilah Voolksraad tahun 1918-1942, Sesuai dengan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945 dan rumusan pasal 4 aturn peralihan UUD 1945 maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia berusaha membentuk Dewan Perwakilan Rakyat. Pada periode antara 27 Desember 1949-17 Agustus 1950 sistem perwakilan di Indonesia ada istilah DPR dan Senat RIS, tapi setelah berlakunya UUDS 1950 sistem perwakilan menjadi monokameral dengan senat merupakan bagian dari DPR. Perubahan demi perubahan terus terjadi tahun 1955 baru terbentuk DPR melalui pemilu intuk pertama kalinya di Indonesia. Di tahun  1965-1966 ada istilah Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong tanpa komunis. Setalah memasuki zaman orde baru ada transisi mengenai DPR sampai pada era reformasi dalam UU no.4 tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Walaupun demikian mengenai existensi adanya dan substansi dari DPR juga masih mengalami fase perubahan demi perubahan melalui amandemen.
    Pada setiap negara merdeka, konstitusi memiliki arti dan peranan kunci penting, karena hakikat konstitusi merupakan cerminaan jiwa,semangat, nilai moral,nilai budaya dan teknologi, serta filsafat perjuaangan suatu bangsa. Oleh karena itu  konstitusi suatu negara adalah produk sejarah perjuangan bangsa. Perubahan yang cukup mendasar dan kompleks dalam perkembangan situasi kebangsaan dan ketatanegaraan, maka upaya mengubah konstitusi untuk menghadapi tantangan danj membela  serta mempertahankan kelangsungan hidupnya merupakan alternatif yang dapat dilaksanakan (Sri Soemantri, 2000:17)  Jika berpedoman dari uraian di atas amandemen yang dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali telah memberikan legitimasi konstitusi dan payung hukum adanya lembaga Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini  telah memberikan pada peran dan fungsi.DPR  untuk penyalur aspirasi rakyat  sekaligus akan mempertanggung jawabkan secara moral pada rakyat juga Dari proses pembentukan badan legislatif secara langsung oleh rakyat  melalui pemilu juga merupakan implementasi dari prinsip demokrasi yang di anut oleh Negara Indonesia. Legitimasi dari DPR ini diperkuat dalam pasal 19 UUD 1945 setelah amandemen kedua ayat 1 disebutkan bahwa“Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum”. Semakin panasnya perpolitikan di Indonesia semakin mempengaruhi akan kinerja dari anggota dewan. Berbagai fenomena dan kasus juga mewarnai hiruk pikuknya akan keberadaan DPR, sebagai contoh tentang kasus korupsi BLBI dari para anggota deawn yang telah membuat citra DPR terscoreng. Hamka Yandu dari fraksi golkar, dari Fraksi PPP Daniel ada Tandjung, Sofyan Usman, Habil Marati.Dari Fraksi PKB ada Amru Al Mustaqi dan Aris Azhari Siagian, dari ada  Fraksi Reformasi Rizal Djalil dari Fraksi KKI ada Hamid Mappa dan FX Soemitra. Fraksi PBB ada MS Kaban, dari  Fraksi PDU ada Abdullah Alwahdi. Mereka semua dijadikan alat dari yang berkepentingan tentang RUU tentang BLBI.
       Menurut Kwik Kian Gie tentang fenomena kasus BLBI itu MSSA (Master Settelment of Aquisition Agreement), adanya ini tidak masuk akal karena bertentangan dengan sistem hukum di Indonesia. MSSA juga menginjak-injak UU perbankan dan banyak mentri dan menko bahkan presiden ikut menginjak-injak UU perbankan.Presiden menerbitkan SKL atas dasar MSSA. Sementara itu DPR dan MPR ibaratnya menagamini semua itu( Marwan Batubara, 2007:1/xi), tapi dari serentetan kasus itu pihak DPR juga masih ada rasa kepedulina terhadap rakyat da negara yaitu dengan menggunakan hak yang dipunyai berupa hak angket dan hak interpelasi. Kedua hak itu di gunakan untuk meminta pertanggung jawaban dari pemerintah tentang korupsi BLBI yang telah merugikan negara hampir 100 triliun lebih. Hak angket digunakan untuk meminya pertanggung jawaban tentang adanya kenaikan BBM. Walaupun sampai sekarang prosesi semua itu belum terwujud dengan kongkrit, tapi DPR sudah ada etikad baik untuk menjalankan tugasnya berdasarkan konstitusi.                                                                                 



B.Rumusan Masalah
    Dari uraian di atas maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu
  1. Apakah yang menjadi sebab para anggota DPR terlibat dalam kasus korupsi BLBI?
  2. Apakah yang menjadi motif utama anggota DPR menggunakan hak angket dalam memberikan kritikan pada kebijakan yang diambil pemerintah?
  3. Bagaimanakah kronologis terjadinya korupsi BLBI hingga merusak tatanan sistem demokrasi di Indonesie melalui para anggota DPR yang bermoral rendah?
C.Tujuan
  1. Untuk mengetahui hal utama yang menjadikan para anggota DPR terlibat dalam kasus BLBI
  2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan motif utama anggota DPR menggunakan hak angket dalam memberikan kritikan pada kebijakan yang diambil pemerintah
  3. Untuk mengetahui proses kronologis terjadinya korupsi BLBI hingga merusak tatanan sistem demokrasi di Indonesia melalui para anggota DPR yang bermoral rendah
D..Manfaat
  1. Manfaat Teoretis
a.       Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan dan pembangunan lembaga legislatif di Indonesia agar lebih maju.
b.      Memperluas khasanah ilmu pengetahuan tentang Kelembagaan Negara Di Indonesia
  1. Manfaat Praktis
a.       Sebagai referensi awal yang berguna bagi pihak yang berminat pada masalah  Kelembagaan Negara di Indonesia
b.      Memberikan masukan kepada Lembaga Negara di Indonesia  agar lebih menjalankan amanahnya sesuai konstitusi yang ada.


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENYIMPANGAN FUNGSI ASPIRASI DARI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DARI KASUS BLBI
      Berbagai fenomena tahap demi tahap untuk mewujudakan hak angket telah mengalami proses yang sangat panjang. Ada 4 fraksi yang menghadang guliran Hak Angket BLBI. Salah satu dari empat fraksi itu adalah Partai Keadilan Sejahtera yang membuat sebagian kalangan banyak tanda tanya karena kurang konsistenya dari argumen yang telah dinyatakan. Penolakan Demokrat dapat dimengerti karena mereka adalah partainya SBY. Penolakan Golkar juga bisa dipahami karena adanya hubungan historis antara mereka dengan sebagian besar anggota dewan yang yang terlibat BLBI. Penolakan PDIP juga banyak mengandung unsur politik untuk menyelamatkan pemimpin mereka. Meski ada beberapa anggota dewan yang mau maju terus, tapi mereka akhrinya tidak dapat memberikan argument yang kongkrit untuk menghadang argument dari PDIP. Hal yang ironi adalah jika para fraksi PDIP tetap bersikeras bisa dipastikan bakal dianggap hendak menjerumuskan ketua partai sendiri.
       Statement PKS jadi bahan pergunjingan. Sebelumnya sejumlah anggota dewan dari fraksi ini termasuk pihak yang cukup ngotot meneruskan hak interpelasi menjadi hak angket. Terlebih sampai sehari sebelum Rapat Paripurna PKS masih diyakini mendukung bulat perguliran Hak Angket tersebut, tapi pandangan fraksi PKS yang dibacakan Andi Rahmat membuat sebagian pengusung hak angket ini tak percaya. Apalagi setelah menyimak dasar argumentasi yang diajukan partai ini. Dalam pidato pemandangan umum, fraksi PKS berpendapat: (a) konsideran yang dipakai penggunaan hak angket kabur, (b) dari sisi argumentasi, para pengusul telah mencampuradukkan antara kebijakan yang diambil oleh pemerintahan yang berbeda, politik anggaran nasional (APBN) yang setiap tahun disahkan menjadi Undang-Undang oleh paripurna Dewan dengan peristiwa hukum yang terjadi pada aparat Kejaksaan Agung, (c) PKS juga tidak menemukan muatan baru yang berbeda dari apa yang menjadi pertanyaan dan jawaban pemerintah terhadap interpelasi anggota Dewan pada forum sidang paripurna sebelumnya. Unsur-unsur dan muatan politik dalam tiap pengambilan kebijakan itu memang hany untuk kepentingan pribadi dan golongan. Inilah yang mengindikasikan DPR tidak berpihak pada rakyat dan justru merugikan perekonomian  bangsa.

B. VARIASI KASUS KORUPSI BLBI DI DPR SEBAGAI BUKTI KEHANCURAN DEMOKRASI DI INDONESIA
       Dengan tertangkapnya Bulyan Royan terkait kasus dugaan suap.  Bulyan Royan tertangkap tangan di Plaza Senayan, dalam kasus dugaan penyimpangan penggunaan anggaran dari Departemen Perhubungan. Anggota DPR yang tertangkap tangan pertama kali adalah Al-Amin Nur Nasution terkait dengan alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Setelah tertangkapnya Amin, KPK mengembangkan penyelidikan hingga akhirnya kembali menahan Sarjan Tahir terkait kasus pengalihan fungsi hutan bakau menjadi pelabuhan di Banyuasin, Sumatera Selatan. Sarjan tidak tertangkap tangan, tetapi berdasarkan penyelidikan KPK di lapangan mereka menemukan adanya keterlibatan Sarjan dalam kasus korupsi. Sebelum Al-Amin, Sarjan Tahir, dan Bulyan Royan, KPK sudah menahan Saleh Djasit, tapi penahanannya tidak terkait tugas di Dewan, tetapi saat menjabat sebagai gubernur. Hampir dua minggu setelah Al-Amin, KPK menahan Hamka Yamdhu dan mantan anggota DPR Anthony Zeidra Abidin terkait kasus aliran dana Bank Indonesia katanya. Existensi dari KPK yang berdasarkan UU No.30 tahun 2002 telah membuktikan kinerja nyata dalam pemberantasan korupsi di Indonesia khususnya di anggota DPR. Kehancurn demokrasi itu walau pun tidak nyata, tapi mengandung makna filosofis yang sangat besar artinya anggota DPR sebagai pusat aspirasi rakyat justru menghancurkan amanah yang telah diberikan dan paling parah secara tidak langsung ekonominya pun juga telah dihancurkan. Hal yang ironi adalah frksi besar seperti Golkar,PDIP, PKB, Reformasi, POLRI, KKI,PBB dan PDU
C. SEGI POSITIF DPR DARI BERBAGAI KASUS KELAM KORUPSI BLBI SEBAGAI FUNGSI PENYAMPAI AMANAT PENDERITAAN RAKYAT

1. Penggunaan hak interpelasi dan hak angket kasus BLBI dari DPR sebagai wujud kepedulian terhadap nasib bangsa

    Dalam amandemaen kedua UUD 1945 pasal 20A ayat 2 disebutkan”Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak tang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang dasar ini Dewan perwakilan rakyat mempunyai hak interpelasi,hak angket, dan hak menyatakan pendapa. Hak tersebut digunakan untuk mengusut tuntas masalah korupsi BLBI. Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI H Effendy Choirie mengemukakan, DPR telah memanggil Presiden pada bulan Januari 2008. Tindakan kongkrit yang  diambil DPR ini juga telah mendapatkan respon positif dari ahli hukum Prof Kacung Marijan PhD Di sela-sela menghadiri pengukuhan guru besar ilmu politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, ia mengatakan, pengusutan korupsi dana BLBI itu penting, karena menyangkut uang negara senilai Rp600 triliun lebih. Ia juga berpendapat  kalau uang sebanyak itu dapat ditarik kembali, tentu akan dapat digunakan untuk pendidikan dan kesehatan gratis bagi masyarakat kecil.Menurut dia, DPR tidak akan lebih mengutamakan upaya hukum dalam kasus korupsi dana BLBI itu, tapi juga melalui negosiasi, karena hal terpenting adalah mengembalikan uang negara yang cukup besar itu. Kalau upaya hukum mungkin waktunya akan lama dan menguntungkan segelintir orang, tapi kalau upaya dalam ataran pollitik akan cepat. Berbagai argumen dari kalangan telah memantapkan langkah DPR untuk meminta Presiden melakukan negosiasi dengan berbagai pihak agar mereka mengembalikan dana rakyat dengan jaminan tidak akan diproses secara hukum. Adanya hak interpelasi itu juga terbatas dari ruang lingkup kinerjanya saja yaitu hanya untuk meminta penjelasan atas sikap pemerintah dalam penyelesaian BLBI dan minta keterangan tentang utang bunga obligasi di APBN

Mengenai interpelasi BLBI akhirnya dapat legalisasi dari anggota  DPR pada Desember 2007. Sebelum putusan itu diketuk, hujan interupsi semua argumentasi berlangsung cukup seru. Para pengusul menginginkan agenda voting interpelasi BLBI yang ditetapkan pada Sidang Paripurna 27 November 2007. Fraksi PDI Perjuangan, FPP dan fraksi demokrat mencoba mengulur waktu, dengan melontarkan argumen-argumen yang bernada menolak ususlan interpelasi tersebut. Sementara kubu Golkar terkesan mengambang. Pendapat partai beringin terbelah dua soal interpelasi ini. Kelompok Agung Laksono kabarnya menentang interpelasi Di satu sisi kalangan muda partai menghendaki interpelasi. Di menit-menit akhir sebelum putusan, ia berupaya meyakinkan kepada koleganya di Golkar, PPP maupun PDIP supaya menyetujui interpelasi. Pertimbangannya yang ia kemukan jika interpelasi gagal diputuskan tentu akan berakibat buruk pada citra DPR di mata publik. Sementara pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dalam interpelasi bisa dikoordinasikan dalam rapat konsultasi.Dari prosesi itu semua untuk meminta keterangn dari presiden tantang BLBI. Upaya untuk pengusutan itu dari berbagai kalangan juga mendapat kontroversi, sebab akan banyak melibatkan para tokoh politik yang notabenya masih sebagai anggota dewan, tapi bagaimna pun juga berhasil tidaknya akan tergantung dari kinerja para penegak hukum. Jika dilihat dari tahap demi tahap itu mengindikasikan bahwa banyak sekali unsur kepentinngan baik kepentingan pribadi atau pun kepentingan parpol. Mereka yang menolak justru tidak mau teman mereka yang masih dalam satu trejebak jeratan hukum yang dibuat sendiri. Hal perlu digaris bawahi adalah telah ada wujud kongkrit untuk membela kepentingan rakyat dan negara.


      Adanya hak interpelasi yang dilukuan oleh DPR mengandung beberapa hal penting diantaranya adalah sebagai berikut:

1.      Langkah interpelasi BLBI harus dijadikan kesempatan emas untuk menjelaskan kepada publik tentang beberapa hal penting.Publik garus diberikan pemahaman tentang kebijakan ekonomi Mafia Berkerly. Kasus BLBI menjadi salah satu contoh bahwa pilihan penyelesaian krisis ala IMF justru membawa Indonesia sebagai salah satu negara yang berpotensi mengalami krisis ekonomi berulang

2.      Langkah pejabat Bank Indonesia dan pemerintah dalam menyalurkan BLBI untuk menyelamatkan perbankan dari langkah kebijakan salah ala IMF, harus berakhirnya dengan rontoknya sektor perbankan dan sektor ekonomi. Pembiaran keterlibatan IMF oleh para ekonomi pro Washington, konsesensus inilahyang menambah beban perekonomian negara dan merugikan ekonomi nasional.

3.      Dalam penyaluran BLBI tersebut Bank Indonesia tidak menggunakan kriteria sesuiai dengan ketentuan sehingga terjadi penyimpangan. Mis-Judgement dan salah kebijakan terjaditidak hanya penyaluran BLBI, tetapi pada peralihan asetke BPPN dan saat penyelasaian lewat berbagai obral aset (fire sale). Penyelidikan terhadap auditor semestinya menjadi bagian penting dari kasus penyelesaian BLBI karena akan membuka kasus ini lebih jelas.

4.      Hasil audit BPB menunjukanbahwa Bank Indonesia dan pemerintah telah menyalurkan daan sebesar 621, 6 triliun untuk keperluan industri perbankan nasional selama masa krisis. Rekomendasi panja DPR penting untuk menjadi agenda. Panja telah menyinpulkan banyak hal antara lain bahwa penyaluran BLBI tidak dilakukan sesuai mekanisme yang transparan. Rekomendasi panja untuk memeriksa 56 nama terkait denangan penyelewengan baik dalam penyaluran atau penggunaan.

5.      Beban hutang pemerintah kepada Bank Indonesia terkait BLBI adalah 144,5 triliun. Untuk menyelesaikan beban itu, telah dibuat  kesepa katan bahwa pemerintah akan mencicil setiap tahun selama 30 tahun di mulai tahun 2007. Upaya untuk segera mengurangi beban APBN dari hutang penyaluran BLBI harus menjadi fokus pembahasan dalam interperlasi karena tidak hanya menimbulakan kerugian finansial tetapi juga kerugian ekonomi yang sangat besar.(Marwan Batubara, 2007:342)

   2.Hak angket BBM dari DPR sebagai wujud kepedulian terhadap nasib rakyat
    Dalam UUD 1945 hasil amandemen kesatu pasal 20 ayat 2 disebutkan”Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan presiden untuk mendapat persetujuan bersama” tapi di pasal yang terbaru disebutkan setelah amandemaen kedua UUD 1945 pasal 20A ayat 2 disebutkan”Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak tang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang dasar ini Dewan perwakilan rakyat mempunyai hak interpelasi,hak angket, dan hak menyatakan pendapat”(Sri soemantri, 2000:80)
     Sejumlah anggota dewan menyebutkan harga BBM akan naik 28,7%. Dengan kenaikan itu harga premium akan naik menjadi Rp 6000, Solar Rp 5000, minyak tanah Rp 2.500 per liter. Untuk penghematan  dan konsumsi BBM akan dikurangi sedangkan konsumsi listrik dihemat lewat tarif non subsidi (Koran Tempo,Selasa 6 Mei 2008, hal.1)
      Adanya kenaikan BBM karena dukung adanya krisis global dalam bidang perekonomian dan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia akan mempengaruhi harga BBM di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Pengaruh inilah yang mempengaruhi goverment policy dari pemerintahan SBY-JK untuk menaikan harga BBM di Indonesia.Dari berbagai kalangan banyak yang mengecam tindakan pemerintah yang cenderung tidak berpihak pada rakyat.Gelombang demonstrasi dari LSM, masyarakat dan mahasiswa tidak membuat pemerintah menunda kenaikan BBM itu. Alasan pemrintah yang paling utama adalah anggaran subsidi BBM untuk masyarakat menjadi berkurang jika pemerintah tidak segera menaikannya. Semua elemen masyarakat terhadap adanya kenaikan BBM banyak tidak setuju. Jika ditinjau dari pasal 14 UU APBN juga mencantumkan kalau terjadi sesuatu di luar kendali hinga harga minyak di atas 100 dolar AS per-barel, maka kewenangan diserahkan kepada pemerintah sepenuhnya, sehingga tak perlu persetujuan DPR. Walaupun dari pihak dewan gencar agar pemerintah menghentikan kenaikan BBM, tapi pemerintah juga memberikan argumen yang jelas tentang kenaikan BBM dan DPR pun tidak punya daya apa-apa dari kebijakan pemerintah itu
3. Kontroversi dari DPR dan Pemerintah SBY tentang Hak Angket kenaikan BBM
      Adanya kenaikan BBM itu karena pengurangan subsidi dari pemarintah dan pertimbangan ada fluktuasi garga minyak dunia terus membayangi APBN 2009. Tekanan subsidi BBM akan menjadi hantu bagi anggran dan belanja pemerintah. Menurut Mentri Negara Perencanaan Nasional Pazkah Suzetta dalam rapat dengar pendapat antar Badan Pembangunan Nasional, Departemen keuangan dan DPR bahwa kenaikan BBM akan berkisar dari 0,5-1% setiap bulan (Koran Tempo, Selasa 17 Juni 2008, hal.22).
       Kontroversi itu menunjukan tidak adanya hubungan yang harmonis antara pemerintah dan lembaga negara. Dari pihak DPR berargumen pemerintah dipersilahkan untuk menyesuaikan harga bahan bakar minyak atau BBM di dalam negeri untuk kedua kalinya pada tahun 2009 jika dipandang jarak antara harga jual BBM domestik dengan luar negeri semakin melebar. Itu dimungkinkan karena DPR kembali memberikan ruang kebijakan yang sama seperti kewenangan yang diberikan dalam APBN Perubahan 2008. Dalam APBN Perubahan 2008 pemerintah diberi tiga kewenangan kebijakan energi tanpa harus berkonsultasi lagi dengan DPR, yakni menyesuaikan harga BBM dalam negeri, melakukan penghematan konsumsi BBM bersubsidi, dan melaksanakan kebijakan fiskal lainnya. Pada akhirnya, pemerintah menggunakan kewenangan tersebut untuk menaikkan harga BBM dalam negeri rata-rata 28 persen pada akhir Mei 2008. Jika dianalisis kebijakan yang diberikan DPR akan dapat efektif andaikata pemerintah berpikir realistis untuk selalu berpihak pada rakyat.
        Pansus Angket DPR tentang BBM sudah macet total. Berbagai indikasi menunjukkan bahwa pekerjaan Pansus Angket DPR ini tidak menentu dan arahnya pun tidak jelas. Dikabarkan bahwa keputusan pimpinan Pansus hanya bertahan satu hari. Rapat Pleno Panitia Angket telah membatalkan keputusan pimpinan Panitia Angket untuk memanggil Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. Niat untuk membongkar kekisruhan kebijakan energi nasional, termasuk pengelolaan minyak untuk rakyat sudah terkubur dalam-dalam dalam setiap nurani anggota dewan mereka hanya mementingakn kepentingan pribadi dan golongan. Seperti yang sudah kita duga semula, memang keputusan Hak Angket DPR tentang BBM ini sama sekali tidaklah lahir dari kemauan baik dan inisiatif yang luhur dari DPR sendiri, melainkan karena terpaksa sebagai akibat kemarahan besar yang dilontarkan banyak golongan di seluruh negeri akibat dinaikkannya harga BBM oleh pemerintah. Di samping itu, parpol-parpol di DPR mengira bahwa dengan diputuskannya Hak Angket ini kepercayaan atau simpati masyarakat bisa direbut kembali, sesudah citra DPR merosot sekali karena banyaknya kasus korupsi yang terbongkar. Berita tentang Pansus Angket DPR belum siap sepenuhnya untuk memulai tugasnya, sehingga harus membatalkan keputusan memanggil pejabat-pejabat penting itu. Diberitakan juga bahwa Pansus Angket juga memerlukan bahan-bahan sebagai  dasar untuk mengadakan penyelidikan. Bahwa Panitia memerlukan persiapan-persiapan sebaik mungkin untuk menjalankan tugasnya adalah sesuatu yang wajar dan  memang harus dikerjakan, tapi kalau ada sebab-sebab tertentu dalam usaha untuk sengaja memperlambat angket maka inilah yang harus dikritik secara konstruktif demi kehormatan DPR dimata rakyat.
        Ada hal-hal yang ganjal dalam pengelolaan BBM di Indonesia, sehingga terjadi kesemrawutan yang mengakibatkan penderitaan sebagian terbesar rakyat. Hak Angket yang serius, jujur, dan benar serta penindaakan yang tegas dari aparat penagak hukum akan membongkar berbagai ketidakberesan ini. Pembongkaran ini akan merugikan kepentingan kalangan golongan tertentu, yang selama ini bisa memperoleh kekayaan haram dari manipulasi BBM. Mereka akan berusaha dengan berbagai jalan untuk membuat hasil hak angket DPR ini akan menguntungkan kepentingan mereka sehingga bisa tetap meneruskan praktek-praktek haram dari manipulasi BBM. Dorongan dan bantuan kepada Pansus Angket BBM perlu juga diberikan oleh berbagai kalangan yang selama ini sudah melakukan perlawanan yang gigih terhadap kenaikan harga BBM,inilah yang menyebabkan hak angket BBM selain dilakukan oleh Pansus Angket DPR juga bersama-sama dan oleh rakyat banyak. Dorongan, bantuan, dan kontrol dari banyak kalangan terhadap Pansus Angket BBM ini sangat diperlukan mengingat bahwa banyak hal yang masih belum jelas tentang manipulasi BBM. Kontrol yang dilakukan oleh berbagai kalangan ini diharapkan akan dapat membuat kebijakan pemerintah berpihak pada rakyat.
4. Pembongkaran mafia minyak oleh BPK dari hak angket DPR sebagai bukti keseriusan dari lenbaga-lembaga pemerintah untuk pemberantasan korupsi
   Panitia khusus hak angket BBM sedang membidik mafia minyak,mereka akan membongkar  biang pemborasan yang menyebabkan subsidi BBM dan energi membengkak dari semestinya. Dalam kerjasama untuk membongkar fenomena tersebut juga bekerja sama dengan berbagai pihak. Hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan laporan dari ICW setidaknya juga menunjukan adanya penyimpangan penerimaan negara dari minyak bumi yang tidak kecil.temuan mereka meyebutkan kerugian negara hingga Rp 194 triliun dari penerimaan minyak selama tahun 2007-2008. Panitia hak angket akan menelusuri para mafia yang terlibat dalam penyelundupan BBM. Salah satu anggota Panitia Hak Angket Dradjad Wibowo mengatkan ada yang mencari keuntungan denagn cara memutar-mutar dana migas di rekening non budgeter. Panitia hak angket DPR dibentuk oleh dewan terkait dengan kebijakan pemerintah yang menaikan BBM. Para anggota DPR berpendapat kenaikan harga itu tidak perlu dilakukan lantaran ada pemborosan dalam rantai bisnis perminyakan. Panitia ini akan bekerja guna mengungkap dan menekan pemborosan tersebut. Anggota Panitia hak Angket lainnya Tjatur Sapto Edi menyebutkan sejumlah kasus yang sempat mengemukan akan dibidik DPR, misalnya soal kasus impor minyak jenis Zatani buatan Gold manor Ltd serta penjualan gas tangguh papua dengan harga sangat murah dan tetap selama 25 tahun. Guna membantu pengusutan oleh Dewan maka Anwar Nasution sebagai ketua BPK menyatakan kesiapannya menyediakan data bagi panitia hak angket DPR, menurutnya pihak BPK telah melakukan audit yerhadap semua penyimpangan di bidang perminyakan, salah satu contohnya telah dilakukan audit terhadap anak usaha Pertamina yakni Petral yang di sana telah ditemukan dengan kerugian terhadap negara 800 juta US$, kenudian audit subsidi BBM, rekening migas hingga soal cost recovery oleh para kontraktor migas. 
D. EXISTENSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT SEBAGAI PENYALUR ASPIRASI RAKYAT
      Tiap parpol mempunyai sebuah ideologi yang berupa politik merit sistim. Substansi dari ajaran ideologi ini adalah semua anggota partai politik harus berintelektual tinggi dan berkualitas di segala bidang kehidupan serta tujuan dari partai itu jelas. Saya pikir semua parpol yang ada  di Indonesia sekarang telah megkooptasi birokrasi-birokrasi dalam instansi pemerintahan, itu disebabkan karena adanya kepentingan-kepentingan individu dan tersembunyi dari partai politik dan dari para anggotanya. Realita yang ada sekarang banyak mental para anggota partai politik yang buruk. Parpol merupakan sebuah wadah politik, dan politik ini lah yang dijadiakan jalan atau sarana untuk mereka guna memasuki sebuah kerajaan birokrasi. Setelah para anggota partai politik berhasil menduduki birokrasi, maka birokrasi inilah dijadikan sebuah mesin untuk menumpuk harta kekayaan. Dalam keadaan inilah mereka telah merasa memiliki kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan itulah yang saya pikir dijadikan sebagai sumber dari segala sumber untuk memperkaya diri sendiri.Parpol yang ada di Indonesia sekarang bagaikan sebuah perusahaan yang tujuannya hanya untuk mencari keuntungan pribadi belaka, dan politik merupakan sebuah mata pencaharian utama bagi anggota partai politik. Sistim dalam partai politik saya rasa sudah hancur ini terbukti dari tiap anggota yang masuk kedalamnya berusaha untuk mengembalikan modal yang telah mereka keluarkan untuk bisa masuk parpol dan inilah yang menjadi salah satu sebab rusaknya birokrasi di Indonesia sekarang.   Agar birokrasi dan sistim dalam pemerintahan tertata dengan baik maka birokrasi pemerintahan kita harus segera menyingkir dari dekooptasi partai politik, dan menurut saya dekooptasi ini merupakan jalan terbaik untuk reformasi birokrasi di Indonesia. Partai politik harus sadar bahwa sistim dan idelogi mereka telah rusak dan hancur, jika parpol ingin disegani oleh rakyat maka parpol harus berani merombak ideologi dan sistimnya. Berawal dari parpol itulah akan terbentuk anggota legislatif sebagai penyalur aspirasi rakyat demi tegaknya sebuah demokrasi di Indonesia. Kuatnya posisi DPR menjadi salah satu penyebab maraknya dugaan korupsi dan untuk mengatasinya harus ada kontrol yang tepat guna ada cek and balances dalam menjalankan kinerjanya.Dengan adanya kontrol akan mendorong dalam perekrutan kader pada sistem yang lebih baik oleh parpol. Selain itu juga akan dapat mengimbangi posisi DPD sebagai bagian dari anggota legislatif. Jika ditinjau dari sistem pemilu tahun 2009 berupa proporsional maka dari tiap parpol dapat mengirimkan kadernya. Dengan demikian mereka akan lebih leluasa dalam menentukan tiap kebijakan yang berkenaan dengan kepentingan rakyat. Jadi baik buruknya tentang substansi dalam anggota dewan dalam menyampaikan aspirasi rakyat tergantung pada:
  1. Kwalitas dari ideologi tiap parpol akan menentukan arah dan kebijakan yang disampaikan oleh pemerintah untuk mementingkan kepentingan rakyat.
  2. Moralitas dari tiap individu dalam menjalankan amanahnaya apakah komitmen atau tidak.
  3. Kapabilitas tentang wawasan dan pemahaman dalam menafsirkan arti demokrasi di Indonesia, makin baik maka akan makin aspiratif atau sebaliknya.
  4. Patuh atau tidaknya terhadap pancasila,UUD RI 1945 dan aturan yang ada yang mau dijalankan oleh para anggota dewan dalam kegiatan sehari-harinya.







E. PELAKU DAN JUMLAH UANG HASIL KORUPSI BLBI DARI BERBAGAI KALANGAN
  1.Data-data konglomerat  yang menerima dana BLBI

Nama
Jumlah Dana BLBI
(Rp trilyun)
Syamsul Nursalim (BDNI)
Soedono Salim (BCA)
Usman Admajaya (Bank Danamon)
Bob Hasan (BUN)
Hendra Rahardja (BHS)
37,040
26,596
23.050
12,068
3,866

2. Anggota DPR dari berbagai fraksi yang menerima uang korupsi BLBI

Fraksi dan nama penerima dana korupsi BLBI
Jumlah Dana BLBI
 Yang dikorupsi
Fraksi Golkar:
1. TM Nurlif                                                                                           
2. Baharudin Aritonang (sekarang anggotaBPK)                                  
3. Anthony Zeidra Abidin. Hamka tidak tahu besar uang yang diterima Anthony karena dia mengambil sendiri setelah uang diserahkan,
4. Ahmad Hafiz Zawawi                                                                       
5. Asep Ruchimat Sudjana                                                                     6. Boby Suhardirman                                                                             
7. Azhar Muchlis                                                                                    8. Abdulah Zaini (Sekarang wakil ketua BPK)                                     
9. Martin Serandesi                                                                                
10. Hamka Yamdhu                                                                                11. Hengky Baramuli                                                                              12. Reza Kamarulah                                                                                13. Paskah Suzeta
Fraksi PDIP:
untuk 13 anggota Fraksi uang diserahkan empat tahap dengan total       Rp3,55 miliar                                                                                                            1. Dodhie Makmun Murod                                                                     2. Max Moein
3. Poltak Sitorus,
4. Aberson Marle Sihaloho
5. Tjiandra Widjaja
6. Zulvan Lindan
7. Wiiliam Tutuarima
8. Sutanto Pranoto
9. Daniel Setiawan
Fraksi PPP:
1.Daniel Tandjung                                                                                  
2.Sofyan Usman
3.Habil Marati.
Fraksi PKB:
1. Amru Al Mustaqim                                                                               2. Ali As’ad,                                                                                           
3. Aris Azhari Siagian                                                                             
4. Am Muchtar Nurjaya                                                                            5. Amru Almutaqin                                                                                  
Fraksi Reformasi:
Rizal Djalil (penerima dana dan masih ada empat anggota FRaksi
Reformasi lainnya)
TNI Polri:
1.Mayjen D Yusuf
Fraksi KKI
1.Hamid Mappa
2.FX Soemitra
Fraksi PBB
1.MS Kaban (diserahkan langsung Hamka Yamdhu                              
Fraksi PDU
1.Abdullah Alwahdi                                                                                


Rp250 juta
Rp250 juta
-


-
Rp250juta
Rp250juta
Rp250 juta
Rp250juta,
Rp250 juta,
Rp500 juta
Rp250 juta
Rp250 juta
kurang lebih Rp1 miliar





Rp300juta
-
-
-
-
-
-




Rp500 juta
-
-

Rp250juta
Rp250 juta
Rp250 juta
Rp250juta
Rp250 juta


-


-

-
-

-


-

F. PERBANDINGAN KEKAYAAN ANTARA KORUPTOR DAN     UANG HASIL JARAHANNYA
KEWAJIBAN BLBI DARI SALIM GROUP

KEKAYAAN SAAT INI
Kewajiban BLBI:Rp 52,72 T
Posisinya peringkat ke-4 terkaya di dunia
Bisnisnya yersebat di Indonesia, China, Hongkong, India dan Vietnam
Kekayaan:Rp 26,32 T
Pembayaran:Rp19,38 T
Recovery Rate:36,77%
Kerugian Negara:Rp 33,33 T

Sumber: www.berpolitik.com


KEWAJIBAN BLBI DARI SUKANTO TANOTO

KEKAYAAN SAAT INI
Kewajiban BLBI:Rp 14 T + Wesel Eksp or US$ 230 juta=Rp 538 T

Posisinya peringkat ke-21 terkaya di dunia
Bisnisnya yersebat di Indonesia, China, Singapura dan Hongkong
Kekayaan:Rp 12,2 T
Pembayaran:Rp538,6 M
Kerugian Negara:Rp 3,02 T



KEWAJIBAN BLBI DARI SYAMSUL NURSALIM

KEKAYAAN SAAT INI
Kewajiban BLBI:Rp 28,41 T Recovery Rate:17,36%

Posisinya peringkat ke-6 terkaya di dunia
Bisnisnya yersebat di Indonesia, China, Brazil,Malaysia dan Finlandia
Kekayaan:Rp 4,18 T
Pembayaran:Rp 4,92 T
Kerugian Negara:Rp 23,49 T




KEWAJIBAN BLBI DARI ATANG LATIEF

KEKAYAAN SAAT INI
Kewajiban BLBI:Rp 447,45 T Pembayaran:Rp 134,75 T
 Recovery Rate:30,11%

Posisinya peringkat ke-94 terkaya di dunia
Bisnisnya yersebat di Indonesia, China, Singapura dan Hongkong
Kekayaan:Rp 1,03 T
Kerugian Negara:Rp 312,7 T



KEWAJIBAN BLBI DARI USMAN ADMADJAJA

KEKAYAAN SAAT INI
Kewajiban BLBI:Rp 12,53 T Pembayaran:Rp 1,095 T
 Recovery Rate:15,21%

Posisinya peringkat ke-117 terkaya di dunia
Bisnisnya yersebat di Indonesia, China, Singapura dan Hongkong
Kekayaan:Rp 799 T
Kerugian Negara:Rp 11,3 T


Sumber: Marwan Batubara, 2007:266-271

Dari uraian di atas maka mereka yang kaya dan miskin di Indonesia
  • Total kekayaan 150 orang terkaya di Indonesia = > Rp 438 T
  • Nilai kekayaan 150 orang terkaya tersebut        = >
-          Total pendapatan 37,17 juta orang miskin berpenghasilan 167.000 per bulan selama 5,7 tahun
-          Total pendapatan 70 juta orang miskinbepenghasilan US$1 per hari selama 2 tahun

G. KESALAHAN PEMERINTAH TENTANG KORUPSI BLBI DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKSANAAN
  • Pada tahun 1966 rupiah sudah mengalami over valuasi sebesar 16%, sehingga Indonesia menjadi sasaran empuk bagi para spekulan pada tahun 1997, tapi kondisi ini tidak drespon oleh pemerintah melalui departeman keuangan dan bank Indonesia dengan melakukan devaluasi rupiah
  • Pada kondisi moneter yang sangat rentan, Bank Indonesia justru melaksanakan kebijakan moneter.Akibatnya tingkat suku bunga  inter bank yang biasanya 16%-17% melonjak mencapai 300% pada Agustus 1997. Salah langkah yang diambil pemerintah ini akhirnya mengakibatkan bank-bank mengalami kesulitan likuiditas.
  • Saran kelompok ekonomi Mafia Bakery dalam mengundang IMF untuk menyelesaikan masalah penaganan krisis justru malah memperburuk keadaan. Langkah ini mendorong kebangkrutan dunia usahamakin menambah 40 juta pengangguran dan ekonomi Indonesia anjlok dari rata-rata pertumbuhan 6% per tahun menjadi -12,8% pada tahun 1998. Pada berlomba-lomba untuk menarik uangnya dari bank-bank nasional ke bank asing. Ketidak pastian yang lain adalah larinya modal ke luar negeri sebesar 8 milyar US$, hal ini ,mengakibatkan nilai tukar rupiah menjadi ke level di atas Rp 10.000,00. Dampak lain denagan naiknya harga BBM untuk minyak tanah sebesar 25% dan bensin 71% 

I. KRONOLOGI DAN MEKANISME KERJA TERJADINYA KASUS BLBI
11 Juli 1997
Pemerintah Indonesia memperluas rentang intervensi kurs dari 192 (8 persen) menjadi 304 (12 persen), melakukan pengetatan likuiditas dan pembelian surat berharga pasar uang, serta menerapkan kebijakan uang ketat.
14 Agustus 1997
Pemerintah melepas sistem kurs mengambang terkendali. Masyarakat panik, lalu berbelanja dolar dalam jumlah sangat besar. Setelah dana pemerintah ditarik ke Bank Indonesia, tingkat suku bunga di pasar uang dan deposito melonjak drastis karena bank-bank berebut dana masyarakat.
1 September 1997
Bank Indonesia menurunkan suku bunga SBI sebanyak tiga kali. Berkembang isu di masyarakat mengenai beberapa bank besar yang mengalami kalah kliring dan rugi dalam transaksi valas. Kepercayaan masyarakat terhadap bank nasional mulai goyah. Terjadi rush kecil-kecilan.
3 September 1997
Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan serta Produksi dan Distribusi berlangsung di Bina Graha dipimpin langsung oleh Presiden Soeharto. Hasil pertemuan: pemerintah akan membantu bank sehat yang mengalami kesulitan likuiditas, sedangkan bank yang ”sakit” akan dimerger atau dilikuidasi. Belakangan, kredit ini disebut bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
1 November 1997
16 bank dilikuidasi.
26 Desember 1997
Gubernur Bank Indonesia Soedradjad Djiwandono melayangkan surat ke Presiden
Soeharto, memberitahukan kondisi perbankan nasional yang terus mengalami saldo debit akibat tekanan dari penarikan dana nasabah. Soedradjad mengusulkan agar mengganti saldo debit dengan surat berharga pasar uang (SBPU) khusus.
27 Desember 1997
Surat Gubernur BI dijawab surat nomor R-183/M.Sesneg/12/1997 yang ditandatangani Mensesneg Moerdiono. Isinya, Presiden menyetujui saran direksi Bank Indonesia untuk mengganti saldo debit bank dengan SBPU khusus agar tidak banyak bank yang tutup dan dinyatakan bangkrut.
31 Desember 1997
Keran uang Bank Indonesia mulai dibuka, dan mengucurlah aliran dana besar-besaran ke bank-bank yang saat itu mengalami masalah.
15 Januari 1998
Penandatanganan Letter of Intent. Dalam LoI, pemerintah mendapat pembenaran untuk memberikan bantuan likuiditas kepada bank yang sekarat karena krisis ekonomi.
26 Januari 1998
Pemerintah mengeluarkan Keppres No. 26/1998 tentang Program Penjaminan.
27 Januari 1998
BPPN didirikan dan tugas penagihan utang BLBI dialihkan ke BPPN
11 Februari 1998
Gubernur BI Soedradjad Djiwandono diganti oleh Syahril Sabirin. Salah satu direktur BI, Budiono, juga dicopot.
20 Februari 1998
Presiden Soeharto menyetujui pengembalian dana nasabah 16 bank yang dicabut izin usahanya, 1 November 1997.
5 Maret 1998
Pemerintah mengeluarkan Keppres No 34 Tahun 1998 tentang tugas dan wewenang BPPN
2 April 1998
Pemerintah mengumumkan akan mencetak Rp 80 triliun uang baru sebagai pengganti dana BI yang dikucurkan ke bank-bank yang dialihkan ke BPPN
10 April 1998
Menkeu diminta untuk mengalihkan tagihan BLBI kepada BPPN dengan batas waktu pelaksanaan 22 April 1998
Mei 1998
BLBI yang dikucurkan pada 23 bank mencapai Rp 164 triliun, dana penjaminan antarbank Rp 54 triliun, dan biaya rekapitalisasi Rp 103 triliun. Adapun penerima terbesar (hampir dua pertiga dari jumlah keseluruhan) hanya empat bank, yakni BDNI Rp 37,039 triliun, BCA Rp 26,596 triliun, Danamon Rp 23,046 triliun, dan BUN Rp 12,067 triliun.
4 Juni 1998
Pemerintah diminta membayar seluruh tagihan kredit perdagangan (L/C) bank-bank dalam negeri oleh Kesepakatan Frankfurt. Ini merupakan prasyarat agar L/C yang diterbitkan oleh bank dalam negeri bisa diterima di dunia internasional. Pemerintah nterpaksa memakai dana BLBI senilai US$ 1,2 miliar (sekitar Rp 18 triliun pada kurs Rp 14 ribu waktu itu).
21 Agustus 1998
Pemerintah memberikan tenggat pelunasan BLBI dalam tempo sebulan. Bila itu dilanggar, ancaman pidana menunggu.
21 September 1998
Tenggat berlalu begitu saja. Boro-boro ancaman pidana, sanksi administratif pun tak terdengar.
26 September 1998
Menteri Keuangan menyatakan pemerintah mengubah pengembalian BLBI dari sebulan menjadi tahun.
27 September 1998
Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ginandjar Kartasasmita meralat angka lima tahun. Menurut Ginandjar, pemerintah minta pola pembayaran BLBI tunai dalam tempo setahun.
18 Oktober 1998
Hubert Neiss melayangkan surat keberatan. Dia minta pelunasan lima tahun.
10 November 1998
Pengembalian BLBI ditetapkan 4 tahun. Tahun pertama 27 persen, sisanya dikembalikan dalam tiga tahun dalam jumlah yang sama. Jumlah kewajiban BLBI dari BTO (bank take-over) dan BBO (bank beku operasi) saat itu adalah Rp 111,29 triliun.
8 Januari 1999

Pemerintah menerbitkan surat utang sebesar Rp 64,5 triliun sebagai tambahan penggantian dana yang telah dikeluarkan BI atas tagihan kepada bank yang dialihkan ke BPPN.
6 Februari 1999
BI dan Menkeu membuat perjanjian pengalihan hak tagih (on cessie) BLBI dari BI kepada pemerintah senilai Rp 144,53 triliun
8 Februari 1999
Penerbitan Surat Utang Pemerintah No SU-001/MK/1998 dan No SU-003/MK/1998.
13 Maret 1999
Pemerintah membekukan kegiatan usaha 38 bank, mengambil alih 7 bank, dan merekapitalisasi 7 bank
Februari 1999
DPR RI membentuk Panja BLBI
19 Februari 1999
Ketua BPKP Soedarjono mengungkapkan adanya penyelewengan dana BLBI oleh para bank penerima. Potensi kerugian negara sebesar Rp 138,44 triliun (95,78%) dari total dana BLBI yang sudah disalurkan
13 Maret 1999
Pemerintah mengumumkan pembekuan usaha (BBKU) 38 bank
14 Maret 1999
Pemerintah dan BI mengeluarkan SKB Penjaminan Pemerintah
17 Mei 1999
UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia ditandatangani Presiden Habibie. Dalam UU itu disebutkan bahwa BI hanya dapat diaudit oleh BPK, dan direksi BI tak dapat diganti oleh siapa pun.
1 September-7 Desember 1999
BPK mengaudit neraca BI per 17 Mei 1999 dan menemukan bahwa jumlah BLBI yang dapat dialihkan ke pemerintah hanya Rp 75 triliun, sedangkan Rp 89 triliun tidak dapat dipertangggungjawabkan. BPK menyatakan disclaimer laporan keuangan BI. Tapi, pejabat BI menolak hasil audit. Alasannya, dana BLBI itu dikeluarkan atas keputusan kabinet.
28 Desember 1999
Pemerintah melalui Kepala BPPN Glen Yusuf memperpanjang masa berlaku program penjaminan terhadap kewajiban bank.
Desember 1999
BPK telah menyelesai-kan audit BI dan terdapat selisih dari dana BLBI sebesar Rp 51 triliun yang tidak akan dibayarkan pemerintah kepada BI, terutama karena penggunaannya tidak dapat dipertanggung-jawabkan.
5 Januari 2000
Ada perbedaan jumlah BLBI antara pemerintah dan BI. Pemerintah menyebut BLBI sebesar Rp 144,5 triliun plus Rp 20 triliun untuk menutup kerugian Bank Exim (Mandiri). Tapi, menurut BI, masih ada Rp 51 triliun dana BLBI yang harus ditalangi pemerintah. Dana sebanyak itu diberikan BI kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas selama November 1997-Januari 1998.
10 Januari 2000
Bocoran hasil audit KPMG yang ditunjuk BPK untuk mengaudit neraca awal BI beredar di kalangan wartawan. Audit itu menemukan bahwa penyelewengan BLBI berjumlah Rp 80,25 triliun.
29 Januari 2000
Audit BPK menemukan fakta bahwa 95,78 persen dari BLBI sebesar Rp 144,54 triliun berpotensi merugikan negara karena sulit dipertanggung-jawabkan.tersangka dalam kasus cessie Bank Bali.
21 Juni 2000
Gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin, ditahan Kejaksaan Agung dengan status sebagai tersangka
Juli 2000
Menko Ekuin Kwik Kian Gie ingin merevisi MSAA, tapi Ketua BPPN Cacuk Sudarijanto menyatakan MSAA tetap berlaku.

22 Juli 2000
Hasil audit BPKP menunjukkan, dari total BLBI (posisi audit per 31 Januari 2000) sebesar Rp 106 triliun, Rp 54,5 triliun diselewengkan. Jumlah ini diberikan kepada 10 BBO dan 32 BBKU yang men-jadi obyek audit BPKP.
31 Juli 2000
LoI ketiga ditandatangani. BPPN diharuskan mengambil tindakan hukum terhadap semua obligor, termasuk penanda tangan MSAA yang tidak menaati pengembalian BLBI.
1 Agustus 2000
Presiden Abdurrahman menyetujui revisi MSAA, sehingga debitor tetap dapat dituntut bila aset yang mereka serahkan jauh di bawah jumlah utangnya.
Agustus 2000
Kepala BPPN hanya menarget-kan pengembalian utang BLBI sebesar 30-40 persen.
5 Agustus 2000
Giliran BPK mengumumkan hasil audit menyeluruh BLBI: dari Rp 144,5 triliun BLBI, potensi kerugian negara Rp 138,4 triliun; dan dari 48 bank penerima, ada penyelewengan penggunaannya sebesar Rp 84,8 triliun. Yang dapat dipertanggungjawabkan hanya Rp 34,7 triliun (25 persen).
September 2000
Deputi Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, menolak hasil audit BPK. Katanya, potensi kerugian negara dari BLBI yang besarnya Rp 138 triliun tidak proporsional. Lagi pula, dana itu keluar karena kebijakan presiden untuk menolong bank-bank yang sekarat.
9 Oktober 2000
Ketua BPK Billy Judono mengatakan bahwa BLBI sudah diberikan oleh BI sejak 1991 hingga 1996. Jadi, tidak benar bahwa BI hanya bertanggung jawab saat krisis saja.
18 Oktober 2000
Komisi IX DPR yang membidangi perbankan menolak jumlah BLBI yang ditanggung BI hanya sebesar Rp 24,5 triliun.
26 Oktober 2000
Jaksa agung menunda proses hukum terhadap 21 obligor agar mereka punya kesempatan melunasi dana BLBI.
1 November 2000
DPR, Pemerintah dan BI menetapkan keputusan politik menyangkut pembagian beban antara Pemerintah dan BI terhadap dana BLBI yang sudah dikucurkan
Awal November 2000
Sumber di BI menyatakan, tanggung jawab BI terhadap BLBI hanya Rp 48 triliun, terhitung sejak 3 September 1997-29 Januari 1999, bukan sebelum dan sesudahnya
2 November 2000
BPK mengancam BI akan memberikan opini wajar dengan pengecualian terhadap laporan neraca BI jika dana BLBI tidak dapat dituntaskan.
17 November 2000
Pukul 16.30, pejabat teras BI menyatakan mundur serentak. Mereka yang mundur adalah Deputi Senior Gubernur Anwar Nasution, Deputi Gubernur Miranda Goeltom, Dono Iskandar, Achwan, dan Baharuddin Abdullah, dengan alasan tak mendapat dukungan politik pemerintah dan DPR. Sedangkan Syahril Sabirin, Achjar Iljas, dan Aulia Pohan tidak mundur. Pokok-pokok Kesepakatan Bersama antara Pemerintah dan BI ditetapkan. Berdasarkan kesepakatan ini, BI menanggung beban Rp 24,5 triliun dan sisanya menjadi beban Pemerintah.
3 Januari 2001
Dua Deputi BI Aulia Pohan dan Iwan G Prawiranata ditingkatkan berkasnya ke penyidikan berkaitan dengan keterlibatan mereka dalam penyalahgunaan dana BLB
7 Maret 2001
DPR mengusulkan pembentukan Pansus BLBI DPR. Pembentukan Pansus ini dipicu oleh pernyataan Menkeu Prijadi Praptosuhardjo yang menyebutkan pemerintah belum menyepakati jumlah  tanggungan BI sebesar Rp 24,5 miliar.
10 Maret 2001
Pemilik BUN  Kaharuddin Ongko ditahan Kejaksaan Agung atas tuduhan penyelewengan dana BLBI
22 Maret 2001
Pemilik Bank Modern, Samandikun Hartono ditahan Kejaksaan Agung atas tuduhan penyelewengan dana BLBI
9 April 2001
Dirut BDNI Sjamsul Nursalim yang bersatus tersangka penyelewengan dana BLBI dicekal Kejaksaan Agung. Selain Sjamsul, David Nusawijaya (Sertivia) dan Samandikun Hartono (Bank Modern) juga dicekal.
29 Maret 2001
Kejagung mencekal mantan ketua Tim Likuidasi Bank Industri (Jusup Kartadibrata), Presider Bank Aspac (Setiawan Harjono).
2 April 2001
Pelaksanaan Program Penjaminan dana nasabah yang semula diatur melalui SKB antara BI dan BPPN diubah  dengan SK BPPN No 1036/BPPN/0401 tahun 2001.
30  April 2001
Kejagung membebaskan David Nusawijaya, tersangka penyelewengan BLBI. Selain itu, Kejagung juga mencekal 8 pejabat bank Dewa Rutji selama 1 tahun.
2 Mei 2001
Kejagung membebaskan 2 tersangka penyelewengan BLBI (Samandikun Hartono dan Kaharuddin Ongko) dan mengubah statusnya menjadi tahanan rumah.
19 Juni 2001
Wapresider Bank Aspac, Hendrawan Haryono dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dan dikenai denda Rp 500 juta. Ia didakwa telah merugikan negara sebesar Rp 583,4 miliar
21 Juni 2001
Mantan Direksi BI Paul Sutopo ditahan di gedung Bundar oleh aparat Kejagung.
24 Januari 2002
Gubernur BI Syahrir Sabirin mengeluarkan SK No 4/1/KEP.GBI/INTERN/2002 tentang pembentukan Satuan Tugas Penyelesaian BLBI. Satgas ini bertugas mengkordinasikan penyelesaian BLBI dan memberikan rekomendasi penyelesaian BLBI yang mencakup bidang keuangan, bidang hukum dan bidang citra. Satgas ini diketuai oleh M Ali Said, sedangkan Rusli Simandjuntak menjadi ketua I. Satgas dikordinasikan oleh Direktorat Keuangan Intern BI yang dijabat Bun Bunan Hupatea.
31 Mei 2002
Tim Bantuan Hukum Komite Kebijakan Sektor Keuangan menyampaikan Laporan Pemeriksaan Kepatuhan Anthony Salim, Andre Salim dan Sudono Salim untuk memenuhi Kewajiban-kewajibannya dalam MSAA tanggal 21 September 1998. Dalam bagian kesimpulannya, TBH antara lain menyatakan meski telah memenuhi sebagian besar kewajiban-kewajibannya, namun secara yuridis formal telah terjadi pelanggaran, atau kelalaian atau cidera janji atau  ketidakpatuhan, atas kewajiban-kewajibannya dalam MSAA yang berpotensi merugikan BPPN.
11 Januari 2007
Dua petinggi Salim Grup (Anthony Salim dan Beny Setiawan) menjalani pemeriksaan di Mabes Polri atas tuduhan telah menggelapkan aset yang telah diserahkan kepada BPPN sebagai bagian pembayaran utangnya. Aset yang digelapkan itu meliputi tanah, bangunan pabrik dan mesin-mesin di  perusahaan gula Sugar Grup
19 Februari 2007
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung MPR/DPR RI menegaskan terhadap 8 obligor yang bermasalah, pemerintah akan menggunakan kesepakatan awal APU plus denda. “Kami tetap akan menjalankan sesuai keyakinan pemerintah bahwa mereka (delapan obligor BLBI, red) default. Tagihan kepada mereka adalah Rp 9,3 triliun,” tegas. Ke delapan obligor itu adalah James Sujono Januardhi dan Adisaputra Januardhy (Bank Namura), Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian), Lidia Muchtar (Bank Tamara), Marimutu Sinivasan (Bank Putra Multikarsa), Omar Putihrai (Bank Tamara), Atang Latief (Bank Bira), dan Agus Anwar (Bank Pelita dan Istimarat)
18 September 2007
Sejumlah anggota DPR mengajukan hak Interpelasi mengenai BLBI  kepada Pimpinan DPR
 4 Desember 2007
Rapat Paripurna DPR menyetujui Hak Interpelasi Atas Penyelesaian KLBI dan BLBI yang diajukan 62 pengusul.
21 Januari 2008
Ormas-ormas Islam yang tergabung dalam “Jihad Melawan Koruptor BLBI” memberikan penghargaan terhadap sejumlah anggota DPR yang dinilai benar-benar serius hendak mengungkap kasus BLBI.
28 Januari 2008
DPR – RI secara resmi mengirimkan surat kepada Presiden RI agar memberikan keterangan di depan
29 Januari 2008
Ratusan orang yang tergabung dalam GEMPUR berunjuk rasa di depan gedung DPR. Mereka curiga ada anggota DPR yang menjadi beking para obligor BLBI.Rapat Paripurna DPR sekaitan Hak Interpelasi atas penyelesaian KLBI dan BLBI.


12 Februari 2008
Pemerintah yang diwakili Menko Perekonomian Boediono menyampaikan jawaban pemerintah terhadap 10 pertanyaan terkait penyelesaian BLBI di depan Rapat Paripurna DPR. Ketika membacakan keterangan, lebih separuh anggota dewan meninggalkan ruang sidang. Pada awalnya, Rapat Paripurna diwarnai hujan interupsi yang mempersoalkan ketidakhdiran SBY dan lembaran jawaban yang hanya ditandatangani Boediono saja.
29 Februari 2008
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Kemas Yahya Rahman, menyatakan Tim 35 yang melakukan penyelidikan kasus ini BLBI I dan BLBI II tidak menemukan adanya pelanggaran pidana yang dilakukan Anthony Salim dan Sjamsul Nursalim. Menurut Kemas Yahya, sesuai dengan surat penyelesaian utang Master Settlement for Acquisition Agreement atau MSAA, kewajiban debitor kepada pemerintah dianggap selesai jika aset yang dinilai sesuai dengan kewajiban dan diserahkan kepada pemerintah. "Kami sudah berbuat semaksimal mungkin dan kami kaitkan dengan fakta perbuatannya. Hasilnya tidak ditemukan perbuatan melanggar hukum yang mengarah pada tindakan korupsi," kata Kemas Yahya Rachman.  
2 Maret 2008
Jaksa Urip Tri Gunawan yang menjadi ketua Tim Jaksa BLBI II dicokok aparat KPK seusai bertandang ke rumah milik pengusaha Syamsul Nursalim di Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan, Dari tangan Urip, penyidik KPK menyita uang sebesar US$ 660 ribu atau sekitar Rp 6 miliar. Uang ini diduga sebagai uang suap terkait kasus BLBI. Selain Urip, KPK juga menahan Artalyta Suryani, seorang pengusaha yang diketahui dekat dengan Sjamsul Nursalim dan juga Anthony Salim
 2 Maret 2008
Wacana perguliran tentang hak angket mulai mengemuka di kalangan anggota DPR menyusul tertangkapnya jaksa Urip Tri Gunawan.
8 Maret 2008
Guru Besar Hukum Pidana Internasional Unpad Bandung, Romli Atmasasmita. mengusulkan agar KPK mengambil alih pengusutan BLBI. Menurut dia, kasus BLBI telah masuk ranah pidana, karena obligor yang tidak memb 
10 Maret 2008
Usulan hak angket kasus BLBI sudah diedarkan kepada para anggota DPR. Usulan hak angket dimunculkan karena langkah penyelesaian kasus BLBI secara hukum yang dirintis Kejaksaan Agung ternyata berakhir antiklimaks. Kejagung menghentikan penyelidikan kasus yang diduga melibatkan sejumlah pengusaha kelas kakap itu. "Apalagi dengan adanya jaksa yang tertangkap tangan menerima suap. Inilah yang menyebabkan kami akan menggunakan hak angket," ujar Dradjad Wibowo, anggota DPR dari Fraksi PAN menyebabkan negara rugi. Selain itu, ada unsur penipuan di dalamnya, karena tidak ada niat dari obligor nakal untuk melunasi utangnya. Saran ini mengacu pada pasal 8 ayat 2 UU KPK yang memberi wewenang KPK mengambil alih penyidikan atau penuntutan pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan polisi atau jaksa.
13 Maret 2008
Empat orang inisiator hak angket BLBI, Soeripto, Dradjad Wibowo, Abdullah Azwar Anas dan Ade Daud Nasution secara resmi menyerahkan draft hak angket kasus BLBI ke pimpinan DPR, Draft tersebut.
6 Mei 2008
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan Masyarakat Antikorupsi Indonesia terhadap surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Kejaksaan Agung atas kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syamsul Nursalim. Kejaksaan Agung langsung menyatakan banding

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
    Ternyata adanya Lembaga-Lembaga Negara di Indonesia sebagai salah satu untuk penyalur aspirasi rakyat belum dapat berjalan sesuai yang diamantkan oleh konstitusi. Banyak hal dan faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dari aspirasi tersebut. Fenomena ini juga mengindikasikan terganggunya demokrasi di Indonesia. Serangkaian kasus korupsi BLBI menjadi salah satu contoh kongkrit telah terjadinya kebobrokan anggota dewan karena mayoritas terlibat dalam korupsi tersebut. Ironi sekali jika moral anggota dewan justru telah hancur dan perbuatan mereka malah membuat hancurnya perekonomian negara. Dari serangkaian peristiwa itu masih ada setitik harapan untuk mempertahankan demokrasi di Indonesia, hal tersebut ditandai upaya hak interpelasi dan hak angket untuk memberikan solusi dari kasus korupsi BLBI dan adanya kenaikan BBM. Untuk merealisasikan itu juga masih ada banyak kontroversi karena disebabkan ada kepentingan pribadi dan golongan yang lebih ditonjolkan daripada untuk mementingkan keadilan pada rakyat.
      Dalam penanganan kasus BLBI pemerintah juga telah melakukan perbutan fatal yang pada awalnya ada inisiatif dalam mengambil kebijakan untuk penyelamatan BLBI tapi justru menyebabkan kerugian negara menjadi bertambah. Kesalahan itu adalah sebagai berikut:
  • Pada tahun 1966 rupiah sudah mengalami over valuasi sebesar 16%, sehingga Indonesia menjadi sasaran empuk bagi para spekulan pada tahun 1997, tapi kondisi ini tidak drespon oleh pemerintah melalui departeman keuangan dan bank Indonesia dengan melakukan devaluasi rupiah
  • Pada kondisi moneter yang sangat rentan, Bank Indonesia justru melaksanakan kebijakan moneter.Akibatnya tingkat suku bunga  inter bank yang biasanya 16%-17% melonjak mencapai 300% pada Agustus 1997. Salah langkah yang diambil pemerintah ini akhirnya mengakibatkan bank-bank mengalami kesulitan likuiditas.
  • Penjualan aset yang dilakukan pemerintah lewat BPPN target yang harus diterima adalah sebesar Rp 42 triliun. Hal itu merupakan kerjasama pemerintah dengan pihak IMF yang memerintahkan untuk melakukan privatisasi atas sejumlah BUMN yang dimilikinya. Pemerintah menargetkan Rp 13 triliun per tahun dari privatisasi tersebut.,tapi realita yang makin memperparah makin terkurasnya APBN Indonesia jika penjualan tersebut jauh lebih kecil dari dana yang dikucurkan negara kepada bank-bank tersebut.
  • Pada regulasi pemerintahan telah mengeluarkan kebijakan yang tidak rasional yaitu pada pemerintah B.J Habibie melalui pola penyelesaian Out Of  Court Settlement (penyelesaian di luar pangadilan).pada pemerintahan Megawati yang menerbitkan inpres no.8 tahun 2002 tentang release and dischard yang memberikan ampunan kepada obligator dan pada pemerintahan SBY mengeluarkan Surat Keterangan Penyelesaian Kewajiban (SKPK) bagi obligator yang melunasi hutangnya, sehingga akan mengesampingkan kasus pidana yang dilakukannya
B.Saran
    1.Untuk tahap penyelesaian kasus korupsi BLBI maka pihak aparat penegak hukum (pengacara, jaksa, hakim dan KPK) harus lebih maksimal menegakan hukum di Indonesia.
    2.Dalam pelacakan aset-aset yang dibawa koruptor ke luar negeri KPK dapat bekerjasama dengan PPATK agar hasil jarahannya dikembalikan ke Indonesia, selain itu juga dengan BPK untuk melakukan audit terhadap uang haram yang disembunyikan di bank-bank di Indonesia.
   3.Pihak pemerintah harus lebih tegas dalam tiap mengeluarkan kebijakannya agar lebih berpihak pada kepentingan negara dan rakyat tidak mementingkan golongan dan kepentingan pribadi.
   4.Dalam upaya penyelesaian hak interpelasi dan hak angket tentang BBM dan kasus korupsi BLBI yang belum selesai dan masih menimbulkan banyak pro kontro harap segera diselesaikan.

                                          DAFTAR PUSTAKA

Soemantri, Sri dkk.2000. Amandeman UUD 1945”Antara Teks Dan konteks
        Dalam Negara Yang Sedang Berubah”.Malang:Sinar Grafika
Undanng-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
Wihoho, Jamal.2006. Lembaga-lembaga negara pasca amandemen keempat UUD
        1945. Surakarta:Uns Press
Batubara, Marwan Dkk.2007. Skandal BLBI Rame-Rame Merampok Uang
       Negara. Jakarta: Haekal Media Center
Koran Tempo, Kamis 24 juli 2008, hal.15
Koran Tempo, Senin 28 Juli 2008, hal.3
Koran Tempo, Selasa 17 Juni 2008, hal.22
Kompas, Selasa 15 April 2008, hal.2
Koran Tempo,Selasa 6 Mei 2008, hal.1
Koran Tempo, Selasa 10 Juni 2008, hal.4
www.berpolitik.com

No comments:

Designed By Mas Say