Breaking News

21 September 2011

TINJAUAN YURIDIS DAN ANALISIS KASUS TERHADAP KEPAILITAN PT CIPTA TELEVISI PENDIDIKAN INDONESIA (TPI)


1.      Tinjauan terhadap syarat formal dalam penjatuhan pailit TPI
          Dalam kaitan syarat formal penjatuhan pailit dapat bertolak dari isi pasal 2 ayat 1 UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiaban Pembayaran Hutang(PKPU)  yaitu “adanya hutang, minimal satu hutang tersebut telah jatuh tempo, minimal satu hutang tersebut dapat ditagih, adanya debitor, adanya kreditor, diptus oleh pengadilan niaga”. Dari substansi pasal tersebut diatas maka menurut saya pihak TPI dapat dipailitkan, karena adanya hutang TPI pada pihak PT Crown Capital Global Limited senilai 53 juta dollar AS. Hutang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Dalam keadaan ini saya berpijak dari bukti surat obligasi yang diterbitkan pada 24 Desember 1996 oleh PT Crown Capital Global Limited dan jatuh tempo pada 24 Desember 2006. Jelas sekali pihak TPI yang seharusnya membayar hutang pada tanggal 24 Desember 2006, tapi pihak TPI tetap belum membayarnya. Dalam proses mempailitkan telah memenuhi syarat bahwa kreditornya telah lebih dari satu yaitu pihak PT Crown Capital Global Limited dan PT Asian Venture Finance Limited

2.      Tinjauan pada putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
           Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah memberikan putusan pailit pada TPI pada tanggal 14 Oktober 2009. Berkaitan dengan syarat formal dan dasar hukum dalam penjatuhan pailit pada TPI dalam hal adanya hutang, minimal satu hutang tersebut telah jatuh tempo, minimal satu hutang tersebut dapat ditagih dan kreditornya lebih dari satu, dan dalam konteks ini saya sepakat alasan bahwa TPI dapat dipailitkan, tapi pada proses eksepsi yang diajukan pihak kuasa TPI sebagai termohon menurut saya pihak majelis hakim kurang teliti dalam mengkaji eksepsi tersebut. Seharusnya pihak majelis hakim dapat mengkaji tentang materi declinator lebih dalam dari kasus tersebut apakah merupakan kewengannya atau bukan dengan melihat fakta-fakta hukum bahwa ada unsur pidana yaitu tentang indikasi penggelapan uang dan asset TPI oleh pihak direktur TPI, sehingga menyebabkan kesulitan untuk mencari uang dalam melunasi hutang tersebut  dan dapat masuk dalam ranah perdata dengan bukti yang ditunjukan pihak  PT Crown Capital Global Limited kurang lengkap hanya bukti surat obligasi yang telah diterbitkan pada tanggal 24 Desember 1996 dan ada indikasi wanprestasi dan perbuatan melawan hukum bahwa pihak TPI dengan sengaja melanggar ketentuan untuk tidak membayar sesuai kesepakatan dengan alasan dari 90 kreditur hanya 70 saja yang diakui oleh pihak TPI dan tidak mengakui PT Crown Capital Global Limited dan PT Asian Venture Finance Limited sebagai kreditur yang telah memberikan hutang.
           Hal yang paling fundamental menurut saya adalah salah satu sifat khusus dari hukum acara peradilan niaga pembuktian bersifat sederhana tidak diperhatikan oleh majelis hakim, hakim memutus dapat dipailitkan hanya berdasarkan surat obligasi tentang hutang yang telah jatuh tempo dan dianggap sudah memiliki criteria pembuktian sederhana. Menurut saya argumentasi yurudisnya tidak rasional dan harus lebih mengkaji lebih dalam tentang bukti yang diajukan pihak pemohon. Dalam keadaan ini hakim tidak memiliki capabalitas dalam memahami secara gramatikal makna pembuktian sederhana dalam pasa 8 ayat 4 UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiaban Pembayaran Hutang (PKPU). Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menurut saya harus batal demi hukum dan putusannya tidak sah, karena bertolak dari karateristik hukum acara peradilan niaga pembuktian bersifat sederhana diabaikan, padahal pembuktiannya sangat rumit sekali yaitu harus menganalisa laporan tahunan keuangan dari sistem administrasi  TPI yang memerlukan waktu lama dan hal yang sulit untuk dibuktikan adalah terkait surat berharga yang diajukan sebagai bukti dimiliki oleh perusahaan yang telah bangkrut dan tidak menjalankan usahanya.

3.      Tinjauan pada mekanisme pembuktian pada pailit TPI
           Dalam pasal 8 ayat 4 UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiaban Pembayaran Hutang (PKPU) pembuktian harus bersifat sederhana. Dengan pembuktian sederhana tersebut semua kasus yang masuk dalam pengadilan niaga dapat diputus, tapi dalam kasus kapailitan TPI ini tidak termasuk dalam pembuktian sederhana terbukti dengan harus menganalisis laporan tahunan keungan perusahaan dan harus mencari fakta-fakta hukum sebagai bukti tertulis dari perusahaan yang sudah tidak menjalankan produksinya perlu waktu lama. Bahkan menurut saya pembuktiannya dapat mengarah pada kasus pidana dan melibatkan PPATK untuk mengetahui transaksi-transaksi dari 70 kreditur yang telah diakui oleh TPI, karena ada indikasi adanya penggelapan dari pihak tertentu yang menyebabkan pihak TPI setelah jatuh tempo tidak dapat melunasi hutangnya. Dengan demikian proses pembuktian ini dapat dijadikan parameter untuk memutus kasus kepailitan TPI masuk dalam pengadilan niaga atau pengadilan umum. Dengan realita dan fakta hukum yang ada jelas kasus ini bukan kewenangan dari pengadilan niaga.

4.      Tinjauan pada problematik penggantian kurator dan hakim pengawas
          Menurut saya usulan yang diajukan oleh pihak TPI dan kreditur untuk menggantikan kurator telah dibenarkan oleh hukum. Hal ini berdasarkan Pasal 71 ayat 1 UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiaban Pembayaran Hutang (PKPU) yang berbunyi “Pengadilan setiap waktu dapat mengabulkan usul penggantian Kurator setelah memanggil dan mendengar Kurato dan mengangkat Kurator lain dan/atau mengangkat Kurator tambahan atas: (a) permohonan Kurator sendiri; (b) permohonan Kurator lainnya jika ada; (c) usul Hakim Pengawa  atau (d) permintaan Debitor Pailit.’’. Dalam putusan tentang perkara ini usulan pihak TPI dan krediturnya ditolak, saya kurang sepakat seharusnya pihak majelis hakim menerima usulan tersebut. Pihak kurator yang telah ada adalah bagian  tim kurator selaku pihak yang bertanggung jawab atas inventaris aset TPI yang mana diwakili oleh Wiliam Eduard Daniel dan Safitri Handayani Saptogino dengan mempekerjakan orang dekat dari pemilik lama dan manajemen lama TPI yang bernama Chandra Permana. Jelas sekali menurut saya logikanya jika melibatkan orang terdekat kinerjanya tidak dapat independent dan pasti ada unsur kepentingan. Menurut saya kurator harus independen dan tidak ada kepentingan apa pun, sehingga proses hukum dapat berjalan sesuai aturan. Argumen saya ini berdasarkan Dalam pasal 15 ayat 3 UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiaban Pembayaran Hutang (PKPU) yang berbunyi “Kurator yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara”
  Usulan penggantian hakim pengawas oleh pihak  PT Crown Capital Global Limited saya sepakat untuk diberikan putusan diterima. Hal ini jelas adanya fakta hukum bahwa hakim pengawas telah melanggar aturan dan kode etik serta tidak dapat berkerja secara professional. Dalam Pasal 113 ayat 1 UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiaban Pembayaran Hutang (PKPU) yang berbuny “Paling lambat 14 (empat belas) hari setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, Hakim Pengawas harus menetapkan: (a) batas akhir pengajuan tagihan; (b) batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; (c) hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan piutang.”. Dari substansi aturan pihak hakim pengawas dalam penentuan verifikasi pencocokan hutang piutang melebihi batas yang telah ditentukan, sehingga ada indikasi ada benturan kepentingan walaupun ada alasan terlalu rumit dalam menganalisis hutang piutang, tapi menurut saya hakim pengawas telah melanggar aturan dan harus diganti.

5.      Tinjauan pada putusan MA pada kasus pailit TPI
          Putusan MA yang telah menerima kasasi dari pihak TPI menurut saya adalah benar dan telah menunjukan rasa keadilan. Alasan yang digunakan untuk memutus berkaitan dengan pembuktian yang harus dibuktikan kebenarannya tidak sederhana dan terlalu rumit adalah telah benar sesuai dengan dalam pasal 8 ayat 4 UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiaban Pembayaran Hutang (PKPU)  pembuktian harus bersifat sederhana. Dalam hal ini kasus kepailitan TPI bukan kewenangan dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk memberikan putusan bawha TPI dapat dipailitkan.

No comments:

Designed By Mas Say