Pembangunan perekonomian nasional yang
diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pembangunan
perkonomian nasional perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur
tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin iklim dunia usaha yang kondusif.
Selama ini perseroan terbatas telah diatur dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang
Perseroan Terbatas, yang menggantikan peraturan perundang-undangan yang berasal
dari zaman kolonial. Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam undang-undang
tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan
masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Di
samping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat,
kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai
dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance)
menuntut penyempurnaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas.
Dalam undang-undang ini telah diakomodasi berbagai
ketentuan mengenai Perseroan, baik berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan
penyempurnaan, maupun mempertahankan
ketentuan
lama yang dinilai masih relevan. Untuk lebih memperjelas hakikat Perseroan, di dalam
undang-undang ini ditegaskan bahwa Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat untuk
memperoleh layanan yang cepat,
undang-undang
ini mengatur tata cara: 1. pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status
badan hukum; 2. pengajuan permohonan dan pemberian persetujuan perubahan
anggaran dasar; 3. penyampaian pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan
perubahan anggaran dasar dan/atau pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan
perubahan data lainnya, yang dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem
administrasi badan hukum secara elektronik di samping tetap dimungkinkan
menggunakan sistem manual dalam keadaan tertentu.
Berkenaan dengan permohonan pengesahan badan hukum
Perseroan, ditegaskan bahwa
permohonan
tersebut merupakan wewenang pendiri bersama-sama yang dapat dilaksanakan sendiri
atau dikuasakan kepada notaris.Akta pendirian Perseroan yang telah disahkan dan
akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui dan/atau diberitahukan
kepada Menteri dicatat dalam daftar Perseroan dan diumumkan dalam Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Menteri. Dalam hal pemberian
status badan hukum, persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan perubahan
anggaran dasar, dan perubahan data lainnya, undang-undang ini tidak dikaitkan
dengan undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan. Untuk lebih memperjelas
dan mempertegas ketentuan yang menyangkut Organ Perseroan, dalam undang-undang
ini dilakukan perubahan atas ketentuan yang menyangkut penyelenggaraan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan
demikian, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media elektronik seperti
telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya.
Undang-undang ini juga memperjelas dan mempertegas
tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris. Undang-undang ini
mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris utusan. Sesuai dengan
berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, undang-undang ini
mewajibkan Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah selain mempunyai Dewan Komisaris juga mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
Tugas
Dewan
Pengawas Syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi
kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam undang-undang ini
ketentuan mengenai struktur modal Perseroan tetap sama, yaitu terdiri atas
modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Namun, modal dasar Perseroan
diubah menjadi paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan
kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan harus penuh. Mengenai pembelian
kembali saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan pada prinsipnya tetap dapat
dilakukan dengan syarat batas waktu Perseroan menguasai saham yang telah dibeli
kembali paling lama 3 (tiga) tahun. Khusus tentang penggunaan laba,
Undang-Undang ini menegaskan bahwa Perseroan dapat membagi laba dan menyisihkan
cadangan wajib apabila Perseroan mempunyai saldo laba positif.
Dalam undang-undang ini diatur mengenai Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan yang bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat pada
umumnya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan
Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma,
dan budaya masyarakat setempat, maka ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Untuk melaksanakan kewajiban
Perseroan tersebut, kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan harus
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan
tahunan Perseroan. Dalam hal Perseroan tidak melaksanakan Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan maka Perseroan yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-undang ini mempertegas ketentuan
mengenai pembubaran, likuidasi, dan berakhirnya status badan hukum Perseroan
dengan memperhatikan ketentuan dalam undangundang tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Dalam rangka pelaksanaan dan perkembangan
undang-undang ini dibentuk tim ahli
pemantauan
hukum perseroan yang tugasnya memberikan masukan kepada Menteri berkenaan
dengan Perseroan. Untuk menjamin kredibilitas tim ahli, keanggotaan tim ahli tersebut
terdiri atas berbagai unsur baik dari pemerintah, pakar/akademisi, profesi, dan
dunia usaha. Dengan pengaturan yang komprehensif yang melingkupi berbagai aspek
Perseroan, maka undang-undang ini diharapkan memenuhi kebutuhan hukum
masyarakat serta lebih
memberikan
kepastian hukum, khususnya kepada dunia usaha
No comments:
Post a Comment