Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah
satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi
setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Dalam usaha memperkuat
prinsip di atas maka salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan yang mendasar
dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman.
Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain yang
fungsinya berkait-an dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
Ketentuan badan-badan lain tersebut dipertegas oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa badan-badan lain yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, salah satunya adalah Kejaksaan Republik
Indonesia.
Sejalan dengan perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan beberapa undang-undang yang baru,
serta berdasarkan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan
ketatanegaraan maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu dilakukan perubahan secara komprehensif
dengan membentuk undang-undang yang baru.
Pembaharuan Undang-Undang
tentang Kejaksaan Republik Indonesia tersebut dimaksudkan untuk lebih
memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga
negara pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan
harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun, yakni yang dilaksanakan
secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh
kekuasaan lainnya. Kejaksaan sebagai salah
satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan
supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia,
serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu perlu
dilakukan penataan kembali terhadap kejaksaan untuk menyesuaikan dengan
perubahan-perubahan tersebut diatas.
Dalam melaksanakan
fungsi, tugas, dan wewenangnya, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga
pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus
mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran
berdasarkan hukum dan meng-indahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan
kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan
yang hidup dalam masyarakat.
Kejaksaan juga harus
mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut
menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta
berkewajiban untuk turut menjaga dan menegak-kan kewibawaan pemerintah dan
negara serta melindungi kepentingan masyarakat.
Dalam Undang-Undang ini
diatur hal-hal yang disempurnakan, antara lain:
1.
Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan ditegaskan kekuasaan negara tersebut
di-laksanakan secara merdeka. Oleh karena itu, kejaksaan dalam melak-sanakan
fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
kekuasaan lainnya. Selanjutnya ditentukan Jaksa Agung bertanggung jawab atas
penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum
dan hati nurani. Dengan demikian Jaksa Agung selaku pimpinan kejaksaan dapat
sepenuhnya merumuskan dan mengendalikan arah dan kebijakan penanganan perkara
untuk keberhasilan penuntutan.
2.
Untuk membentuk jaksa yang profesional harus ditempuh
berbagai jenjang pendidikan dan pengalaman dalam menjalankan fungsi, tugas, dan
wewenang. Sesuai dengan profesionalisme dan fungsi kejaksaan, di-tentukan bahwa
jaksa merupakan jabatan fungsional. Dengan demikian, usia pensiun jaksa yang
semula 58 (lima puluh delapan) tahun ditetapkan menjadi 62 (enam puluh dua)
tahun.
3.
Kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana
tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undang-undang yang
memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk melakukan penyidikan, misalnya
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
4.
Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penegakkan hukum dengan berpegang pada peraturan
perundang- undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan
demikian, Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden serta
bertanggung jawab kepada Presiden.
5.
Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan mempunyai
kewenang-an untuk dan atas nama negara atau pemerintah sebagai penggugat atau
tergugat yang dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertim-bangan atau
membela kepentingan negara atau pemerintah, tetapi juga membela dan melindungi
kepentingan rakyat.
No comments:
Post a Comment