Alenia ke IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, Sebagai implementasi dari amanat tersebut dilaksanakan
pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan
sejahtera yang senantiasa memperhatikan hak atas penghidupan dan perlindungan
bagi setiap warga negaranya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah
yang luas dan terletak digaris katulistiwa pada posisi silang antara dua benua
dan dua samudra dengan kondisi alam yang memiliki berbagai keunggulan, namun dipihak
lain posisinya berada dalam wilayah yang memiliki kondisi geografis, geologis,
hidrologis, dan demografis yang rawan terhadap terjadinya bencana dengan
frekwensi yang cukup tinggi, sehingga memerlukan penanganan yang sistematis,
terpadu, dan terkoordinasi.
Potensi penyebab bencana diwilayah negara kesatuan
Indonesia dapat dikelompokan dalam 3 (tiga) jenis bencana, yaitu bencana alam,
bencana non alam, dan bencana sosial. Bencana alam antara lain berupa gempa
bumi karena alam, letusan gunung berapi, angin topan, tanah longsor,
kekeringan, kebakaran hutan dan lahan karena faktor alam, hama penyakit
tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian
antariksa/benda-benda angkasa. Bencana nonalam antara lain kebakaran
hutan/lahan yang disebabkan oleh manusia, kecelakan transportasi, kegagalan
konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan
dan kegiatan keantariksaan.
Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial
dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering terjadi. Penanggulangan Bencana
merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yaitu serangkaian
kegiatan penanggulangan bencana sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya
bencana. Selama ini masih dirasakan adanya kelemahan baik dalam pelaksanaan
penanggulangan bencana maupun yang terkait dengan landasan hukumnya, karena
belum ada undang-undang yang secara khusus menangani bencana. Mencermati
hal-hal tersebut diatas dan dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat
bagi penyelenggaraan penanggulangan bencana, disusunlah Undang-Undang tentang
Penanggulangan Bencana yang pada prinsipnya mengatur tahapan bencana meliputi
pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana. Materi muatan
Undang-undang ini berisikan ketentuan-ketentuan pokok sebagai berikut: 1.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang
Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dilaksanakan secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh. 2. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam
tahap tanggap darurat dilaksanakan sepenuhnya oleh Badan Nasional Penanggulangan
Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Badan penanggulangan bencana
tersebut terdiri dari unsur pengarah dan unsur pelaksana. Badan Nasional
Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai tugas
dan fungsi antara lain pengkoordinasian penyelenggaraan penanggulangan bencana
secara terencana dan terpadu sesuai dengan kewenangannya. 3. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memperhatikan hak masyarakat yang
antara lain mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, mendapatkan
perlindungan sosial, mendapatkan pendidikan dan keterampilan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. 4. Kegiatan
penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan kesempatan secara luas
kepada lembaga usaha dan lembaga internasional. 5. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dilakukan pada tahap pra bencana, saat tanggap darurat,
dan pasca bencana, karena masingmasing tahapan mempunyai karakteristik
penanganan yang berbeda. 6. Pada saat tanggap darurat, kegiatan penanggulangan
bencana selain didukung dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, juga disediakan dana siap pakai dengan
pertanggungjawaban melalui mekanisme khusus. 7. Pengawasan terhadap seluruh
kegiatan penanggulangan bencana dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat pada setiap tahapan bencana, agar tidak terjadi penyimpangan
dalam penggunaan dana penanggulangan bencana. 8. Untuk menjamin ditaatinya
undang-undang ini dan sekaligus
memberikan
efek jera terhadap para pihak, baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan
sehingga menyebabkan terjadinya bencana yang menimbulkan kerugian, baik
terhadap harta benda maupun matinya orang, menghambat kemudahan akses dalam kegiatan
penanggulangan bencana, dan penyalahgunaan pengelolaan sumber daya bantuan
bencana dikenakan sanksi pidana, baik pidana penjara maupun pidana denda,
dengan menerapkan pidana minimum dan maksimum. Dengan materi muatan sebagaimana
disebutkan diatas, Undang-Undang ini diharapkan dapat dijadikan landasan hukum
yang kuat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sehingga penyelenggaraan
penanggulangan bencana dapat dilaksanakan secara terencana,terkoordinasi, dan
terpadu.
No comments:
Post a Comment