Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum
jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional
bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Untuk mencapai
tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh
terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan. Kesehatan
merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsure kesejahteraan yang harus diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila
dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan
berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia
Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional.
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya
berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur angsur berkembang
ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan
mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan
berkesinambungan. Perkembangan ini tertuang ke dalam Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) pada tahun 1982 yang selanjutnya disebutkan kedalam GBHN 1983 dan GBHN
1988 sebagai tatanan untuk melaksanakan pembangunan kesehatan.
Selain itu, perkembangan teknologi kesehatan yang
berjalan seiring dengan munculnya fenomena globalisasi telah menyebabkan
banyaknya perubahan yang sifat dan eksistensinya sangat berbeda jauh dari teks
yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Pesatnya kemajuan teknologi kesehatan dan teknologi informasi dalam era global
ini ternyata belum terakomodatif secara baik oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan. Perencanaan dan pembiayaan pembangunan kesehatan yang
tidak sejiwa
dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, yaitu menitikberatkan pada pengobatan
(kuratif), menyebabkan pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah bagaimana
cara mengobati bila terkena penyakit. Hal itu tentu akan membutuhkan dana yang
lebih besar bila dibandingkan dengan upaya pencegahan. Konsekuensinya,
masyarakat akan selalu memandang persoalan pembiayaan kesehatan sebagai sesuatu
yang bersifat konsumtif/pemborosan.
Selain itu, sudut pandang para pengambil kebijakan
juga masih belum menganggap kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan
investasi berharga di dalam menjalankan pembangunan sehingga alokasi dana kesehatan
hingga kini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara lain. Untuk
itu, sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama
dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma
baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan
rehabilitatif.
Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut,
dibutuhkan sebuah undang-undang yang berwawasan sehat, bukan undang-undang yang
berwawasan sakit. Pada sisi lain, perkembangan ketatanegaraan bergeser dari
sentralisasi menuju desentralisasi yang ditandai dengan diberlakukannya Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang tersebut memuat ketentuan yang
menyatakan bahwa bidang kesehatan sepenuhnya diserahkan kepada daerah
masing-masing yang setiap daerah diberi kewenangan untuk mengelola dan menyelenggarakan
seluruh aspek kesehatan. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2007 yang mengatur tentang pembagian urusan antara pemerintah,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan hal tersebut,
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan perlu disesuaikan dengan
semangat otonomi daerah. Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan umum
kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat menjawab
tantangan era globalisasi dan dengan semakin kompleksnya permasalahan kesehatan
dalam suatu Undang-Undang Kesehatan yang baru untuk menggantikan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
No comments:
Post a Comment