Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara
adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Amanat tersebut, antara lain, telah
dijabarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan merupakan amanat konstitusi yang mendasari pembentukan seluruh peraturan
perundang-undangan di bidang perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar
pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu
menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia. Keterkaitan pembangunan
ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan dimantapkan lagi dengan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI Tahun 1998 tentang
Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi sebagai sumber hukum materiil.
Dengan demikian, pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi menjadi bagian dari kebijakan
dasar penanaman modal.
Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus
menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan
sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan
lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan
kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi
kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem
perekonomian yang berdaya saing.
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat
tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat
diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antarinstansi Pemerintah
Pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efesien, kepastian hukum di bidang
penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha
yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan
berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan
membaik secara signifikan.
Suasana kebatinan pembentukan Undang-Undang tentang
Penanaman Modal didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman
modal yang kondusif, sehingga Undang Undang tentang Penanaman Modal mengatur
hal-hal yang dinilai penting, antara lain yang terkait dengan cakupan
undang-undang, kebijakan dasar penanaman modal, bentuk badan usaha, perlakuan
terhadap penanaman modal, bidang usaha, serta keterkaitan pembangunan ekonomi
dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan
penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, hak,
kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal, serta fasilitas penanaman modal,
pengesahan dan perizinan, koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal
yang di dalamnya mengatur mengenai kelembagaan, penyelenggaraan urusan
penanaman modal, dan ketentuan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa.
Undang-Undang ini mencakupi semua kegiatan penanaman
modal langsung di semua sektor. Undang-Undang ini juga memberikan jaminan
perlakuan yang sama dalam rangka penanaman modal. Selain itu, Undang-Undang ini
memerintahkan agar. Pemerintah meningkatkan koordinasi antarinstansi
Pemerintah, antarinstansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, dan antarinstansi
Pemerintah dengan pemerintah daerah. Koordinasi dengan pemerintah daerah harus
sejalan dengan semangat otonomi daerah. Pemerintah daerah bersama-sama dengan
instansi atau lembaga, baik swasta maupun Pemerintah, harus lebih diberdayakan
lagi, baik dalam pengembangan peluang potensi daerah maupun dalam koordinasi
promosi dan pelayanan penanaman modal.
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal
berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan atau dekonsentrasi. Oleh
karena itu, peningkatan koordinasi kelembagaan tersebut harus dapat diukur dari
kecepatan pemberian perizinan dan fasilitas penanaman modal dengan biaya yang
berdaya saing. Agar memenuhi prinsip demokrasi ekonomi, Undang-Undang ini juga
memerintahkan penyusunan peraturan perundang-undangan mengenai bidang usaha
yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan, termasuk bidang usaha yang
harus dimitrakan atau dicadangkan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi.
Permasalahan pokok yang dihadapi penanam modal dalam
memulai usaha di Indonesia diperhatikan oleh Undang-Undang ini sehingga terdapat
pengaturan mengenai pengesahan dan perizinan yang di dalamnya terdapat
pengaturan mengenai pelayanan terpadu satu pintu. Dengan sistem itu, sangat
diharapkan bahwa pelayanan terpadu di pusat dan di daerah dapat menciptakan
penyederhanaan perizinan dan percepatan penyelesaiannya. Selain pelayanan
penanaman modal di daerah, Badan Koordinasi Penanaman Modal diberi tugas
mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan penanam modal. Badan Koordinasi
Penanaman Modal dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung
kepada Presiden. Jabaran tugas pokok dan fungsi Badan Koordinasi Penanaman
Modal pada dasarnya memperkuat peran badan tersebut guna mengatasi hambatan
penanaman modal, meningkatkan kepastian pemberian fasilitas kepada penanam modal,
dan memperkuat peran penanam modal. Peningkatan peran penanaman modal tersebut
harus tetap dalam koridor kebijakan pembangunan nasional yang direncanakan
dengan tahap memperhatian kestabilan makroekonomi dan keseimbangan ekonomi
antarwilayah, sektor, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat, mendukung peran
usaha nasional, serta memenuhi kaidah tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance).
Fasilitas penanaman modal diberikan dengan
mempertimbangkan tingkat daya saing perekonomian dan kondisi keuangan negara
dan harus promotif dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan negara lain.
Pentingnya kepastian fasilitas penanaman modal ini mendorong pengaturan secara
lebih detail terhadap bentuk fasilitas fiskal, fasilitas hak atas tanah,
imigrasi, dan fasilitas perizinan impor. Meskipun demikian, pemberian fasilitas
penanaman modal tersebut juga diberikan sebagai upaya mendorong penyerapan
tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan,
orientasi ekspor dan insentif yang lebih menguntungkan kepada penanam modal
yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan produksi dalam negeri,
serta fasilitas terkait dengan lokasi penanaman modal di daerah tertinggal dan
di daerah dengan infrastruktur terbatas yang akan diatur lebih terperinci dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan memperhatikan hal tersebut, Undang-Undang ini
juga memberikan ruang kepada Pemerintah untuk mengambil kebijakan guna
mengantisipasi berbagai perjanjian internasional yang terjadi dan sekaligus
untuk mendorong kerja sama internasional lainnya guna memperbesar peluang pasar
regional dan internasional bagi produk barang dan jasa dari Indonesia.
Kebijakan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu ditempatkan sebagai bagian
untuk menarik potensi pasar internasional dan sebagai daya dorong guna
meningkatkan daya tarik pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi khusus
yang bersifat strategis bagi pengembangan perekonomian nasional. Selain itu,
Undang-Undang ini juga mengatur hak pengalihan aset dan hak untuk
melakukan
transfer dan repatriasi dengan tetap memperhatikan tanggung jawab hukum, kewajiban
fiskal, dan kewajiban sosial yang harus diselesaikan oleh penanam modal. Kemungkinan
timbulnya sengketa antara penanam modal dan Pemerintah juga diantisipasi
Undang-Undang ini dengan pengaturan mengenai penyelesaian sengketa. Hak,
kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal diatur secara khusus guna memberikan
kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanam modal terhadap penerapan prinsip
tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan penghormatan atas tradisi budaya
masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan
untuk mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab
lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya mendorong
ketaatan penanam modal terhadap peraturan perundang-undangan. Perekonomian
dunia ditandai oleh kompetisi antarbangsa yang semakin ketat, sehingga kebijakan
penanaman modal harus didorong untuk menciptakan daya saing perekonomian
nasional guna mendorong integrasi perekonomian Indonesia menuju perekonomian
global. Perekonomian dunia juga diwarnai oleh adanya blok perdagangan, pasar
bersama, dan perjanjian perdagangan bebas yang didasarkan atas sinergi
kepentingan antarpihak atau antarnegara yang mengadakan perjanjian. Hal itu juga
terjadi dengan keterlibatan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional
yang terkait dengan penanaman modal, baik secara bilateral, regional maupun multilateral
(World Trade Organization/WTO), menimbulkan berbagai konsekuensi yang
harus dihadapi dan ditaati.
Berbagai pertimbangan di atas dan mengingat hukum
penanaman modal yang telah berlaku selama kurang lebih 40 (empat puluh) tahun
semakin mendesak kebutuhan Undang Undang tentang Penanaman Modal sebagai
pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang
Perubahan dan Tambahan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970
tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri yang selama ini merupakan dasar hukum bagi
kegiatan penanaman modal di Indonesia perlu diganti karena tidak sesuai lagi
dengan tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat perkembangan perekonomian
nasional melalui konstruksi pembangunan hukum nasional di bidang penanaman
modal yang berdaya saing dan berpihak kepada kepentingan nasional.
No comments:
Post a Comment