Industri perbankan merupakan salah satu komponen
sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan eknonomi nasional. Stabilitas industri perbankan dimaksud sangat
mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana pengalaman
yang pernah terjadi pada saat krisis moneter dan perbankan di Indonesia pada
tahun 1998. Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional
merupakan salah satu kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan
sehingga krisis tersebut tidak terulang. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan
adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan
nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat.
Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan para
nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai penyedia dana pembangunan dan
pelayan jasa perbankan.
Apabila bank kehilangan kepercayaan dari masyarakat
sehingga kelangsungan usaha bank dimaksud tidak dapat dilanjutkan, bank
dimaksud menjadi Bank Gagal yang berakibat dicabut izin usahanya. Oleh sebab itu,
baik pemilik dan pengelola bank maupun berbagai otoritas yang terlibat dalam
pengaturan dan/atau pengawasan bank, hurus bekerja sama mewujudkan kepercayaan
masyarakat terhadap industri perbankan. Penjaminan seluruh kewajiban bank (blanket
guarantee) berdasarkan Keputusan Presiden di masa lalu, berhasil mewujudkan
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan pada masa krisis moneter dan
perbankan. Namun, penjaminan yang sangat luas ini juga membebani anggaran
negara dan menimbulkan moral hazard pada
pihak pengelola bank dan nasabah bank. Pengelola bank tidak terdorong untuk melakukan
usaha bank secara prudent, sementara nasabah tidak memperhatikan atau
mementingkan kondisi kesehatan bank dalam bertransaksi dengan bank. Selain itu,
penerapan penjaminan secara luas ini yang berdasarkan kepada Keputusan Presiden
kurang dapat memberikan kekuatan hukum sehingga menimbulkan permasalahan dalam
pelaksanaan penjaminan. Oleh karena itu diperlukan dasar hukum yang lebih kuat
dalam bentuk Undang-Undang.
Di dalam Undang-Undang ini ditetapkan penjaminan
simpanan nasabah bank yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat
terhadap industri perbankan dan dapat meminimumkan risiko yang membebani
anggaran negara atau risiko yang menimbulkan moral hazard. Penjaminan
simpanan nasabah bank tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS). LPS sendiri memiliki dua fungsi yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan
melakukan penyelesaian atau penanganan Bank-Gagal.
Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS
bersifat terbatas tetapi dapat mencakup sebanyakbanyaknya nasabah. Setiap bank
yang menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta dan
membayar premi penjaminan. Dalam hal bank tidak dapat melanjutkan usahanya dan
harus dicabut izin usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank
tersebut sampai jumlah tertentu. Adapun simpanan yang tidak dijamin akan
diselesaikan melalui proses likuidasi bank. Likuidasi ini merupakan tindak
Ianjut dalam penyelesaian bank yang mengalami kesulitan keuangan. LPS melakukan
tindakan penyelesaian atau penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam
kerangka mekanisme kerja yang terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan
ketahanan sektor keuangan Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety
Net (IFSN). LPS bersama dengan Menteri Keuangan, Bank Indonesia, dan
Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) menjadi anggota Komite Koordinasi.
Tindakan penyelesaian atau penanganan Bank-Gagal
oleh LPS didahului berbagai tindakan lain oleh Bank Indonesia dan LPP sesuai
peraturan perundang-undangan. Bank Indonesia, melalui mekanisme sistem pembayaran,
akan mendeteksi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan dapat menjalankan
fungsinya sebagai lender of last resort. LPP juga dapat mendeteksi
kesulitan tersebut dan berupaya mengatasi dengan menjalankan fungsi
pengawasannya, antara lain berupa tindakan agar pemilik bank menambah modal
atau menjual bank, atau agar bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank
lain. Apabila kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan tersebut semakin
memburuk, antara lain ditandai dengan menurunnya tingkat solvabilitas bank,
tindakan penyelesaian dan penanganan lain harus segera
dilakukan.
Dalam keadaan ini, penyelesaian dan penanganan Bank Gagal diserahkan kepada LPS
yang akan bekerja setelah terlebih dahulu dipertimbangkan perkiraan dampak
pencabutan izin usaha bank terhadap perekonomian nasional. Dalam hal pencabutan
izin usaha bank diperkirakan memiliki dampak terhadap perekonomian nasional,
tindakan penanganan yang dilakukan LPS yang didasarkan pada Keputusan Komite
Koordinasi. Mengingat fungsinya yang sangat penting, LPS harus independen,
transparan, dan akuntabel dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Karena itu,
status hukum, governance pengelolaan kekayaan dan kewajiban, pelaporan
dan akuntabilitas LPS serta hubungannya dengan organisasi lain, diatur secara
jelas
dalam
Undang-Undang ini.
No comments:
Post a Comment