Dalam memasuki milenium ketiga, yang ditandai dengan
bergulirnya globalisasi di seluruh sektor kehidupan masyarakat dunia dan
berkembangnya teknologi di bidang informasi dan komunikasi yang menembus batas
wilayah kenegaraan, aspek hubungan kemanusiaan yang selama ini bersifat
nasional berkembang menjadi bersifat internasional, bersamaan dengan tumbuh dan
berkembangnya tuntutan terwujudnya tingkat kesetaraan dalam aspek kehidupan kemanusiaan,
mendorong adanya kewajiban untuk menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi
manusia sebagai bagian kehidupan universal.
Bersamaan dengan perkembangan di dunia
internasional, telah terjadi perubahan di dalam negeri yang telah mengubah paradigm
dalam berbagai aspek ketatanegaraan seiring dengan bergulirnya reformasi di
segala bidang. Perubahan itu telah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap
terwujudnya persamaan hak dan kewajiban bagi setiap warga negara Indonesia
sebagai bagian dari hak asasi manusia. Dengan adanya perkembangan tersebut,
setiap warga negara Indonesia memperoleh kesempatan yang sama dalam menggunakan
haknya untuk keluar atau masuk Wilayah Indonesia. Dengan demikian berdasarkan
Undang-Undang ini, ketentuan mengenai Penangkalan tidak berlaku terhadap warga
negara Indonesia.
Dampak era globalisasi telah memengaruhi sistem perekonomian
negara Republik Indonesia dan untuk mengantisipasinya diperlukan perubahan
peraturan perundangundangan, baik di bidang ekonomi, industri, perdagangan, transportasi,
ketenagakerjaan, maupun peraturan di bidang lalu lintas orang dan barang.
Perubahan tersebut diperlukan untuk meningkatkan intensitas hubungan negara
Republik Indonesia dengan dunia internasional yang mempunyai dampak sangat
besar terhadap pelaksanaan fungsi dan tugas Keimigrasian. Penyederhanaan
prosedur Keimigrasian bagi para investor asing yang akan menanamkan modalnya di
Indonesia perlu dilakukan, antara lain kemudahan pemberian Izin Tinggal Tetap
bagi para penanam modal yang telah memenuhi syarat tertentu. Dengan demikian,
diharapkan akan tercipta iklim investasi yang menyenangkan dan hal itu akan
lebih menarik minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Di dalam pergaulan internasional telah berkembang
hukum baru yang diwujudkan dalam bentuk konvensi internasional, negara Republik
Indonesia menjadi salah satu negara peserta yang telah menandatangani konvensi
tersebut, antara lain Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa melawan Kejahatan
Transnasional yang Terorganisasi, 2000, atau United Nations Convention
Against Transnational Organized Crime, 2000, yang telah diratifikasi
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 beserta dua protokolnya yang
menyebabkan peranan instansi Keimigrasian menjadi semakin penting karena
konvensi tersebut telah mewajibkan negara peserta untuk mengadopsi dan melaksanakan
konvensi tersebut.
Di pihak lain, pengawasan terhadap Orang Asing perlu
lebih ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya kejahatan internasional atau
tindak pidana transnasional, seperti perdagangan orang, Penyelundupan Manusia,
dan tindak pidana narkotika yang banyak dilakukan oleh sindikat kejahatan
internasional yang terorganisasi. Para pelaku kejahatan tersebut ternyata tidak
dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Keimigrasian yang lama karena Undang- Undang
Nomor 9 Tahun 1992 tidak mengatur ancaman pidana bagi orang yang mengorganisasi
kejahatan internasional. Mereka yang dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1992 adalah mereka yang diorganisasi sebagai korban untuk masuk Wilayah
Indonesia secara tidak sah.
Pengawasan terhadap Orang Asing tidak hanya
dilakukan pada saat mereka masuk, tetapi juga selama mereka berada di Wilayah Indonesia,
termasuk kegiatannya. Pengawasan Keimigrasian mencakup penegakan hukum
Keimigrasian, baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana
Keimigrasian. Oleh karena itu, perlu pula diatur PPNS Keimigrasian yang
menjalankan tugas dan wewenang secara khusus berdasarkan Undang-Undang ini.
Tindak pidana Keimigrasian merupakan tindak pidana khusus sehingga hukum formal
dan hukum materiilnya berbeda dengan hukum pidana umum, misalnya adanya pidana
minimum khusus.
Aspek pelayanan dan pengawasan tidak pula terlepas
dari geografis Wilayah Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau yang mempunyai
jarak yang dekat, bahkan berbatasan langsung dengan negara tetangga, yang
pelaksanaan Fungsi Keimigrasian di sepanjang garis perbatasan merupakan
kewenangan instansi imigrasi. Pada tempat tertentu sepanjang garis perbatasan
terdapat lalu lintas tradisional masuk dan keluar warga negara Indonesia dan
warga negara tetangga. Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan memudahkan
pengawasan dapat diatur perjanjian lintas batas dan diupayakan perluasan Tempat
Pemeriksaan Imigrasi. Dengan demikian, dapat dihindari orang masuk atau keluar
Wilayah Indonesia di luar Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Kepentingan nasional adalah kepentingan seluruh
rakyat Indonesia sehingga pengawasan terhadap Orang Asing memerlukan juga
partisipasi masyarakat untuk melaporkan Orang Asing yang diketahui atau diduga
berada di Wilayah Indonesia secara tidak sah atau menyalahgunakan perizinan di
bidang Keimigrasian. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, perlu dilakukan
usaha untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Berdasarkan kebijakan
selektif (selective policy) yang menjunjung tinggi nilai hak asasi
manusia, diatur masuknya Orang Asing ke dalam Wilayah Indonesia, demikian pula
bagi Orang Asing yang memperoleh Izin Tinggal di Wilayah Indonesia harus sesuai
dengan maksud dan tujuannya berada di Indonesia. Berdasarkan kebijakan dimaksud
serta dalam rangka melindungi kepentingan nasional, hanya Orang Asing yang
memberikan manfaat serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum
diperbolehkan masuk dan berada di Wilayah Indonesia. Terhadap warga negara
Indonesia berlaku prinsip bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk
keluar atau masuk Wilayah Indonesia. Namun, berdasarkan alasan tertentu dan
untuk jangka waktu tertentu warga negara Indonesia dapat dicegah keluar dari Wilayah
Indonesia.
Warga negara Indonesia tidak dapat dikenai tindakan Penangkalan
karena hal itu tidak sesuai dengan prinsip dan kebiasaan internasional, yang
menyatakan bahwa seorang warga negara tidak boleh dilarang masuk ke negaranya
sendiri. Di samping permasalahan di atas, terdapat beberapa hal yang menjadi
pertimbangan untuk memperbarui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang
Keimigrasian, yakni: a. letak geografis Wilayah Indonesia dengan kompleksitas permasalahan
lalu lintas antarnegara terkait erat dengan aspek kedaulatan negara dalam hubungan
dengan negara lain; b. adanya perjanjian internasional atau konvensi
internasional yang berdampak langsung atau tidak langsung terhadap pelaksanaan Fungsi
Keimigrasian; c. meningkatnya kejahatan internasional dan transnasional,
seperti imigran gelap, Penyelundupan Manusia, perdagangan orang, terorisme,
narkotika, dan pencucian uang; d. pengaturan mengenai Deteni dan batas waktu
terdeteni belum dilakukan secara komprehensif; e. Fungsi Keimigrasian yang
spesifik dan bersifat universal dalam pelaksanaannya memerlukan pendekatan
sistematis dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang modern, dan
memerlukan penempatan struktur Kantor Imigrasi dan Rumah Detensi Imigrasi
sebagai unit pelaksana teknis berada di bawah Direktorat Jenderal Imigrasi; f.
perubahan sistem kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia berkaitan dengan
pelaksanaan Fungsi Keimigrasian, antara lain mengenai berkewarganegaraan ganda
terbatas; g. hak kedaulatan negara dalam penerapan prinsip timbal balik (resiprositas)
mengenai pemberian Visa terhadap Orang Asing; h. kesepakatan dalam rangka
harmonisasi dan standardisasi sistem dan jenis pengamanan surat perjalanan
secara internasional, khususnya Regional Asean Plus dan juga upaya
penyelarasan atau harmonisasi tindakan atau ancaman pidana terhadap para pelaku
sindikat yang mengorganisasi perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia; i.
penegakan hukum Keimigrasian belum efektif sehingga kebijakan pemidanaan perlu
mencantumkan pidana minimum terhadap tindak pidana Penyelundupan Manusia; j.
memperluas subjek pelaku tindak pidana Keimigrasian, sehingga mencakup tidak
hanya orang perseorangan tetapi juga Korporasi serta Penjamin masuknya Orang
Asing ke Wilayah Indonesia yang melanggar ketentuan Keimigrasian; dan k.
penerapan sanksi pidana yang lebih berat terhadap Orang Asing yang melanggar
peraturan di bidang Keimigrasian karena selama ini belum menimbulkan efek jera.
Dengan adanya pertimbangan tersebut di atas, perlu dilaksanakan
pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 dengan membentuk
undang-undang baru yang lebih komprehensif, guna menyesuaikan dengan
perkembangan kemasyarakatan dan kenegaraan Indonesia, kebijakan atau peraturan perundang-undangan
terkait, serta bersifat antisipatif terhadap permasalahan di masa depan.
No comments:
Post a Comment