Hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah dapat
dirunut dari alinea ketiga dan keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Alinea ketiga memuat pernyataan kemerdekaan bangsa
Indonesia. Sedangkan alinea keempat memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan
kemerdekaan, yang pertama kali dibentuk adalah Pemerintah Negara Indonesia
yaitu Pemerintah Nasional yang bertanggung jawab mengatur dan mengurus bangsa
Indonesia. Lebih lanjut dinyatakan bahwa tugas Pemerintah Negara Indonesia
adalah melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Breaking News
31 December 2016
PRAKTEK PEMERINTAHAN DAERAH DAN OTONOMI DAERAH
Labels:
OTONOMI DAERAH,
PEMERINTAHAN DAERAH
30 December 2016
PEGAWAI SEBAGAI BAGIAN DARI PEJABAT NEGARA PASCA REFORMASI
Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur negara
khususnya Pegawai Negeri. Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
nasional yakni mewujudkan masyarakat madani ynng taat hukum,
berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai
Negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi
masyarakat yang harus rnenyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada
masyarakat dengan dilandasi kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Di samping itu dalam pelaksanaan desentralisasi
kewenangan pemerintahan kepada Daerah, Pegawai Negeri berkewajiban untuk tetap
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan harus melaksanakan tugasnya secara
profesional dan bertanggungjawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan
pembangunan, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Labels:
PEJABAT NEGARA
MENTERI NEGARA DAN KEWAJIBAN MEWUJUDKAN KEADILAN SOSIAL
Penyelenggara negara mempunyai peran yang penting
dalam mewujudkan tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan negara adalah
untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Oleh karena itu, sejak proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus
1945, Pemerintah Negara Republik Indonesia bertekad menjalankan fungsi pemerintahan
negara ke arah tujuan yang dicita-citakan. Pasal 4 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam menjalankan
kekuasaan pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Menteri-menteri negara tersebut
membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan yang pembentukan, pengubahan, dan
pembubaran kementeriannya diatur dalam undang-undang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 17 ini
menegaskan bahwa kekuasaan Presiden tidak tak terbatas karenanya dikehendaki
setiap pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara haruslah
berdasarkan undang-undang. Undang-undang ini sama sekali tidak mengurangi
apalagi menghilangkan hak Presiden dalam menyusun kementerian negara yang akan
membantunya dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan. Sebaliknya,
undang-undang ini justru dimaksudkan untuk memudahkan Presiden dalam menyusun
kementerian negara karena secara jelas dan tegas mengatur kedudukan, tugas,
fungsi, dan susunan organisasi kementerian negara.
Labels:
KEADILAN SOSIAL,
MENTERI NEGARA
KEKUASAAN KEHAKIMAN DAN REALISASI TUJUAN HUKUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan
tersebut, maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal 24 ayat
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa
kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Labels:
KEKUASAAN KEHAKIMAN,
TUJUAN HUKUM
PERADILAN UMUM DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dalam Pasal 24 ayat (1) menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menentukan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Perubahan Undang-Undang
ini antara lain dilatarbelakangi dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 005/PUU-IV/2006 tanggal 23 Agustus 2006, dimana dalam putusannya tersebut
telah menyatakan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 dan
ketentuan pasal-pasal yang menyangkut mengenai pengawasan hakim dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan karenanya tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Sebagai konsekuensi logis-yuridis dari putusan
Mahkamah Konstitusi tersebut, telah dilakukan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung berdasarkan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, selain Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2004 tentang Komisi Yudisial itu sendiri yang terhadap beberapa pasalnya telah dinyatakan
tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Labels:
PERADILAN UMUM
MAKNA PEMERINTAHAN KHUSUS DI ACEH DALAM NKRI
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengakui dan menghormati satuansatuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa. Perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia
menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan
khusus, terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang
memiliki ketahanan dan daya juang tinggi. Kehidupan masyarakat Aceh yang
demikian terartikulasi dalam perspektif modern dalam bernegara dan
berpemerintahan yang demokratis serta bertanggung jawab. Tatanan kehidupan yang
demikian merupakan perwujudan di dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Ketahanan
dan daya juang tinggi tersebut bersumber dari pandangan hidup yang berlandaskan
syari’at Islam yang melahirkan budaya Islam yang kuat, sehingga Aceh menjadi
salah satu daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Labels:
NKRI,
PEMERINTAHAN ACEH
29 December 2016
HAK KONSTITUTIONAL PENDIDIKAN BAGI WARGA NEGARA
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki tujuan
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yaitu “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial...”. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengamanatkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa yang
diatur dalam undang-undang. Selain itu pada Pasal 31 ayat (5) mengamanahkan
agar Pemerintah memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
umat manusia
Labels:
WARGA NEGARA DAN PENDIDIKAN
PENGAWASAN PEMERINTAH DAN POTENSI CAGAR BUDAYA INDONESIA
Dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “negara memajukan kebudayaan nasional
Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilainilai budayanya” sehingga kebudayaan
Indonesia perlu dihayati oleh seluruh warga negara. Oleh karena itu, kebudayaan
Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa harus dilestarikan guna memperkukuh
jati diri bangsa, mempertinggi harkat dan martabat bangsa, serta memperkuat
ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi terwujudnya cita-cita bangsa pada masa
depan.
28 December 2016
KEBEBASAN EKSPRESI WARGA NEGARA DAN ARAH DEMOKRASI
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
serta memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara individu ataupun
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagai perwujudan hak asasi manusia. Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa dalam menjalankan hak
asasi dan kebebasannya secara individu maupun kolektif, setiap orang wajib
menghormati hak asasi manusia lainnya dan wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
ARAH KOMISI YUDISIAL DALAM MENGAWAL HAKIM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar. Ditegaskan pula bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum. Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan di atas, salah satu substansi
penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
adalah adanya Komisi Yudisial. Komisi Yudisial tersebut merupakan lembaga
negara yang bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Labels:
KOMISI YUDISIAL
27 December 2016
UNDANG-UNDANG DAN MUATAN NORMA HUKUM
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan
kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum. Untuk
mewujudkan negara hukum tersebut diperlukan tatanan yang tertib antara lain di
bidang pembentukan peraturan perundang-undangan. Tertib Pembentukan Peraturan
Perundangundangan harus dirintis sejak saat perencanaan sampai dengan
pengundangannya. Untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik,
diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara
penyiapan dan pembahasan, teknik, penyusunan maupun pemberlakuannya. Selama ini
terdapat berbagai macam ketentuan yang berkaitan dengan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
termasuk teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan, diatur secara tumpang
tindih baik peraturan yang berasal dari masa kolonial maupun yang dibuat
setelah Indonesia merdeka, yaitu: 1. Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor
Indonesie, yang disingkat AB (Stb. 1847: 23) yang mengatur ketentuan-ketentuan
umum peraturan perundang-undangan. Sepanjang mengenai Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, ketentuan AB tersebut tidak lagi berlaku secara utuh karena
telah diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional. 2. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1950 tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang
Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang dari
Negara Bagian Republik Indonesia Yogyakarta. 3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1950 tentang Menetapkan Undang-Undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran
Negara Republik Indonesia Serikat dan Berita Negara Republik Indonesia Serikat
dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang- Undang
Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai Undang-Undang Federal. 4. Selain
Undang-Undang tersebut, terdapat pula ketentuan:
a.
Peraturan Pemerintah Nomor 1Tahun 1945 tentang Pengumuman dan Mulai Berlakunya Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah; b. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234
Tahun 1960 tentang Pengembalian Seksi Pengundangan Lembaran Negara, dari
Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara; c. Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan
Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia; d.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang; e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang undangan dan Bentuk
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan
Keputusan Presiden. 5. Di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dan dewan
perwakilan rakyat daerah, berlaku peraturan tata tertib yang mengatur antara
lain mengenai tata cara pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan
peraturan daerah serta pengajuan dan pembahasan Rancangan Undang-undang dan
peraturan daerah usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat atau dewan perwakilan
rakyat daerah.
MPR, DPR, DPD DAN DPRD DALAM MENGAWAL DEMOKRASI
Untuk
mewujudkan kedaulatan rakyat berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, diperlukan lembaga perwakilan
rakyat yang mampu menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat guna mewujudkan
tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
secara optimal. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut
UUD NRI Tahun 1945) menyatakan bahwa, “Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Selanjutnya ketentuan
Pasal 17 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa, “Presiden dibantu oleh
menteri-menteri negara” dan ayat (2) yang menyatakan bahwa “Menteri-menteri itu
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden”.
24 December 2016
SINERGISITAS MPR,DPR,DPD DAN DPRD DALAM BERNEGARA
Untuk mewujudkan kedaulatan
rakyat berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, diperlukan lembaga perwakilan rakyat yang mampu
menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat guna mewujudkan tujuan nasional
demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara optimal.
Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945)
menyatakan bahwa, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar.” Selanjutnya ketentuan Pasal 17 ayat (1) UUD NRI
Tahun 1945 menyatakan bahwa, “Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara” dan
ayat (2) yang menyatakan bahwa “Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden”
REFLEKSI KONSEP DEMOKRASI PARPOLISASI MENUJU PEMILU 2004
Pembentukan, pemeliharaan, dan pengembangan partai
politik pada dasarnya merupakan salah satu pencerminan hak warga negara untuk
berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat. Melalui partai politik, rakyat
dapat mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat tentang arah kehidupan dan
masa depannya dalam bermasyarakat dan bernegara. Partai politik merupakan komponen
yang sangat penting dalam sistem politik demokrasi. Dengan demikian, penataan kepartaian
harus bertumpu pada kaidah-kaidah kedaulatan rakyat, yaitu memberikan
kebebasan, kesetaraan, dan kebersamaan.
Labels:
DEMOKRASI,
PARTAI POLITIK,
PEMILU
BPK DAN KONSEP KEUANGAN NEGARA
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 telah mengalami perubahan yang mendasar diantaranya Pasal 23 ayat (5) mengenai
kedudukan dan tugas Badan Pemeriksa Keuangan. Para Pembentuk Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyadari bahwa pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab Pemerintah tentang keuangan negara merupakan kewajiban yang
berat, sehingga perlu dibentuk suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang terlepas dari
pengaruh dan kekuasaan Pemerintah. Tuntutan reformasi telah menghendaki
terwujudnya penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi
dan Nepotisme (KKN) menuju tata pemerintahan yang baik, mengharuskan perubahan
peraturan perundang-undangan dan kelembagaan negara. Perubahan Ketiga
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan salah satu
reformasi atas ketentuan Pasal 23 ayat (5) tentang Badan Pemeriksa Keuangan
telah memperkokoh keberadaan dan kedudukan BPK yaitu sebagai satu lembaga
negara yang bebas dan mandiri. Kedudukan BPK sebagai lembaga negara pemeriksa
keuangan negara perlu dimantapkan disertai dengan memperkuat peran dan
kinerjanya. Kemandirian dan kebebasan dari ketergantungan kepada Pemerintah
dalam hal kelembagaan, pemeriksaan, dan pelaporan sangat diperlukan oleh BPK
agar dapat melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Labels:
BPK,
KEUANGAN NEGARA
PENGUATAN DOGMA JABATAN NOTARIS
Negara Republik Indonesia sebagai
negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum
bagi setiap warga negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik
mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan, dan peristiwa hukum yang dibuat di
hadapan atau oleh Notaris
KONSEP PENYELENGGARAAN PEMILU
Pemilihan
Umum merupakan perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang
demokratis. Penyelenggaraan pemilu yang bersifat langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil hanya dapat terwujud apabila Penyelenggara Pemilu
mempunyai integritas yang tinggi serta memahami dan menghormati hak-hak sipil
dan politik dari warga negara. Penyelenggara Pemilu yang lemah berpotensi
menghambat terwujudnya Pemilu yang berkualitas.
Labels:
PENYELENGARAAN PEMILU
23 December 2016
REFLEKSI TATA PEMERINTAHAN DAERAH MENUJU PEMILU 2009
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi lagi atas
daerah kabupaten dan kota, yang masing-masing sebagai daerah otonom. Sebagai
daerah otonom, daerah provinsi dan kabupaten/kota memiliki pemerintahan daerah
yang melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan daerah, yakni Pemerintah Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah
Daerah baik di daerah provinsi maupun kabupaten/kota, yang merupakan eksekutif
di daerah, sedangkan DPRD baik di daerah provinsi maupun daerah kabupaten/kota
merupakan lembaga legislatif daerah. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah diterapkan prinsip demokrasi. Sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945,
kepala daerah dipilih secara demokratis. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, diatur mengenai pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat yang diajukan oleh
partai politik atau gabungan partai politik.
Labels:
PEMERINTAHAN DAERAH
MAHKAMAH AGUNG PASCA REFORMASI
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara adalah pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, di samping Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukim dan keadilan. Selain itu, ditentukan pula Mahkamah Agung mempunyai wewenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dan kewenangan lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Labels:
MAHKAMAH AGUNG
KEKUASAAN DAN PERAN MAHKAMAH AGUNG
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dalam Pasal 24 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan. Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang
membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.
Undang-Undang ini adalah Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004. Perubahan dilakukan
karena Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, khususnya yang menyangkut pengawasan, sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan
ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
TANAH DAN HAK WARGA NEGARA
Dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu
menyelenggarakan pembangunan. Salah satu upaya pembangunan dalam kerangka
pembangunan nasional yang diselenggarakan Pemerintah adalah pembangunan untuk
Kepentingan Umum. Pembangunan untuk Kepentingan Umum tersebut memerlukan tanah
yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip yang terkandung di
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hukum tanah
nasional, antara lain prinsip kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian,
keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan
keselarasan sesuai dengan nilai-nilai berbangsa dan bernegara
MENELAAH DOGMA DEMOKRASI MENUJU PEMILU TAHUN 2009
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
sebagai hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan
yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil, demokratis, dan berdasarkan hukum. Dinamika dan perkembangan
masyarakat yang majemuk menuntut peningkatan peran, fungsi, dan tanggung jawab
Partai Politik dalam kehidupan demokrasi secara konstitusional sebagai sarana
partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa
Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengembangkan
kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
KONSEP DEMOKRASI PARPOLISASI PASCA REFORMASI
Pembentukan Partai Politik pada dasarnya merupakan
salah satu pencerminan hak warga negara untuk berserikat, berkumpul, dan
menyatakan pendapat sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Melalui Partai
Politik rakyat dapat mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat tentang arah
kehidupan berbangsa dan bernegara. Keragaman pendapat di dalam masyarakat akan
melahirkan keinginan untuk membentuk berbagai Partai Politik sesuai dengan
ragam pendapat yang hidup. Dengan demikian, pada hakekatnya, negara tidak
membatasi jumlah Partai Politik yang dibentuk oleh rakyat. Dalam keragaman
Partai Politik ini, setiap Partai Politik mempunyai kedudukan, fungsi, hak, dan
kewajiban yang sama dan sederajat. Kedaulatan Partai Politik berada di tangan
anggotanya, dan karena itu Partai Politik bersifat mandiri dalam mengatur rumah
tangga organisasinya. Dengan demikian, pihak-pihak yang berada di luar partai tidak
dibenarkan campur tangan dalam urusan rumah tangga suatu Partai Politik. Untuk
mencapai suatu kehidupan berbangsa dan bernegara yang sehat yang dicita-citakan
oleh para pendiri negara sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945, setiap Partai Politik dalam kehidupan bernegara melaksanakan secara
konsisten Pancasila sebagai dasar Negara. Dengan demikian dinamika demokrasi di
Indonesia mendapatkan landasan yang kokoh. Karena acuan utama Partai Politik
telah disepakati, maka setiap Partai Politik dapat mempunyai asas atau ciri,
aspirasi dan program tersendiri yang tidak bertentangan dengan Pancasila. Aspirasi
dan program Partai Politik merupakan pengejawantahan dari asas atau ciri dalam
upaya memecahkan masalah bangsa Indonesia. Program tersebut diarahkan untuk
mewujudkan cita-cita nasional Bangsa Indonesia dan mengembangkan kehidupan
demokrasi berdasarkan Pancasila sebagai tujuan umum dan memperjuangkan
cita-cita para anggotanya sebagai tujuan khusus Partai Politik.
Labels:
REFORMASI
22 December 2016
KONSEP KEKUASAAN KEHAKIMAN REFLEKSI ORDE BARU
Dengan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 kita
sudah kembali kepada Undang-UndangDasar,
kepada jiwa proklamasi 17
Agustus 1945. Tetapi kenyataannya selama
ini jiwa dan ketentuan-ketentuan
Undang-Undang Dasar 1945 itu belum
dilaksanakan secara murni.
Sebagai contoh dapat diajukan, bahwa
pasal 24 dan pasal 25 Undang-Undang Dasar 1945 dalam Penjelasannya secara
tegas telah menyatakan, bahwa
Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang
merdeka, artinya terlepas dari
pengaruh kekuasaan Pemerintah, akan
tetapi ternyata dalam praktek
dan pelaksanaannya telah menyimpang
dari Undang-undang Dasar, antara
lain pasal 19 dalam Undang-undang
No. 19 tahun 1964 yang
memberikan wewenang kepada Presiden untuk dalam
"beberapa hal dapat turun
atau campur tangan dalam soal-soal
Pengadilan".
20 December 2016
NEGARA DAN POSISI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME
Penyelenggara Negara mempunyai peran penting dalam
mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa yang sangat penting
dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat para
Penyelenggara Negara dan Pemimpin pemerintahan. Dalam waktu lebih dari 30 (tiga
puluh) tahun, Penyelenggara Negara tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya
secara optimal, sehingga penyelenggara negara tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Hal itu terjadi karena adanya pemusatan kekuasaan, wewenang, dan
tanggungjawab pada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
PEMILU DAN PEMBANGUNAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Dalam
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa "kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar". Makna dari “kedaulatan berada di tangan
rakyat” adalah bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan
kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk
pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta
memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Perwujudan
kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui Pemilu secara langsung sebagai sarana
bagi rakyat untuk memilih wakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan
pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai
landasan bagi semua pihak di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam
menjalankan fungsi masing-masing, serta merumuskan anggaran pendapatan dan
belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut.
LEGALITAS DEMOKRASI PERTAMA DI INDONESIA DALAM PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 alinea keempat, antara lain, menyatakan bahwa kemerdekaan
kebangsaan Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar yang terbentuk
dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah perubahan, Pasal 1 ayat (2)
menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”. Perubahan tersebut bermakna bahwa kedaulatan rakyat tidak
lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetapi dilaksanakan menurut ketentuan
Undang-Undang Dasar. Salah satu wujud dari kedaulatan rakyat adalah
penyelenggaraan Pemilihan Umum baik untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD
maupun untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang semuanya dilaksanakan
menurut undang-undang sebagai perwujudan negara hukum dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH ADALAH KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah
tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut,
Daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah
satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat,
seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan
Undang-Undang. Dengan demikian, pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
harus didasarkan pada Undang-Undang. Selama ini pungutan Daerah yang berupa
Pajak dan Retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, Daerah diberi
kewenangan untuk memungut 11 (sebelas) jenis Pajak, yaitu 4 (empat) jenis Pajak
provinsi dan 7 (tujuh) jenis Pajak kabupaten/kota. Selain itu, kabupaten/kota
juga masih diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Pajak lain sepanjang
memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam aturan.
06 December 2016
PARADIGMA KEPEMIMPINAN NASIONAL SEBAGAI TESIS SINERGISITAS GERAKAN ORGANISASI
Pendahuluan
Idealisme dan nasioalisme sering didengung-dengungkan oleh berbagai
kalangan khususnya dari para mahasiswa dan pemuda yang aktif di organisasi.
Idealisme bukan hanya sebuah perkataan atau sekedar wacana agar dibilang
mahasiswa dan pemuda yang memiliki “taring”. Idealisme ini adalah ruang khusus
dalam pemikiran mahasiswa dan pemuda. Ketika ruang tersebut kemasukan zat atau
pun pemikiran lain, maka saat itulah idealisme sering dipertanyakan. Salah
masuk ruang tersebut, maka idealisme tersebut berpeluang akan “tergadaikan” dan
bahkan akan “diperjualbelikan”. “Kejujuran” adalah salah satu langkah awal agar
istilah “tergadaikan” dan “diperjualbelikan” tidak akan muncul. Hal ini yang
menjadi sebab kegelisahan di hati Penulis selama ini. Bukan berarti Penulis
sudah mampu dan merasa bisa untuk merealisasikannya. Akan tetapi Penulis
mengajak kepada semua pihak bahwa idealisme ini merupakan tantangan besar dan
godaan akan menjadi “mulia” atau justru akan “terhina”.
KEMANDIRIAN PEMUDA DAN POTRET NASIONALISME
BANGSA
BERDIKARI: KEMANDIRIAN PEMUDA POTRET NASIONALISME! [1]
Pendahuluan
Dalam tingkat global tidak akan lepas dengan adanya
persaingan “proxy war” [2].
Hal ini akan menjadikan benteng tersendiri bagi negara yang ada di dunia
termasuk Indonesia. Ancaman dan tantangan global selalu ada buat Indonesia.
Berkaitan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia menempati urutan ke-8
dunia. Sebesar 70% konflik dunia dengan alasan perebutan energi, minyak dan gas
bumi. Kekayaan alam Indonesia sangat berlimpah. Indonesia menempati daerah
wilayah ekuator dunia dengan sekitar 2,5 M penduduk dan sisanya dengan 9.8 M
penduduk. Indonesia menempati wilayah kepulauan terbesar dunia ekuator. Garis
pantai terpanjang kedua dan luas laut luas 5,8 juta km persegi. Wilayah
negara Indonesia akan menjadi sasaran utama ketika di luar wilayah ekuator kekurangan
sumber energi. Indonesia menempati urutan kedua dunia terkait negara paling
optimis dunia dan urutan ketiga tingkat kepercayaan konsumen dunia. Dalam
kajian selanjutnya Penulis menarik untuk mengambil pandangan dari Panglima TNI [3]
terkait ancaman global bagi Indonesia.
MENATA PROSES KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM NEGARA KESATUAN
Adanya
Undang-Undang No.33 Tahun 2004 adalah legitimasi dalam menata keuangan dan
hubungan harmonis antara pemerintah pusat dan daerah. Negara Kesatuan Republik
Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk
mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945. Dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerahdaerah kabupaten
dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Pasal
18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, Pasal ini
merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
QUO VADIS DALAM PENGAWASAN HAKIM INDOENSIA
Undang-Undang No.18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial adalah
produk hukum dalam memberikan legalitas terhadap pengawasan hakim. Pasal 24B
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim.
05 December 2016
PARTAI POLITIK BAGIAN FONDASAI NEGARA
Partai politik dan negara tidak dapat dipisahkan.
Kepemimpinan nasional lahir dan ada berasal dari partai politk. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kemerdekaan berserikat, berkumpul
dan mengeluarkan pendapat merupakan hak asasi manusia yang harus dilaksanakan
untuk memperkuat semangat kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang demokratis. Hak untuk berserikat dan berkumpul ini kemudian diwujudkan
dalam pembentukan Partai Politik sebagai salah satu pilar demokrasi dalam
sistem politik Indonesia.
02 December 2016
IBU KOTA NEGARA DAN SIFAT KEKHUSUSAN
Sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan
undang-undang. Selain itu, negara mengakui dan menghormati hak-hak khusus dan
istimewa sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi DKI
Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya
sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom
memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan
tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
10 November 2016
JAMINAN KONSTITUTIONAL WARGA NEGARA TERHADAP PERBEDAAN
Melalui
produk hukum Undang-Undang No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi
Ras dan Etnis adalah salah satu legalitas yang diberikan oleh negara terhadap
warga negaranya. Setiap manusia berkedudukan sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa
karena dilahirkan dengan martabat, derajat, hak dan kewajiban yang sama. Pada
dasarnya, manusia diciptakan dalam kelompok ras atau etnis yang berbeda-beda
yang merupakan hak absolut dan tertinggi dari Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
demikian, manusia tidak bisa memilih untuk dilahirkan sebagai bagian dari ras
atau etnis tertentu. Adanya perbedaan ras dan etnis tidak berakibat menimbulkan
perbedaan hak dan kewajiban antar-kelompok ras dan etnis dalam masyarakat dan
negara
01 November 2016
MENUJU PEMILUKADA TAHUN 2017 YANG LEBIH BAIK
Undang-Undang
No.10 Tahun 2016 tentang Pemilukada sebagai perubahan kedua dari aturan
sebelumnya memiliki kekuatan dalam mencipatkan proses demokratisasi pemilukada
tahun 2017. Ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota
masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota
dipilih secara demokratis. Untuk mewujudkan amanah tersebut telah ditetapkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi
Undang-Undang.
21 October 2016
REFLEKSI QUO VADIS 2 TAHUN PEMERINTAHAN JKW-JK
Bidang Hukum
Sangat
komplek dan lintas sektoral. Adakalanya pemerintah tidak menganggap hukum itu
penting dan diabaikan (kasus papa minta saham, kasus reklamasi DKI Jakarta,
polemik intervensi Kemenkumham dll). Hukum dikatakan nanti dulu dan yang penting
jalan dan kerja. KPK masih terlihat lemah. Pemerintah terindikasi banyak
intervensi. Kasus-kasus besar diabaikan. KPK lebih banyak turun ke bawah
termasuk kasus-kasus kecil. KPK tumpul ke atas. Masih kena benteng kekuasaan. Banyaknya
uji materi UU ke MK menunjukan produk hukum masih sangat multi tafsir dan jauh
dari norma hukum serta rasa keadilan. Masyarakat banyak tahu tentang hukum.
Bahkan tidak ada berita tanpa adanya unsur hukum. Live kasus-kasus hukum di TV
adalah hal positif bagi pembelajaran hukum terhadap masyarakat. Pemberantasan
pungli adalah terobosan kongkrit dalam memberantas KKN. Pungli diberantas
adalah awal kebaikan dalam birokrasi hukum. Siklus tata negara sudah
pelan-pelan membaik dengan adanya suara mayoritas di eksekutif. Tarik ulur dan
polarisasi kebijakan sudah terukur.
Labels:
POLITIK,
POLITIK DAN HUKUM,
POLITIK VERSUS HUKUM
25 September 2016
TATA KELOLA ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DALAM BINGKAI NEGARA
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada
hakikatnya berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap
penentuan status pribadi dan status hukum setiap Peristiwa Kependudukan dan
Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk yang berada di dalam dan/atau di
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbagai Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa dengan tegas menjamin hak setiap Penduduk untuk membentuk
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, memperoleh
status kewarganegaraan, menjamin kebebasan memeluk agama, dan memilih tempat
tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meninggalkannya,
serta berhak kembali.
07 September 2016
KONSEP KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam
rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk pemerintahan negara yang menyelenggarakan
fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan negara
tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang
yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara. Sebagai
suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan menyelenggarakan
pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan negara
harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang- Undang Dasar.
29 August 2016
TERTIB ADMINISTRASI PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan
bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu
sistem pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu
dilaksanakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
ARAH DASAR NEGARA DALAM PROSES PENGAMPUNAN PAJAK
Pertumbuhan ekonomi nasional dalam beberapa tahun terakhir
cenderung mengalami perlambatan yang berdampak pada turunnya penerimaan pajak
dan juga telah mengurangi ketersediaan likuiditas dalam negeri yang sangat
diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di sisi lain,
banyak Harta warga negara Indonesia yang ditempatkan di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, baik dalam bentuk likuid maupun nonlikuid, yang
seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah likuiditas dalam negeri yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
25 August 2016
KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA DAN BINGKAI NEGARA KESATUAN
Status istimewa yang melekat pada DIY merupakan bagian integral dalam sejarah pendirian negarabangsa Indonesia. Pilihan dan keputusan Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII untuk menjadi bagian dari Republik Indonesia, serta kontribusinya untuk melindungi simbol negara-bangsa pada masa awal kemerdekaan telah tercatat dalam sejarah Indonesia.
Hal tersebut merupakan refleksi filosofis Kasultanan, Kadipaten, dan masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan yang mengagungkan ke-bhinneka-an dalam ke-tunggal-ika-an sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Masyarakat Yogyakarta yang homogen pada awal kemerdekaan meleburkan diri ke dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, baik etnik, agama maupun adat istiadat. Pilihan itu membawa masyarakat Yogyakarta menjadi bagian kecil dari masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Keistimewaan DIY harus mampu membangun keharmonisan dan kohesivitas sosial yang berperikeadilan. Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan bernegara dan keberadaan Kasultanan dan Kadipaten sebagai institusi yang didedikasikan untuk rakyat merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII memutuskan untuk menjadi bagian dari Indonesia. Kedua tokoh itu masing-masing secara terpisah, tetapi dengan format dan isi yang sama, mengeluarkan Maklumat pada tanggal 5 September 1945 yang kemudian dikukuhkan dengan Piagam Kedudukan Presiden Republik Indonesia tanggal 6 September 1945 menyatakan integrasi Yogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan status daerah istimewa.
Hal tersebut merupakan refleksi filosofis Kasultanan, Kadipaten, dan masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan yang mengagungkan ke-bhinneka-an dalam ke-tunggal-ika-an sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Masyarakat Yogyakarta yang homogen pada awal kemerdekaan meleburkan diri ke dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, baik etnik, agama maupun adat istiadat. Pilihan itu membawa masyarakat Yogyakarta menjadi bagian kecil dari masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Keistimewaan DIY harus mampu membangun keharmonisan dan kohesivitas sosial yang berperikeadilan. Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan bernegara dan keberadaan Kasultanan dan Kadipaten sebagai institusi yang didedikasikan untuk rakyat merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII memutuskan untuk menjadi bagian dari Indonesia. Kedua tokoh itu masing-masing secara terpisah, tetapi dengan format dan isi yang sama, mengeluarkan Maklumat pada tanggal 5 September 1945 yang kemudian dikukuhkan dengan Piagam Kedudukan Presiden Republik Indonesia tanggal 6 September 1945 menyatakan integrasi Yogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan status daerah istimewa.
Keputusan kedua tokoh tersebut memiliki arti penting bagi Indonesia karena telah memberikan wilayah dan penduduk yang nyata bagi Indonesia yang baru memproklamasikan kemerdekaannya. Peran Yogyakarta terus berlanjut di era revolusi kemerdekaan yang diwujudkan melalui upaya Kasultanan dan Kadipaten serta rakyat Yogyakarta dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. DIY pada saat ini dan masa yang akan datang akan terus mengalami perubahan sosial yang sangat dinamis. Masyarakat Yogyakarta dewasa ini memasuki fase baru yang ditandai oleh masyarakat yang secara hierarkis tetap mengikuti pola hubungan patron-klien pada masa lalu dan di sisi lain masyarakat memiliki hubungan horizontal yang kuat. Perkembangan di atas, sekalipun telah membawa perubahan mendasar, tidak menghilangkan posisi Kasultanan dan Kadipaten sebagai sumber rujukan budaya bagi mayoritas masyarakat DIY. Kasultanan dan Kadipaten tetap diposisikan sebagai simbol pengayom kehidupan masyarakat dan tetap sebagai ciri keistimewaan DIY.
Pengaturan Keistimewaan DIY dalam peraturan perundang-undangan sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap konsisten dengan memberikan pengakuan keberadaan suatu daerah yang bersifat istimewa. Bahkan, Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan pengakuan terhadap eksistensi suatu daerah yang bersifat istimewa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, konsistensi pengakuan atas status keistimewaan suatu daerah belum diikuti pengaturan yang komprehensif dan jelas mengenai keistimewaannya.
Kewenangan yang diberikan kepada DIY melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 semata-mata mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah yang memperlakukan sama semua daerah di Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah sampai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Hal di atas telah memunculkan interpretasi bahwa Keistimewaan DIY hanya pada kedudukan Gubernur dan Wakil Gubernur. Oleh karena itu, diperlukan perubahan, penyesuaian dan penegasan terhadap substansi keistimewaan yang diberikan kepada Daerah Istimewa melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk itu, dalam rangka perubahan dan penyesuaian serta penegasan Keistimewaan DIY, perlu dibentuk undang-undang tentang keistimewaan DIY.
Kewenangan yang diberikan kepada DIY melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 semata-mata mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah yang memperlakukan sama semua daerah di Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah sampai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Hal di atas telah memunculkan interpretasi bahwa Keistimewaan DIY hanya pada kedudukan Gubernur dan Wakil Gubernur. Oleh karena itu, diperlukan perubahan, penyesuaian dan penegasan terhadap substansi keistimewaan yang diberikan kepada Daerah Istimewa melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk itu, dalam rangka perubahan dan penyesuaian serta penegasan Keistimewaan DIY, perlu dibentuk undang-undang tentang keistimewaan DIY.
Pengaturan Keistimewaan DIY bertujuan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan demokratis, ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat, menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an, dan melembagakan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa. Pengaturan tersebut berlandaskan asas pengakuan atas hak asal-usul, kerakyatan, demokrasi, ke-bhinneka-tunggal-ika-an, efektivitas pemerintahan, kepentingan nasional, dan pendayagunaan kearifan lokal. Oleh karena itu, dengan memperhatikan aspek historis, sosiologis, dan yuridis, substansi Keistimewaan DIY diletakkan pada tingkatan pemerintahan provinsi.
Kewenangan istimewa meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Dengan demikian, Pemerintahan Daerah DIY mempunyai kewenangan yang meliputi kewenangan istimewa berdasarkan Undang-Undang ini dan kewenangan berdasarkan undang-undang tentang pemerintahan daerah. Namun, kewenangan yang telah dimiliki oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota di DIY tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka mendukung efektivitas penyelenggaraan Keistimewaan DIY, Undang-Undang ini mengatur pendanaan Keistimewaan yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah II.
Kewenangan istimewa meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Dengan demikian, Pemerintahan Daerah DIY mempunyai kewenangan yang meliputi kewenangan istimewa berdasarkan Undang-Undang ini dan kewenangan berdasarkan undang-undang tentang pemerintahan daerah. Namun, kewenangan yang telah dimiliki oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota di DIY tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka mendukung efektivitas penyelenggaraan Keistimewaan DIY, Undang-Undang ini mengatur pendanaan Keistimewaan yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah II.
24 August 2016
PLURALISME DAN JAMINAN HUKUM NEGARA
Kehidupan berbangsa tentunya akan mengalami banyak
tantangan dalam praktek. Negara hadir dengan sifat dan kekuatannya dalam proses
penyatuan. Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara serta Lagu Kebangsaan merupakan fakta kongkrit. Bendera Negara Sang
Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara Garuda Pancasila, dan Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya merupakan jatidiri bangsa dan identitas Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Keempat simbol tersebut menjadi cerminan
kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain dan menjadi
cerminan kemandirian dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian, bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan Indonesia bukan hanya sekadar merupakan pengakuan
atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau lambang
negara yang dihormati dan dibanggakan warga negara Indonesia. Bendera, bahasa,
dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia menjadi kekuatan yang
sanggup menghimpun serpihan sejarah Nusantara yang beragam sebagai bangsa besar
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa Indonesia bahkan cenderung
berkembang menjadi bahasa perhubungan luas. Penggunaannya oleh bangsa lain yang
cenderung meningkat dari waktu ke waktu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.
HAK ASASI MANUSIA DAN JAMINAN NEGARA
Bahwa manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa
akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang
baik dan yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku
dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu, maka manusia
memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Di
sampaing itu, untuk mengimbangi kebebasan tersebut manusia memiliki kemampuan
untuk bertanggungjawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Kebebasan dasar
dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada
manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang, Maha Esa. Hak-hak ini tidak
dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari
martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi
apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada
setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu
menjadi titik tolak, dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bemegara.
23 August 2016
PENINGKATAN KUALITAS PEMERINTAHAN DESA
Undang-Undang No.6 Tahun 2014
tentang Desa memiliki makna filosofis dalam peningkatan kualitas desa. Desa
atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik
Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan)
menyebutkan bahwa “Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende
landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan
Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya.
Daerah-daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap
sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati
kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang
mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”.
Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan
keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
20 August 2016
TEORI HUKUM DAN PERSPEKTIF ANALOGI PERBUATAN KORUPSI
Dalam teori tentang korupsi disebutkan oleh Robert
Glitgaard (C=M+D-A) bahwa
“Corruption = Monopoly Power + Diskretion
by Official – Accountability”. Penulis mencoba menggunakan konstruksi hukum
tersebut diatas sebagai grand theory
dalam menelaah ontologi hukumnya berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Pemaknaan dalam “monopoly power”
ditujukan kepada pelaku dalam birokrasi atau pun instansi sebagai pemimpin
dalam pengambilan kebijakan. Di sisi lain pemaknaan “diskretion by official” merupakan kewenangan yang dapat diambil
oleh pemimpin dalam sebuah birokrasi dalam membuat kebijakan yang akan diambil.
Selanjutnya pemkanaan ”accountability”
merupakan bentuk tidak adanya tanggung jawab dari sebuah pemimpin dalam
birokrasi terkait kebijakan yang telah diambil dalam melaksanakan kewajiban
sesuai tugas dan wewenangnya. Variable antara adanya kekuasaan yang dimiliki
oleh seseorang dalam keleluasaan pengambilan kebijakan yang akan diambil dan
akan berimplikasi juga terhadap ada dan tidaknya etikad baik dalam pertanggung
jawaban kepada publik atas keputusan tersebut.
PRINSIP PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM
Keadilan dalam bahasa Inggris dapat disebut dengan
istilah equaty, fairness, dan justice. Keadilan sebagai equaty dapat diartikan sebagai fairness, impartiality, evenhanded deadling.
Keadilan sebagai fairness menurut John Rawls yang didasarkan pada teori
Kontrak Sosial terdiri dari 2 (dua) interpretasi yaitu situasi awal dan atas
persoalan pilihan yang ada serta seperangkat prinsip yang akan disepakati.
Keadilan sebagai fairness berkaitan dengan eksistensi negara sebagai suatu
institusi yang dibentuk berdasarkan kontrak sosial, sehingga akan menjadi
tanggung jawab negara untuk menciptakan keadilan sebagaimana yang diperjanjikan
dengan masyarakat yang membentuknya. Keadilan sebagai justice dapat diartikan “the
fair and proper administration of laws” [1]. Dalam menentukan pilihan hukum harus berdasarkan pada
conditio sine quanon yaitu: Direktif
artinya pengarahan dalam pembagunan hukum untuk membentuk masyarakat yang
hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan negara. Integratif artinya akan mengedepankan
tentang pembinaan kesatuan. Stabilitatif artinya akan mementingkan pemeliharaan keseimbangan
bermasyarakat. Perfektif artinya penyempurnaan terhadap tindakan administrasi
negara. Korektif
artinya akan lebih menitik beratkan terhadap warga negara atau administrasi
negara dalam mendapatkan keadilan [2].
PENEGAK HUKUM DAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Korupsi tidak terlepas dari adanya pengadilan sebagai
wadah dalam memberikan vonis terkait status hukumnhya. Lembaga pengadilan berguna untuk memberikan sanksi
pada para pelaku tindak kejahatan baik itu pada tersangka maupun terdakwa. Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:
”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (1)
Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman disebutkan
“Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk
dalam salah satu
lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25”.
Dengan demikian Penulis mengartikan dari pengadilan
khusus berpijak dari Pasal 1 ayat (8) Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang
kekuasaan kehakiman yang berbunyi
”Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang
mempunyai kewenangan
untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung yang diatur dalam undang-undang”.
19 August 2016
PENGEMBALIAN ASSET HASIL TINDAK PIDANA DALAM PERSPEKTIF TEORI RESTORATIF
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pengklasifikasian kejahatan korupsi sebagai extra ordinary crime mempunyai empat
sifat dan karakteristik yaitu: pertama, korupsi
merupakan kejahatan terorganisir yang dilakukan secara sistematis Kedua, korupsi biasanya dilakukan dengan
modus operandi yang sulit sehingga tidak mudah untuk membuktikannya.[1]Ketiga, korupsi selalu berkaitan dengan
kekuasaan.Keempat, korupsi adalah
kejahatan yang berkaitan dengan nasib orang banyak karena keuangan negara yang
dapat dirugikan sangat bermanfaat untuk menigkatkan kesejahteraan rakyat.
TELAAH KRITIS HUKUM NASIONAL SEBAGAI HARMONISASI HUKUM INTERNASIONAL DALAM PENGEMBALIAN ASSET HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI DI LUAR NEGERI DALAM UPAYA PERBAIKAN EKONOMI NEGARA (Tinjauan Peraturan Presiden (Perpres) No.9 Tahun 2012 tentang perintah pengembalian asset Bank Century di Hongkong)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dana publik di Indonesia yang hilang akibat korupsi
sangat besar. Pada tahun 1995, menurut laporan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
telah terjadi 358 kebocoran dana negara sebesar RP.1.062 triliun. Pada tahun
1996 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan adanya kebocoran dana 22
departement dan lembaga pemerintah non departemen dengan total senilai Rp 3.22
milliar. Selain itu sepanjang tahun 1995-1996 ditemukan 18.578 kasus korupsi
dan penyelewengan dana senilai Rp 888,72 milliar. Pada era reformasi tidak akan
berubah menjadi lebih baik dari era sebelumnya dan bahkan lebih buruk. Menurut
laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) penyimpangan uang negara sudah mencapai
Rp.166,53 triliun atau sekitar 50 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) 2003. Sebagaimana dilaporkan oleh Ketua
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Satrio Budihardjo Joedono sejak pertengahan 2003
telah ditemukan 22 penyimpangan keungan negara. Dalam semester satu tahun 2004
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga melakukan pemeriksaan terhadap 377 proyek
dan asset senilai Rp.1.312 trlliun. Dari jumlah tersebut menemukan penyimpangan
sekitar Rp 37,4 trilliun atau 2,85 persen dari nilai keseluruhannya. Tidak
mengherankan jika dalam laporan Tranparansi Internasional Indonesia (TII)
sebagaimana diungkapkan dalam siaran persnya dari 146 negara yang disurvey
Indonesia masuk dalam urutan kelima negara terkorup di dunia dengan indeks
prestasi korupsi 2,0 [1].
JUSTICE COLLABORATOR SEBAGAI SAKSI PELAKU YANG BEKERJASAMA
Menurut Simons“strafbaar
feit” adalah “een strafbaar gestelde
on rechmatige met schuld verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar”.
Unsur-unsur tindak pidananya adalah adanya perbuatan manusia baik positif
maupun negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkannya, diancam dengan
pidana, melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan, dan orang yang mampu
bertanggung jawab. Menurut Van Hammel
unsur-unsur tindak pidananya adalah perbuatan manusia yang dirumuskan dengan
undang-undang, melawan hukum dengan kesalahan, dan patut dipidana. Menurut E.Mezger unsur-unsur tindak pidananya
adalah perbuatan dalam arti yang luas dari manusia baik yang aktif atau
membiarkan, sifat melawan hukum, dapat dipertanggung jawabkan kepada seseorang
dan diancam dengan pidana. Menurut J.Bauman
unsur-unsur tindak pidananya adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik,
bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan. Menurut Karni unsur-unsur tindak pidananya adalah
perbuatan yang mengandung perlawanan hak, dilakukan dengan salah, perbuatan
patut dipertanggung jawabkan. Menurut Wirjono
Prodjodikoro unsur-unsur tindak pidananya adalah tindak-tindak pidana
berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. Menurut H.B.Vos unsur-unsur tindak pidananya
adalah adanya kelakuan manusia, diancam pidana dalam undang-undang. Menurut W.P.J Pompe unsur-unsur tindak pidananya
adalah bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam dengan
pidana. Menurut Moeljatno unsur-unsur
tindak pidananya adalah perbuatan manusia, memenuhi rumusan dalan undang-undang yang merupakan
syarat formil dan bersifat melawan hukum yang merupakan syarat materiil [1].
Tindak pidana atau dalam bahasa Belanda “strafbaar
feit” yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam stratwet boek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindak
pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana [2].
Subscribe to:
Posts (Atom)